Kembali

1057 Kata
Suara itu, bukan. Itu bukan suara helikopter. Besi mendekat ke sana, mencoba mencari tahu suara apa itu. Ia merasa tak asing dengan suara tersebut. *** "Halo," Aul bergegas mengangkat telepon. Rupanya itu adalah telepon balik dari Hera. Aul sedikit heran, karena yang menelepon bukan pimpinan sebelumnya atau dari tim penyelamat. "Baguslah kalian masih ada di sana. Aku sempat takut tadi. Kalian baik-baik saja?" Mendengar itu, Joni mengambil alih telepon. "Coba kamu pikir, kami terjebak di sini, dan apakah kami baik-baik saja? Mana pimpinan tadi, katanya mereka sedang melakukan upaya terbaik untuk menyelamatkan kami di sini, tapi mana? Sudah dua atau tiga jam mungkin, sejak dia mengatakan itu, tapi kami tak juga melihat tanda-tanda kedatangan dari tim penyelamat. "Emh, maaf. Aku minta maaf sebelumnya. Aku sekarang jadi bagian dari tim penyelamat. Jadi, tenang saja, maksudku, tetaplah tenang, dan tetap terhubung. Jangan tutup teleponnya, oke. Aku dan temanku, sedang berusaha melakukan yang terbaik. Jangan ditutup, ya. Aku sedang men-charge ponselku sebentar." Aul dan Joni, serta Ipang juga Dollar, tak mendengar apa-apa lagi, selain beberapa suara yang tak terlalu jelas, mungkin karena jaraknya agak jauh. "Kenapa mereka itu? Padahal tinggal kirim dua atau tiga helikopter, maka selesai sudah. Kita bisa diselamatkan. Aneh memang pemerintah kita itu. Dari dulu, sampai sekarang, tidak pernah bisa dimengerti. Bukannya kalau mereka bisa menyelamatkan kita, itu akan membuat mereka tampak keren? Kenapa untuk urusan semacam ini, tidak ada yang berlomba-lomba melakukan? Pejabat-pejabat juga bisa menjadikan situasi ini sebagai ajang pencitraan. Aku akan cukup menghargainya, meskipun itu hanya untuk pencitraan semata. Yang penting kita bisa selamat." Joni kesal. Ipang dan Dollar yang sudah pasrah, tak mau menyia-nyiakan tenaga mereka untuk merasa kesal atau marah. Mereka memilih duduk, menyandarkan tubuh ke dinding, sambil memejamkan mata. Menahan perih di masing-masing perut mereka. Menahan pusing di masing-masing kepala mereka. "Sudahlah. Mari tunggu saja," ucap Ipang dengan sisa tenaga yang ada. Aul dan Joni pun melakukan hal yang sama. Duduk dan bersabar. Telepon mereka masih tersambung. Tapi, tak ada pembicaraan apa pun. Sementara itu, Besi yang masih penasaran dengan suara yang ia dengar. Ia sudah berpikir buruk, tapi segera ditepisnya pemikiran buruk itu. "Itu pasti suara mesin atau apa, bukan hal lain," ucap Besi, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Meskipun sebenarnya, ia takut. Laki-laki itu terus melangkah ke lantai atas. Tidak ada yang aneh, ia hanya harus ke salah satu ruangan yang ada banyak lokernya. Lalu, membuktikan kebenaran dari apa yang dikatakan oleh Dollar. Besi melangkah, namun ia sedikit ragu ketika hendak membuka pintu ruangan yang jadi tujuannya itu. Ia mendengar bunyi yang tak biasa. Ketika Besi membuka pintunya sedikit, ia bisa melihat kalau sosok mahluk mengerikan yang ia temui di Jakarta Underground sedang menyantap sepotong kaki. Besi menahan napas dan mencoba menutup kembali pintunya dengan sangat hati-hati, berusaha untuk tidak menimbulkan suara apa pun. Ia berpikir. Mencoba berpikir sangat keras. Di lantai itu, tidak ada lampu. Terang, tapi tak ada lampu. Karena dindingnya kebanyakan berupa kaca dan berwarna putih bersih. Serta cahaya yang berasal dari luar, cukup menerangi area dalam gedung tersebut. Jadi, mahluk itu pasti akan lebih leluasa untuk bergerak. Itu yang Besi simpulkan. Ia mencoba melangkah dengan hati-hati, berencana meninggalkan lantai atas, sekali lagi, dengan tanpa menimbulkan suara apa pun. Sekilas, ia melirik ke arah