Langkah kaki Jake bergema di lorong sempit dan redup. Bayangannya menyatu dengan dinding marmer dan lampu neon yang kedap-kedip. Ia membuka jasnya perlahan, menarik napas panjang. Dari balik bayangan tiang ventilasi, Aulia muncul. Diam. Menatap punggung pria itu dengan mata yang gelap. “Jake,” katanya pelan. Jake tidak kaget. Ia berhenti, tapi tidak menoleh. “Aku tahu kau mengikutiku.” Aulia melangkah mendekat. Suaranya tenang, tapi tangannya sudah menyentuh sesuatu di balik jaketnya—senjata kecil, ringan, mematikan. “Kenapa kau tidak menolak undangan Celestine?” Jake menoleh setengah, matanya tajam. “Karena aku harus tahu… seberapa dekat mereka pada kebenaran.” “Dan?” tanya Aulia. Jake tak menjawab. Aulia menghela napas. “Kamu tahu, ‘kan… kalau kamu ketahuan terlalu banyak, kita h

