Sebelum benar-benar sampai ke lantai atas, Besi mendengar suara yang tak asing baginya. Apakah itu? Apakah mungkin, itu suara helikopter dari tim penyelamat?
***
Kafe di dekat kantor polisi itu agak ramai, tapi itu tak mengalihkan fokus tiga orang kepada seorang petugas penyelamat yang mendatangi mereka.
"Maaf. Kenalkan. Aku Hendri. Aku adalah salah satu anggota tim penyelamat."
Tiga orang di depannya mengangguk. Masing-masing dari mereka pun memperkenalkan diri.
"Kenalkan, aku Hera."
"Aku Jodi."
"Aku Revan."
"Oke-oke. Hera, Jodi, dan Revan. Maaf sebelumnya, tapi aku sangat kagum pada kalian. Kalian benar-benar sudah berani datang ke polisi dan meminta bantuan. Aku ingin tanya, apakah kalian benar-benar dapat telepon dari orang-orang yang masih tertinggal di Jakarta?" tanya Hendri.
Tiga orang itu mengangguk. Sejurus kemudian, Jodi menggeleng. "Kecuali aku."
"Oke. Itu berarti, kau, Hera, dan kau, Revan. Dua orang yang menerima telepon dari orang-orang yang masih terjebak di Kota Jakarta, ya."
Revan dan Hera mengangguk.
"Jelaskan. Apa yang orang-orang itu sampaikan lewat telepon," pinta Hendri.
Revan dan Hera saling menatap. "Tunggu, sebutkan satu alasan yang kuat, kenapa kita harus menceritakan ini kepadamu. Kita sudah melaporkan kasus ini ke polisi tadi," ucap Hera. Ia seperti takut melanggar aturan. Dan lebih takut lagi, jika nanti mengacaukan upaya penyelamatan hanya karena memberi informasi kepada orang yang salah. Kepada orang yang tak seharusnya diberitahu.
Sebelum Hendri bicara, Jodi menyela.
"Maaf aku menyela sebentar. Van, Hera, tadi, saat aku mengambil ponsel Hera ke kantor polisi, aku bertemu dengan petugas polisi yang tadi pertama kali menyambut kita di kantor polisi."
"Lalu?" tanya Revan, meminta Jodi segera melanjutkan penjelasannya.
"Ya, dia bilang, dia sudah selesai mendapat informasi dari ponsel Hera dan mereka juga mengatakan halau kita, jangan terlalu ikut campur. Mereka seolah tidak ingin kita mengetahui rencana atau proses penyelamatan. Ini aneh. Bukankah, seharusnya mereka katakan saja rencana mereka, agar kita tidak cemas? Itu bukan sesuatu yang harus dirahasiakan, bukan? Memangnya, mereka mau perang atau apa? Bukan, kan?"
"Benar yang kamu pertanyakan, Jodi. Baik. Aku akan jelaskan, sejelas-jelasnya soal ini. Kalian mungkin tidak terlalu percaya dengan apa yang kukatakan. Tapi, pernyataan Jodi adalah satu dari sekian banyak hal yang akan menguatkan ceritaku soal upaya penyelamatan ini."
Semuanya menyimak dengan serius.
"Begini, aku tidak tahu apa yang pemerintah sembunyikan, sebab sejak awal, pihak pemerintah sepertinya ingin menyembunyikan sesuatu. Aku adalah salah satu anggota yang sejak awal sudah bergabung dengan tim penyelamat. Kami semua berusaha keras untuk menyelamatkan orang-orang, tapi ada salah satu titik yang kami tak diperbolehkan untuk ke sana. Aku tidak tahu, kenapa dan ada apa di titik itu. Hanya ada tim khusus yang boleh ke sana dan itu pun tak lama. Mereka ke sana, dan segera kembali lagi. Mereka mengatakan kalau di titik itu, semua orang sudah diamankan."
Hendri mengambil napas sejenak, sebelum melanjutkan ceritanya.
"Kami, tidak diberitahu dan tak ada salah satu dari tim kami yang mengetahui ada apa sebenarnya. Satu yang kami simpulkan adalah, pemerintah memang menyembunyikan sesuatu. Itu yang pertama. Yang kedua, mungkin masih berkaitan dengan alasan yang pertama, atau tidak, aku tidak yakin. Waktu kamu dipangkas. Waktu pencarian kami diperpendek. Padahal, sudah ada perkiraan sebelumnya. Sudah direncanakan dengan matang soal berapa lama kami harus terus melakukan penyelamatan. Tapi, tiba-tiba salah satu pimpinan kami, yang mengaku dapat perintah langsung dari pihak pemerintah, menyuruh kami untuk menghentikan pencarian."
Hera, Reva, dan Jodi melongo. Mereka masih tak percaya dengan apa yang Hendri ungkapkan.
