Setelah satu jam lebih, Besi menunggu, sambil melihat-lihat ke atas langit Jakarta, lewat kaca jendela gedung, sama sekali ia tak melihat akan ada tanda-tanda kedatangan dari yang sedang ditunggu-tunggu oleh semuanya. Tim penyelamat yang katanya sedang berusaha melakukan yang terbaik itu, masih belum juga datang.
Besi akhirnya kembali turun ke lantai di mana terdapat semua kawan-kawannya yang juga sama. Sedang menunggu.
"Apa ada telepon?"
Aul dan Joni menggelengkan kepala bersamaan.
"Di atas juga, aku belum melihat apa pun. Tidak ada apa pun. Aku bosan, jadi aku kembali kemari."
Dollar terlihat tak berdaya. Terlihat dari wajahnya yang sudah sedemikian pucat.
"Aku kelaparan, aku akan mencari makanan lagi. Sekali lagi, aku akan mencarinya."
Dollar berdiri dan melangkah dengan susah payah. Tak ada yang menghentikannya atau yang mau menemaninya.
"Hati-hati. Kita masih belum tahu isi dari gedung ini sepenuhnya. Jadi, jangan gegabah atau ceroboh. Kau bisa panggil salah satu dari kami kalau menemukan sesuatu yang membuatmu takut," ucap Besi. Dollar pun mengangguk.
Ia mengambil langkah untuk kembali ke lantai atas. Ia sungguh-sungguh berharap ada sesuatu yang bisa dimakan.
Langkahnya pelan, menuju ke lantai atas. Kali ini, ia berniat untuk menyisir ruangan demi ruangan dengan hati-hati.
Ia berjalan terus, sampai ia pun menemukan sebuah ruangan yang sempat dikunjungi oleh Besi juga tadi. Sebuah ruangan dengan lemari yang banyak lokernya.
Ia menatap lemari itu dengan penasaran.
"Lemari apa ini, kenapa terdapat banyak loker," ucap Dollar pelan, sembari mencoba membuka salah satu loker tersebut, tapi upayanya menemui kegagalan. Loker-loker itu terkunci rapat.
Mungkin, ada barang-barang milik pegawai di dalamnya, mungkin saja barang-barang berharga? Ah, ia tak memerlukan itu. Yang ia perlukan saat ini adalah sesuatu untuk mengisi perutnya yang sedang di tahap kritis alias lapar sekali.
Dollar mencoba membuka paksa loker tersebut. Ia mengambil kursi yang ada di sekitar sana, dan mulai memukul-mukul bagian depan loker. Memukulnya berkali-kali, sampai loker itu kemudian agak penyok dan terbuka sedikit. Dollar memanfaatkan celah yang terbuka sedikit itu untuk bisa membuka salah satu loker itu sepenuhnya.
Suara-suara yang agak keras yang berasal dari pukulan kursi oleh Dollar ke loker itu tak terlalu terdengar ke lantai bawah. Itu karena Dollar menutup pintunya rapat-rapat. Sebab jika Besi tahu soal itu, maka Besi pasti akan melarangnya.
Lama-lama, sambil mengerahkan tenaganya yang tinggal sedikit itu, Dollar berhasil membuka salah satu loker dan ia merasa senang karenanya. Akhirnya, pikirnya. Ia sangat berharap isi dari loker itu adalah makanan.
Namun, ketika ia mencoba memasukkan tangannya ke dalam loker, ia meraba sesuatu yang tak biasa, yang membuatnya berpikir bahwa apa yang ia sentuh adalah sesuatu yang mengerikan.
"A-apa ini?" tanyanya heran.
Loker itu bukan loker biasa. Ketika Dollar mencoba menarik alas loker yang seperti memanjang itu. Rupanya, lemari itu bukan lemari biasa.
Dollar tak bisa berkata-kata ketika ia berhasil menarik alasnya. Ada potongan kaki di depannya saat ini. Jelas dan asli.
Dollar mundur untuk beberapa saat. "A-apa apaan ini?" Untuk ke sekian kalinya, ia bertanya kepada udara, kepada dirinya sendiri, mungkin, sebab tak ada siapa-siapa di sana.
Ia memandang dengan setengah tak percaya terhadap apa yang sedang ada di hadapannya. Sepotong kaki manusia. Sepertinya, sudah diawetkan.
Beberapa detik kemudian, pandangannya beralih kepada loker-loker lain yang berjejer. Semuanya, apakah semuanya berisi potongan tubuh? Dollar merinding membayangkan isi dari loker-loker tersebut. Mungkinkah potongan tangan, potongan kepala, atau apa saja, bagian tubuh manusia?
