Ruang kerja Celestine dipenuhi aroma mawar putih dari diffuser yang dibiarkan menyala sejak pagi. Tak ada yang bisa menenangkan hatinya malam itu. Angin dari luar meniup tirai sutra dengan suara gemerisik halus, hampir seperti bisikan—tapi tidak ada yang berani berbicara. Bram berdiri di hadapannya, jasnya sedikit basah karena hujan. Tangan kanannya memegang sesuatu yang kecil. Kecil, tapi cukup untuk menghancurkan satu dunia. "Jake datang tadi malam," ucap Bram, suaranya rendah. Celestine mengangkat wajahnya. Tak ada keterkejutan, hanya tatapan tenang yang mulai retak. "Aku menembaknya." Waktu berhenti. Bahkan diffuser seolah kehilangan aroma. Kening Celestine berkerut, tetapi bibirnya tetap terkunci. "Kenapa?" "Karena aku pikir dia akan mencelakaimu." Bram menarik napas. "Tapi di