pintu yang menghubungkan Jakarta Underground dengan gedung yang sedang ia tempati. Pintunya terbuka. Tidak ada yang tahu soal jumlah mahluk mengerikan yang sedang berkeliaran di lantai yang sedang ia pijak itu. Besi tidak pernah menyangka kalau mahluk-mahluk itu dapat membobol pintu keluar yang cukup kuat itu. Padahal, ia merasa ia udah menguncinya dengan rapat. Besi tetap melangkah, menuruni anak tangga, dan mencoba merencanakan cara untuk memberitahu kawan-kawannnya dengan cara paling hening. Langkahnya pelan sekali, lalu saat Joni melihat ke arahnya, Besi memberi isyarat dengan menempelkan jari telunjuk. Menyuruhnya agar tidak berisik. "Ke-kenapa?" tanya Joni pelan. Aul juga keheranan dengan tingkah Besi yang dinilai janggal. "Sst." Besi berusaha sekali lagi, untuk membuat semuanya tidak bersuara. Dollar dan Ipang yang tadi sempat tidur selama beberapa saat, terbangun karena kehadiran Besi, meskipun Besi tidak banyak bicara. "Ada apa?" tanya Dollar dengan santainya. Besi segera membekap mulut Dollar. Segera, Dollar menyingkirkannya dan berkata dengan suara yang lebih pelan. "Ada apa?" tanyanya. Kali ini, suaranya benar-benar sangat pelan. "Kita harus turun." "Apa? Turun?" Besi mengangguk demi menjawab pertanyaan Dollar yang ke sekian. "Kenapa?" tanya Joni tak kalah pelan. "Di atas, ada mahluk mengerikan yang mengejar kita di penjara. Sepertinya, mereka berhasil keluar dari sana, menyusul kita." Empat orang yang mendengar pernyataan Besi itu langsung was-was. Aul dan Joni melirik ke arah telepon yang masih tersambung, lalu melirik ke arah Besi, seolah bertanya. Bagaimana dengan teleponnya? Besi menggeleng. "Kita harus segera turun. Tidak ada cara lain." Semuanya pun menurut. Joni mencoba memanggil Hera lewat telepon, tapi hanya berbisik saja, namun tak ada respon. Sepertinya, Hera sedang pergi entah ke mana dan ponselnya memang sedang di-charge. Ah, Joni tak punya pilihan lain, selain ikut turun bersama Besi dan yang lainnya. Ia tak bisa mengambil resiko untuk tetap di sana. Mereka semua pun turun dengan sangat hati-hati sekali. Mencoba melangkah dengan tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Besi berjalan di belakang. Mereka pun turun tangga dengan hati-hati. Di lantai selanjutnya itu, mereka melihat kantin. Ada perasaan bahagia, sekaligus takut. Sebab bisa saja, para mahluk itu segera menemukan mereka semua. Masih tanpa suara yang berarti, mereka berlima tahu ke mana harus menuju. Hal penting yang harus mereka lakukan saat itu adalah, makan. Ya, itu dulu. Makan dulu. Mengisi tenaga mereka, tapi tetap harus tanpa suara. Besi melangkah, tetap dengan isyarat yang sama, menempelkan jari telunjuk ke bibir. Ia takut kalau salah satu dari mereka bersuara keras. Mendekat ke arah kantin, Ipang dan Dollar, meskipun merasa takut, tapi tetap tak bisa menyingkirkan perasaan senang karena bisa segera menemukan sesuatu untuk dimakan. Besi membuka lemari kantin dengan sangat hati-hati. Sama halnya dengan Joni, Aul, dan Ipang, serta Dollar, mereka melakukan hal yang sama dengan hati-hati. Membuka lemari dan menemukan beberapa snack di sana. Dollar yang paling bersemangat, hingga ia sedikit mengeluarkan beberapa suara saat membuka snack-snack itu. Besi harus kembali mengingatkannya. Begitulah, mereka berusaha mengisi perut mereka dan mengisi tenaga, meskipun mereka tidak tahu apa saja yang mungkin akan mereka jelang setelah ini. Kesulitan apa, ketakutan apa, mereka tidak tahu. Mereka hanya berusaha untuk tetap hidup. Harus. Sementara di lantai sebelumnya, suara Hera terdengar. "Halo, halo? Aul? Joni?" Tapi tak ada yang membalas sapaannya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN