Rose, yang berada di depan kosan Alina, menatap ponselnya kesal dan berkata, "Anak itu benar-benar, ia malah memutuskan panggilannya."
Rose lalu berpikir, “jadi Alina tak jadi nikah sama sopir itu?”
Tiba-tiba seseorang mengagetkan Rose.
"Rose!"
Rose pun melihat ke arah belakang, "Faisal?"
Seorang pria lanjut usia dengan pakaian rapi tersenyum pada Rose.
Rose mengerutkan keningnya dan berkata dalam hati “darimana dia tahu aku di sini?’
puluh tahunan itu tersenyum. Mereka berakhir duduk di sebuah restoran yang ada di depan gang.
Faisal bertanya pada Rose, "Apa kabar?" Rose menjawab, "Kabarku baik." Faisal mengangguk dan berkata, "Ah, itu bagus."
Lalu Faisal berkata, "Tapi aku dengan suamimu, Damian, bangkrut. Apa kamu yakin, kamu baik-baik saja?" Tanya Faisal ragu.
Rose pun menjawab, "Tahu dari mana kamu?" Faisal menjawab setelah menyeruput kopi yang telah ia pesan, "Tahu dari mana itu tak penting. Tapi aku menyayangkan saja kamu lebih memilih menikah dengan dia daripada jadi istri keduaku."
Rose langsung teringat, saat dulu ia dan Damian akan menikah, Faisal pernah mengajaknya menikah juga. Namun Rose menolak, karena ia tak mau jadi istri kedua.
Faisal lalu berkata, "Tawaranku masih berlaku Rose, jika kamu mau. Aku akan menjadikanmu istri siriku dan kamu akan mendapatkan apapun yang kamu inginkan."
Rose terdiam, penawaran yang menggiurkan. Tapi Rose berpikir jernih, menjadi istri kedua Faisal sama saja dengan wanita simpanan, karena meskipun ia akan bergaya hidup mewah, ia tak bisa mengungkap jika ia istri seorang Faisal Syahputra, CEO perusahaan yang terkenal sangat kaya.
Faisal punya alasan tersendiri, mengapa ia sangat ingin menikahi Rose.
Faisal bertanya, "Bagaimana? Kalau kamu mau, gugat cerai Damian dan hubungi aku." Faisal lalu mengeluarkan kartu nama miliknya dan meletakkannya di atas meja seraya berkata, "Kamu bisa pikir-pikir dulu."
Faisal dihampiri seorang lelaki yang Rose kenal sebagai sopirnya. Sopir itu berbisik pada Faisal hingga akhirnya Faisal pamit, "Aku harus pergi, Rose. Sampai jumpa lagi. Ditunggu kabar baiknya," pintanya seraya tersenyum nakal.
Rose pun melirik ke arah kartu nama milik Faisal, disana tertera nama Faisal Syahputra, nomor ponsel, dan nama perusahaan miliknya.
Sementara itu di tempat lain, hari mulai gelap, Alina pergi dari kediaman Willy Adhitama tanpa izin pada Adi. Akina pergi ke rumahnya untuk mengambil ijazah SMA nya.
Setibanya Alina di depan rumahnya. Saat hendak masuk ke rumah, ia mendengar suara percakapan antara Damian dan kedua anaknya, tapi suara Rose tidak terdengar di sana.
Damian berkata, "Ayah punya bonus dari perusahaan."
Alina mendengar suara Tania yang antusias, "Benarkah ayah? Bonusnya harus diberikan pada kami ya! Kalau nggak kami akan ninggalin ayah." Kalimat ancaman mengiringi perkataan Tania.
Damian menjawab, "Tentu saja, sayang. Kamu dan kakakmu itu darah daging ayah. Pasti ayah akan mengutamakan kalian." Tania pun bersyukur, "Makasih, ayah."
Alina menyunggingkan senyumnya dan berkata dalam hati, "Bisa-bisanya ibu mengabaikanku demi lelaki yang nyatanya lebih mengutamakan anak-anaknya dibanding dirinya. Mau aneh, tapi itu ibuku.”
Alina membuka pintu rumah itu tanpa mengetuk pintu dan mengucap salam.
Saat itu Alina datang ke rumahnya diantar sopir dengan mobil sedan mewah. Mobilnya terparkir tepat di depan pagar rumah.
Alina yang tiba-tiba masuk ke rumah membuat Damian, Tania, dan Triana kaget.
Damian yang semula duduk langsung berdiri dan menegur Alina, "Alina! Kalau masuk rumah ketuk pintu dulu. Yang sopan jadi orang!"
