Diam tanpa kata. Reyhan hanya memandangi langit-langit kamar sambil memegang tangan Windy. Mereka berbaring bersama, menghabiskan malam menjemput pagi. Semalaman Reyhan terjaga, menatap Windy yang jatuh tertidur di pelukannya. Rasa tak ingin beranjak saat alarm berbunyi. Dia harus ke bandara hanya kurang dari empat jam lagi. 'Apa aku bisa hidup di sana se-lama itu tanpa kamu, Win?' batinnya. Usap lembut Reyhan di sisi kepalanya membangunkan Windy. Membuka mata, mulai tersenyum tipis. "Udah bangun dari tadi, Rey?" Reyhan tak menjawab. Semakin mendekat agar bisa memberikan kecupan selamat pagi. Lalu beringsut jatuh ke bahu mungil Windy, memeluknya erat. "Sayang, kenapa?" tanya Windy. "Cepat bangun, gih. Beres-beres. Kita ke rumah sakit dulu, pamit sama Arvin. Papa masih di sana, kan?"