"Ya ampun. Aku tidak tahu ternyata serumit itu. Sungguh, aku pikir, tidak ada hal-hal semacam itu di negara kita. Kupikir, cerita-cerita semacam itu hanya ada di luar negeri dan di dalam novel-novel kritis. Tidak pernah aku memikirkan itu benar-benar ada di negara kita," ucap Hera. Ia jadi pusing memikirkan itu sekarang. Memikirkan semua kata-kata Hendri, membuatnya jadi pusing.
"Ya, memang begitu kenyataannya. Awalnya, aku juga tidak menyangka. Ketika tim penyelamat dibentuk, aku pikir, tugasku adalah menyelamatkan orang-orang Jakarta sekuat tenaga. Tanpa harus menutupi sesuatu yang aku pun tidak tahu apa itu."
Hera terdiam sesaat. Sama halnya dengan Revan dan Jodi.
"Jadi, aku ingin kita membentuk tim kita sendiri, untuk menyelamatkan mereka."
"A-pa?" Satu kata itu keluar bersamaan dari mulut tiga orang di depan Hendri.
"Maksudnya, kami semua jadi anggota tim penyelamat?" tanya Revan panik. Sedetik setelah Hendri mengatakan kalimat itu, ia langsung membayangkan hal-hal buruk. Pergi ke Kota Jakarta dan dengan konyolnya berusaha menyelamatkan orang-orang yang tertinggal. Kalau berhasil, itu akan bagus. Tapi kalau gagal, tamat sudah dirinya. Ia akan menyesali itu. Ia tidak mau.
Hendri mengangguk untuk pertanyaan dari Revan. "Ya, kita akan membentuk tim sendiri, tapi tim kita haruslah rahasia dan jangan sampai diketahui oleh siapa pun, bahkan oleh anggota keluarga kalian sendiri."
"Kenapa begitu? Begini, Hendri, aku merasa apa yang kau rencanakan itu agaknya terlalu berlebihan. Kenapa kita tidak pakai cara yang mudah saja? Kita buat petisi. Bukan hanya kita, tapi seluruh kota ini. Mari buat petisi untuk menyelamatkan mereka, untuk mendesak pemerintah agar melakukan upaya penyelamatan."
Revan mengeluarkan pendapatnya. Jauh di dalam hatinya, itu adalah sebuah bentuk penolakan.
"Iya, benar. Aku belum sepenuhnya setuju dengan pendapat Revan, tapi, kupikir itu juga bisa dilakukan. Mendapatkan simpati masyarakat itu adalah salah satu gerakan yang bisa mengubah sesuatu. Ini sudah pernah terjadi dan banyak terjadi di masa lalu, hal-hal semacam ini. Mereka, para aparat dan pejabat akan bergerak ketik petisi dari masyarakat digaungkan," ucap Hera.
Jodi merasa tak sependapat. Sebelum Hendri kembali membuka suara, ia bicara lebih dulu. "Tidak, maksudku, bukan berarti ide membuat petisi itu tidak bagus. Tapi, itu akan memakan waktu yang lama. Aku yakin, Hendri juga memikirkan soal ini. Kita harus memikirkan soal ini. Membuat petisi, mengumpulkan orang, lalu menyampaikannya ke pemerintah. Bagus jika itu berhasil. Kalau malah kita ditangkap, bagaiman?" tanya Jodi.
"Benar kata Jodi. Itu yang aku pikirkan."
"Ya, memangnya, kalau kita membentuk tim rahasia dan menolong mereka diam-diam, kita tidak akan dituduh memberontak? Tentu kita juga akan ditangkap. Kita akan dihukum, dipenjara."
Revan mengatakan kalimat itu dengan nada yang agak tinggi, seolah menegaskan betapa ia memang tidak setuju dengan rencana Revan.
"Ya, tapi setidaknya kita bisa menolong mereka. Kemungkinannya lebih besar. Pikirkan itu dulu. Nyawa mereka."
Jodi mendebat Revan.
"Ya, oke. Tapi bagaimana kalau kita ketahuan sebelum bisa menyelamatkan mereka? Sama saja bunuh diri."
"Ya, jangan sampai ketahuan."
"Ya, sudah. Begini saja. Aku akan tetap pada pendirianku. Aku akan membentuk tim. Jika kalian tidak mau, maka aku akan mencari orang lain untuk bergabung. Lagi pula, aku juga memikirkan banyak hal dan akan merencanakan sematang mungkin. Aku tidak main-main dengan rencanaku ini."
Hendri berusaha menengahi Jodi dan Revan.
"Sekarang, aku tanya kalian. Apakah kalian bersedia ikut? Atau tidak? Itu terserah kalian."
Hening.