Bab 11. Merampas

1467 Kata
Anika menatap nyalang ke arah Davin yang baru saja pulang bersama Yunita juga beserta anak-anaknya, tadinya Anika sudah lebih tenang ketika David membujuknya tadi, tapi sekarang tidak lagi. "Apa-apaan ini?!" teriak Anika marah. Davin yang baru saja pulang tidak mengerti kenapa Anika marah-marah padanya, padahal sebelum dia pergi suasananya jadi lebih baik, tapi sekarang Anika meledak-ledak menatap dirinya penuh amarah. "Ada apa, An?" tanya Davin bingung. "Ada apa?! Mana Yudha?! Kamu tidak menjemputnya!" teriak Anika. Davin membulatkan matanya sempurna, bisa-bisanya dia melupakan Yudha yang sekolah dan malah mementingkan anak-anak Yunita di saat dia sudah mengucapkan akan memprioritaskan Anika dan Yudha. "Aku lupa, An," ucap Davin. "Lupa?! Kamu lupa ...?! Dia anakmu sendiri! Bisa-bisanya kamu mengabaikannya begitu, sedangkan kamu mengingat anak-anak orang lain!" teriak Anika marah. Anika tidak hanya menatap nyalang ke Davin, dia juga menatap penuh amarah ke Yunita yang berdiri di sana, pikiran Anika menerka-nerka seberapa buruk Yunita sampai mempengaruhi Davin dan tidak mengingatkannya jika saja dia lupa. "Maaf, aku akan menyuruh temanku yang berada di dekat sekolahnya untuk menjemput," ucap Davin panik. Davin buru-buru meraih ponselnya dari saku celana, dengan tangan gemetar menghadapi amarah Anika dia mencari kontak temannya. "Tidak! Kamu menyerahkan tanggung jawabmu ke orang lain?! Dia tanggung jawabmu! Dia bukan tanggung jawab orang lain, sedangkan yang bukan tanggung jawabmu, kau ingat terus!" marah Anika. Tangannya mengepal di kedua sisi ingin sekali dia menampar Davin dan Yunita, tapi sedang ada Nita dan Hafiz yang sedang melihatnya. "Aku tidak mau tahu! Kamu jemput dia sendiri! Awas saja kalau kamu tidak menjemputnya dengan sendiri, aku akan menggugatmu ke pengadilan besok!" ancam Anika. Davin tidak punya pilihan lain selain berbalik untuk menjemput Yudha yang dia lupakan, daripada Anika menggugatnya ke pengadilan, dia tidak mau usahanya menjadi sia-sia membujuk Anika tadi. Yunita yang melihat Davin langsung menyalakan mobilnya dan pergi dari rumah, menatap Anika dengan mengerutkan dahinya tidak suka. Yunita membisikkan sesuatu ke anak-anaknya untuk segera masuk ke kamarnya karena dia ingin bicara dengan Yunita. "Anika, apa kamu tidak keterlaluan menyuruh Davin yang baru pulang untuk putar balik begitu? Dia pasti lelah," tegur Yunita. "Keterlaluan? Sebenarnya siapa di sini yang keterlaluan? Aku atau kamu?!" Anika menatap Yunita tidak pandang takut walaupun dia pernah menjadi kakak iparnya dulu dan Yunita lebih tua darinya, tapi Anika sekarang tidak ingin menjadikan dirinya hormat pada Yunita lagi. "Apa maksudmu?" Yunita merubah ekspresinya dengan wajah heran. "Kamu merasa keenakan karena Davin memperhatikan anak-anakmu dibandingkan anaknya sendiri, kan? Sampai kamu bisa bicara seperti itu padahal Yudha sedang menunggu sendirian di sana, atau otakmu yang tidak bisa berfungsi lagi dan tidak memikirkan jika saja posisinya dibalik, anak-anakmu yang menunggu sendirian di sana!" marah Anika. "Aku sama sekali tidak berpikir begitu, aku hanya berpikir kalau Davin kelelahan karena dia baru pulang dan kamu menyuruhnya untuk kembali lagi ke jalanan menjemput anaknya," kilah Yunita. Anika terkekeh seakan mengejek ke arah Yunita yang baginya terlihat bersikap munafik. "Sekarang kamu sedang mencoba berkilah? Kamu benar-benar munafik, Yunita! Kamu pembohong munafik yang bersikap seakan seperti wanita polos di hadapan Davin, tapi sebenarnya kamu berniat untuk menyingkirkan aku dan Yudha lalu menggantikan dirimu dan anak-anakmu mengisi posisiku dan Yudha, kan?" tuduh Anika. Yunita membulatkan matanya, pertama kalinya Anika memakinya seperti ini, sebelum suaminya meninggal Anika selalu menundukkan pandangannya yang bersikap sopan selayaknya dia menghargai kakak iparnya, tapi sekarang Anika benar-benar bersikap lain. "Jangan menuduhku macam-macam! Kamu sama sekali tidak berhak menuduhku karena kamu tidak tahu diriku yang sebenarnya!" Untuk kesekian kalinya Anika berkilah. "Oh, ya? Dirimu yang sebenarnya seperti apa? Dirimu yang menggatal pada suami orang dan mencoba merebut semua kasih sayangnya untukmu dan anak-anakmu? Atau dirimu yang cari muka di hadapan mertua sampai kamu menghasutnya untuk menikahkan anaknya denganmu?" ejek Anika. "Hentikan semua tuduhan tidak berdasarmu, Anika. Kamu hanya merasa cemburu karena kedekatanku dan Davin, padahal maksudku hanya ingin Davin istirahat setelah menjemputku dari kantor, aku sama sekali tidak bermaksud yang lainnya," sanggah Yunita. Lagi-lagi Anika tertawa mengejek juga tatapannya yang sama seperti tawanya. "Kamu bisa bersikap seperti itu karena kamu sudah dijemput dan pulang ke sini, aku sudah bilang padamu coba saja kalau posisinya dibalik, kamu dan anak-anakmu yang menunggu berjam-jam sedangkan Yudha sudah berada di sini bersama dengan Davin, pikir pakai otakmu!" teriak Anika. Sudah habis kesabaran Anika diuji Davin dan sekarang malah diuji Yunita, seakan kesabarannya hanya sebuah permainan bagi mereka berdua yang mencoba-coba untuk menguji Anika. "Sudah aku bilang aku tidak ada niat seperti itu! Kenapa kamu menuduhku yang macam-macam!" Yunita mulai geram dengan semua tuduhan terhadap dirinya. "Ada banyak hal yang membuat aku melontarkan tuduhan itu padamu! Salah satunya adalah jika Davin memang benar lupa lalu kenapa kamu tidak mengingatkan?! Sungguh suatu kebetulan kalau kalian berdua benar-benar lupa! Kamu mencari kesempatan untuk berduaan dengan Davin dan anak-anakmu lebih lama, dibanding mengingatkan Davin pada anaknya sendiri." Perkataan dari Anika membuat Yunita tidak bisa berkutik lagi, wanita itu tidak tahu harus mengatakan apa untuk membalas Anika dia hanya bisa mengepal kedua tangannya. "Lihat, kamu memang benar-benar melakukan itu, aku peringatkan padamu! Kamu boleh melakukan itu terhadapku, tapi kamu tidak boleh melakukan itu ada Yudha karena dia adalah darah daging Davin dan bukannya anak-anakmu yang darah dagingnya!" tandas Anika. *** Yudha memandangi sekeliling dengan duduk di teras seorang diri, sudah dua jam dia menunggu kedatangan orang tuanya, tapi tidak satupun yang muncul dari mereka. Mau Anika ataupun Davin masih belum ada yang muncul. Sudah seringkali Yudha seperti ini sebelumnya, sampai rasanya jadi terbiasa karena orang tuanya yang mulai tidak harmonis semenjak kematian almarhum Hendra. Yudha menyanggah pipinya dengan satu tangan selagi dia menunggu salah satu orang tuanya untuk datang, tidak lama dari itu mobil putih datang dan Davin keluar dari sana. Davin menyapu sekeliling sampai akhirnya dia menemukan Yudha yang tengah duduk di teras dekat banyak tanaman agak jauh di sana, segera dia menghampiri putranya itu. "Maafkan Ayah, ya? Ayah telat menjemputmu," ujar Davin merayu putranya. Davin membuka pintu mobilnya