Pesawat pribadi itu melesat di langit malam. Suara mesin terdengar halus, tapi atmosfer di dalamnya seolah dirajam ketegangan. Violet duduk di sisi kiri Aidan, menyilangkan kaki dengan elegan. Wajahnya bersih dari debu pertempuran, tapi matanya masih menyimpan bara yang belum padam. Aulia duduk tak jauh, menyandar dengan tenang namun matanya terbuka lebar, menatap awan malam dari jendela kecil. "Celestine dan Bram?" tanya Aulia lirih, memecah keheningan. Aidan tak langsung menjawab. Ia sedang memeriksa data di tabletnya. Di layar, terlihat sistem perbankan Aruna yang mulai runtuh, saham yang menguap seperti debu. “Mereka akan selamat,” ujarnya akhirnya. “Itu pilihannya. Kalau Bram mencintainya, dia akan bertahan. Kalau tidak… kita akan mendengar berita duka dalam seminggu.” Violet ter

