Pagi menyelinap perlahan ke dalam apartemen, menggantikan redup lampu malam yang telah padam. Sinar matahari tipis memantul dari jendela, jatuh di wajah Celestine yang terbangun lebih dulu. Ia menoleh pelan. Aidan masih tertidur di sampingnya, wajahnya tenang, napasnya teratur. Satu tangannya terkulai bebas di atas selimut, satu lagi masih menggenggam tangan Celestine seolah tak ingin lepas. Pagi membawa kembali kenyataan. Celestine memandangi wajah laki-laki itu lama, mencoba mengingat setiap lekuknya, seolah itu bisa menjawab semua pertanyaan yang semalam terbenam oleh pelukan dan ciuman. Namanya adalah Aidan, katanya. Namun hanya itu. Tak ada nama belakang. Tak ada cerita. Hanya pengakuan dan sentuhan. Perlahan, Celestine melepaskan genggaman tangannya, menahan napas saat Aidan berg