Alina yang mendengar teguran dari ayah tirinya itu tak merasa kaget atau sakit hati, ia malah menjawab dengan tenang, "Lucu sekali. Anda yang numpang, anda yang galak. Ngaca dulu sana, ini rumah siapa. Dunia memang lucu akhir-akhir ini."
Alina berlalu meninggalkan Damian, menuju kamarnya. Mengabaikan ayah tirinya yang sejak awal tak menyukainya.
Damian menggertakan giginya. Tania menenangkan ayahnya itu, ia mendekati Damian dan berkata, sabar ayah. Anak tiri ayah memang tak punya etika. Sementara Triana sibuk dengan ponselnya ia tak peduli dengan ketegangan antara ayahnya dan adik tirinya itu.
Setelah ditenangkan, Damian kembali duduk. Dan di ruang tamu itu hening.
Alina membuka kunci kamarnya dengan hati-hati, sengaja mengunci kamar itu agar tak ada yang menempatinya setelah ia keluar dari rumah itu. Alina langsung mengambil amplop coklat yang tersimpan di lemari, setelah memastikan itu adalah ijazah SMA nya, Alina memperhatikan kamarnya yang masih sama seperti saat ia meninggalkannya. Setelah selesai, Alina keluar lagi.
“Aku harus cepat kembali sebelum om Adi tahu,” ucapnya pelan.
Saat yang sama, Rose tiba di rumahnya dan memperhatikan mobil mewah yang terparkir di depan rumah. Ia melihat sopir di dalam mobil, lalu melihat pintu rumah terbuka. Rose bertanya dalam hati, "Siapa yang datang? Mobilnya mewah sekali."
Rose langsung masuk dan ia melihat
Damian sedang duduk di ruang tamu bersama kedua putrinya. Namun hanya mereka bertiga, Rose pun bertanya, "Ada tamu?"
Damian cepat menjawab, "Alina yang datang."
Rose terkejut, "Alina?"
Rose pun berspekulasi, ‘jadi mobil mewah di depan itu mobil om-om nya Alina?’
Alina berjalan masuk ruang tamu tanpa peduli keadaan, Alina berjalan melewati Damian dan Rose begitu saja.
Rose berseru, "Alina!"
Namun Alina tak menggubris panggilan ibunya dan terus berjalan.
Rose mengejarnya dan menarik tangannya dengan susah payah sampai ke teras.
Alina mendengar Rose memanggilnya, "Masuk, ibu mau bicara dulu denganmu."
Alina menjawab dengan mantap, "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, bu. Silahkan jika mau tinggal di sini."
Rose mencoba membujuk dengan suara pelan, "Alina, jadi simpanan itu tak ada enaknya. Lebih baik kamu nikah sama pria pilihan ibu."
Namun Alina menjawab dengan tegas, "Tidak mau. Dan tidak usah mengatur hidupku lagi!"
Alina langsung berjalan cepat menjauhi Rose dan menuju mobil sedan mewah yang terparkir di depan rumah.
Rose menatap mobil itu yang mulai melaju. Damian menghampiri Rose dan berkata, "Gagal kamu jadi ibu. Anak jadi simpanan om-om. Ngeri!"
Rose membalas dengan tegas, "Diam!"
Sontak, Damian terkejut dengan reaksi Rose.
Damian langsung menarik tangan Rose masuk ke dalam rumah, tetapi Rose melepaskan tangannya dari cengkraman Damian, "Lepaskan tanganku!"
Damian menatapnya dengan tajam, "Kamu mulai berani ya bicara keras padaku?"
Tania dan Triana pergi ke kamar mereka, enggan menyaksikan pertengkaran antara Damian dan Rose.
Sementara itu, Rose tetap keras, "Kamu yang mulai. Mulai sekarang berhenti mengomentari Alina! Jika kamu tak ingin aku usir dari sini."
Damian seketika terdiam, menyadari bahwa ia sekarang tinggal di rumah Alina yang sudah bersertifikat atas namanya. Ia pun langsung meminta maaf, "Oke, oke sayang, aku minta maaf.”
Rose pergi meninggalkan Damian di ruang tamu, tidak ingin terlibat dalam perdebatan lebih lanjut dengan suaminya.
Damian menatap ke arahnya pergi, lalu menghembuskan nafasnya dengan berat.
"Oke," gumamnya dalam hati.
"Aku akan mengalah dulu sekarang.”
Damian pun berjalan ke dapur, “aku harus melakukan sesuatu.”