Dollar mencoba mengelus dadanya sendiri, berkali-kali, tapi pikirannya tetap tak bisa menghindar dari prasangka-prasangka mengerikan yang berkaitan dengan apa yang ia lihat saat ini.
Ah, tidak-tidak. Mungkin itu hanya manekin? Dollar mendekat, mencoba meraba lagi potongan kaki itu, tapi semakin ia mencoba memastikan soal asli atau tidaknya potongan tubuh itu, ia malah semakin yakin bahwa potongan tubuh itu asli.
Ia tak memiliki kekuatan lagi untuk membuka loker yang lain. Tak bisa lagi ia berpikir bahwa loker lainnya berisi makanan. Ia bahkan sudah kehilangan selera makannya, meskipun perutnya kian perih.
Dollar malah ingin muntah-muntah. Ia segera berusaha ke toilet yang paling dekat dari sana, dan berusaha muntah, meskipun hanya air yang keluar dari mulutnya itu.
Ia berusaha dengan susah payah untuk tetap berdiri dan melangkah menuju ke lantai tempat di mana teman-temannya berada.
Dollar menuruni anak tangga dengan lesu. Wajah pucatnya begitu terlihat jelas. Besi dan yang lainnya, tak merasa heran, sebab mereka tahu betapa laparnya Dollar. Mereka semua juga merasakan hal yang sama.
"Kalian tidak akan bisa menebak apa yang kutemukan di salah satu ruangan di atas," ucapnya sambil duduk. Tangan Dollar masih memegangi perutnya yang sakit.
"Apa?" tanya Joni.
"Aku menemukan ruangan yang penuh dengan loker. Lemari dan ada banyak lokernya," jawab Dollar.
"Ya, aku juga sempat menemukan ruangan itu. Memangnya, kenapa? Bukannya semua lokernya terkunci rapat? Jangan-jangan, kau bisa membuka salah satunya. Benar?" Besi pun ikut bicara.
Dollar mengangguk. "Ya, itu benar. Aku bisa membuka salah satu lokernya."
"Apa isinya?" tanya Besi lagi dengan nada yang begitu antusias. Ia sangat penasaran.
"Percaya atau tidak, tapi aku menemukan sesuatu yang sangat mengerikan, yang mungkin kalian pun sebenarnya tak ingin mengetahuinya."
Mendengar itu, semua orang jadi semakin antusias.
"Apa maksudmu, Dollar?" tanya Besi.
"Ya, aku menemukan sesuatu yang sangat mengerikan di salah satu loker yang aku buka."
"Iya, apa? Apa sesuatu yang mengerikan itu? Jawab. Langsung saja pada intinya," ucap Besi, dengan nada yang agak mendesak. Ia kesal karena Dollar terlalu bertele-tele.
"Potongan tubuh. Kaki. Aku menemukan potongan kaki di loker itu. Sungguh!"
Semuanya langsung terdiam. "A-apa kau bilang? Potongan tubuh? Kaki? Itu betulan?" tanya Aul, sedikit tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.
"Iya, itu benar. Kita juga melihat, bukan? Besi, kau juga tahu soal layar di ruangan itu, bukan? Itu pasti ada hubungannya dengan loker-loker itu. Gedung ini, mungkin merupakan gedung penelitian rahasia. Aku sungguh jadi takut berada di sini lama-lama. Tempat ini sungguh mengerikan. Sangat mengerikan."
Besi tak menanggapi.
Dollar mencoba meyakinkan Besi lagi. "Sungguh, aku tidak bohong. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Aku bahkan mencoba memastikan itu asli atau tidak dengan cara menyentuhnya, padahal aku tak ingin melakukan itu. Tapi karena aku penasaran, aku pun memberanikan diri untuk menyentuhnya."
"Oke. Biar aku lihat ke atas," ucap Besi. Ia jadi penasaran dengan pernyataan Dollar. Cara Dollar mengatakan semuanya, memang sangat meyakinkan.
Ya, bisa saja, mungkin apa yang Dollar katakan itu, semuanya benar, pikir Besi. Akan tetapi, bukan tidak mungkin juga, bahwa penglihatan Dollar tidak benar. Ya, itu yang Besi pikirkan. Sebab ia memahami, seseorang yang sedang kelaparan, sangat kelaparan, bisa saja mengalami sesuatu yang bernama: halusinasi. Maka, ia pun bergegas untuk ke atas, untuk memastikan.
Selalu, Besi bukannya tak percaya. Ia hanya ingin melihat segala sesuatunya dengan jelas, agar ia bisa berpikir dengan jelas pula dan memutuskan dengan baik nantinya. Ya, itu sudah jadi kebiasaannya. Lagi pula, ia memiliki keyakinan sejak awal, sejak dulu, bahwa jangan pernah terlalu mempercayai siapa pun.