dan membiarkan Yudha masuk dengan nyaman di sebelahnya, segera dia melajukan mobil menuju ke arah rumah balik. Perjalanan menuju rumah begitu hening tidak ada pembicaraan seperti dulu, dulu Yudha sering berceloteh bersamanya ketika Davin mengajak Anika menjemput Yudha bersamanya. Sekarang tidak lagi setelah kematian almarhum kakaknya, Davin lebih sering menghabiskan waktu bersama Yunita dan anak-anaknya dibanding dengan istrinya dan juga Yudha. "Maaf, ya. Ayah tidak akan telat menjemputmu lagi," ucap Davin. Sudah kesekian kalinya Davin mengatakan itu, tapi tetap saja dia telat dalam menjemput Yudha. "Iya, Ayah," jawab Yudha dengan singkat. Davin peka terhadap putranya yang sedikit murung karena dia sangat telat menjemput, bagaimana tidak? Yudha menunggunya dua jam lebih. "Kita beli makanan dulu, kita beli kue coklat kesukaanmu," bujuk Davin. Yudha hanya mengangguk pelan dan tidak mengeluarkan suara lagi, mereka sampai ke toko kue dengan hening tanpa mengeluarkan obrolan apa pun. Davin menggandeng tangan putranya memasuki toko kue, di dalamnya terdapat beraneka ragam kue, Davin menuju ke barisan kue coklat kesukaan putranya. Dia memilih banyak kue untuk membujuk putranya sebagai tanda permintaan maafnya terhadap Yudha karena telat menjemputnya. Selesai Davin memilih kue-kue itu, dia melihat sekeliling untuk mencari Yudha karena dia melepaskan tangan putranya waktu memilih kue. Terlihat Yudha sedang memegang satu bungkus keripik buah kering dari rak di bawah, kemudian Yudha berjalan mendekati Davin dengan wajah mendongak menatap ke arahnya. "Ayah, aku mau beli ini untuk Bunda, Bunda suka ini," ucap Yudha menunjukan keripik buah yang dia pegang. Davin baru ingat kalau terakhir dia mengobrol dengan Anika dalam keadaan marah dan membuatnya jadi kesal, Davin belum meminta maaf untuk hal itu, tapi dengan perlakuan Yudha sekarang, Davin baru ingat harus membujuk Anika juga. "Baiklah, ambil yang banyak untuk Bunda," balas Davin. Sekarang mata Davin menyapu area toko kue mencari sesuatu yang disukai istrinya, dia merasa harus membelikan sesuatu untuk Anika sebagai rasa minta maafnya. Baru saja Davin selangkah maju dari titiknya berdiri, dering telepon sudah membuatnya harus berhenti dan segera mengangkatnya. "Davin, besok Ibu mau ke rumah." Satu kalimat dari seberang telepon sana sukses membuat Davin cemas, dia merasa kalau akan terjadi perang di rumahnya jika saja ibunya datang besok. "Ya, Bu." Tapi Davin sendiri tidak bisa menolak permintaan ibunya, dia merasa hanya dia satu-satunya anak yang bisa diandalkan ibunya, maka dari itu setiap Ratna meminta sesuatu Davin tidak bisa menolaknya. Davin buru-buru menyelesaikan dan membayar semua kue yang dia pilih juga kue yang dipilih Yudha, sampai mereka berdua berada di rumah dan turun dari mobil. Davin menggendong Yudha dan sebelah tangannya membawa semua kue untuk Yudha dan Anika, sedangkan Yudha memegang keripik buah untuk Anika, baru saja mereka berdua masuk ke dalam rumah dan mereka sudah disambut oleh Nita dan Hafiz di depan pintu. Hafiz langsung merampas kue yang dibawa Yudha, padahal dia sudah memilihnya untuk Anika. Hafiz langsung lari dan masuk ke kamarnya dikejar Yudha yang meminta barangnya dikembalikan. Davin masuk beberapa langkah ke dalam, dia melihat Yunita yang duduk di ruang tengah dengan wajah murung dan pipi basah berlinang air mata. "Vin ...."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN