Terhadap uang, memangnya siapa yang mampu menahan diri? Tenang saja.
***
ST Tower dibangun kembali. Kali ini, bukan hanya di satu kota saja, melainkan dibangun di berbagai tempat, di berbagai kota. ST Tower, entah kenapa begitu berkembang pesat. Pembangunannya juga bisa dibilang sangat cepat. ST Tower mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah. Para ilmuwan, serta para tenaga kerja medis, semuanya begitu mengapresiasi didirikannya gedung itu di seluruh sudut negara.
Di hadapan publik, salah satu pencetus ST Tower, mengenalkan gedung itu sebagai gedung yang akan diisi dengan berbagai macam kegiatan penelitian yang akan mampu membantu dan sangat berguna bagi kemajuan medis serta kemajuan umat manusia.
Para pejabat serta pengusaha yang mendukung ST Tower ramai-ramai menginvestasikan uang mereka. Mereka semua merasa itu akan lebih baik. Kesehatan adalah hal yang utama, apalagi setelah Jakarta tenggelam, maka tentu saja, hal-hal yang menyangkut penelitian demi kebermanfaatan bagi umat manusia, harus didukung habis-habisan.
Dalam sebuah wawancara televisi, seorang presenter mewawancarai salah satu pencetus ST Tower yang bernama Profesor Ramli.
"Prof, bagaimana perasaan Profesor, setelah melihat ada begitu besar antusiasme yang ditunjukkan oleh publik terhadap pembangunan ST Tower ini?"
Profesor Ramli tersenyum. Tentu saja dengan penuh kebanggaan, ia menjawab pertanyaan dari sang presenter.
"Saya sangat bangga. Saya sangat bahagia dan memang, inilah yang harus kita gaungkan. Sikap antusias ini, sikap penuh kebanggaan ini. Sebab, tentu tujuan utama ST Tower, sejak dulu adalah mengembangkan suatu penelitian, mengembangkan suatu penemuan demi keberlangsungan kehidupan manusia yang damai. Itu."
"Jadi, memang sudah dapat dipastikan, sudah dapat terjamin, bahwa tujuan utama ST Tower, tidak lain dan tidak bukan, adalah demi kemajuan manusia?"
Profesor Ramli mengangguk. "Tentu saja. Tentu saja, itu adalah tujuan utama kami. Kami tidak perlu, ya. Terus berbicara soal tujuan-tujuan itu secara berlebihan, karena kami yakin, publik akan lebih menginginkan bukti ketimbang janji."
Ucapan yang sangat meyakinkan dari Profesor Ramli itu membuat sang presenter terkagum-kagum.
"Baik, Prof. Lalu, ada pertanyaan dari masyarakat juga, tentang apa yang terjadi dengan gedung ST Tower yang ada di Jakarta. Kabarnya, gedung itu tidak hancur sepenuhnya saat bencana dahsyat terjadi, tapi pihak ST Tower pun melakukan penghancuran dengan sengaja?"
Profesor Ramli mengangguk-angguk. "Ya, benar. Soal ini, pasti ini akan jadi pertanyaan publik. Saya sudah menduga soal ini. Pertama-tama, Anda dan semua masyarakat mestilah paham. Bahwa ST Tower merupakan gedung penelitian. Semua yang ada di sana, objek, virus, serta berbagai bahan yang mungkin akan sangat berbahaya jika dibiarkan begitu saja. Maka, kami, setelah diskusi yang cukup panjang, memutuskan untuk menghancurkan ST Tower yang berada di Jakarta tanpa sisa. Dengan begitu, semua material yang berbahaya akan hancur juga. Kami sangat-sangat mematuhi HAM. Jadi, hal semacam itu, tentu bukan hal yang harus lama-lama dipertimbangkan. Jika terkait kemanusiaan, kita harus cepat dalam mengambil sebuah keputusan."
"Wah, benar, Prof. Saya sangat setuju. Jadi, jika nanti di kemudian hari, Jakarta akan kembali dibangun, sisa-sisa kimia dari penelitian ST Tower tak akan mempengaruhi sekitarnya. Itu, bukan?"
Profesor Ramli mengangguk mantap. "Betul sekali. Sangat tepat. Itu yang kami putuskan."
"Baik, Prof. Masih banyak yang ingin saya tanyakan, semua pertanyaan ini datangnya dari masyarakat. Semuanya akan saya sampaikan kepada Profesor. Tapi, setelah iklan-iklan berikut ini. Tetap bersama saya dan Profesor Ramli dalam berita ini, dengan tema meninjau dan mengawal pembangunan ST Tower."
***
Profesor Ramli tidak pulang ke rumahnya setelah wawancara itu. Ia malah pergi ke tempat kerjanya di ST Tower Utama. Ia memeriksa kinerja para pekerja bangunan dan tibalah ia ke salah satu ruangan yang sudah seratus persen rampung dan bahkan sudah terdapat banyak benda-benda yang merupakan benda yang berhubungan dengan penelitian.
Di dalam ruangan itu, rupanya ada seseorang yang sangat Profesor Ramli kenali. Itu adalah salah satu rekannya. Profesor Kendra. Profesor Kendra adalah salah satu Profesor yang sudah cukup lama membersamai Profesor Ramli dalam pengembangan ST Tower. Ia juga merupakan salah satu Profesor yang terlibat ke dalam salah satu project ST Tower yang berada di Jakarta, yang kini sudah dihancurkan.
"Kau tidak mau menyapa?" tanya Profesor Ramli. Ia tahu pasti kehadirannya di ruangan itu sudah Profesor Kendra ketahui. Seharusnya, sewajarnya, Profesor Kendra menyapanya. Itu sudah menjadi kebiasaan kalau sesama profesor bertemu.
"Aku sibuk," ucapnya sambil memilah beberapa bahan yang ia gunakan untuk penelitiannya.
"Kenapa sibuk? Kita bahkan baru memulainya. Jangan terlalu memaksakan diri."
"Memulai? Aku tidak sedang atau tidak akan memulai. Kau tahu sendiri. Aku sudah tidak ingin terlibat dalam hal apa pun juga, termasuk dalam hal yang mungkin akan jadi rencana ST Tower ke depannya."
"Maksudmu? Ayolah, Prof. Kita sudah sangat sering membicarakan soal ini. Lupakanlah kegagalan di masa lalu dan mari kita ciptakan hal yang lebih baik dan lebih hebat dari sebelumnya. Hanya itu saja intinya."
"Tidak bisa. Aku akan mengakhirinya. Bersama dengan project terakhirku ini, aku akan mengakhirinya."
"Project terakhir? Tidak perlu. Sudah kubilang, itu tidak diperlukan lagi. ST Tower yang berada di Jakarta sudah musnah sampai ke akar. Lupakan soal para tahanan. Mereka juga sudah tak bersisa. Tidak ada yang tersisa. Kita bersih. Kita tidak perlu menciptakan penangkal untum virus itu."
Profesor Kendra menghentikan aktivitasnya. "Kenapa kau? Kenapa kau seolah tidak memiliki hati? Tidakkah kau berpikir soal perasaan orang-orang yang ditinggalkan? Tidakkah kau berpikir tentang mereka yang mengalami kejadian mengerikan itu? Bagaimana hidup mereka sekarang? Kau ini, manusia atau bukan?"
Profesor Ramli tidak merasa kesal atau merasa ingin protes dengan apa yang dikatakan atau disangkakan oleh Profesor Kendra terhadapnya. Ia memang sudah menduga pemberontakan dari Profesor Kendra sudah pasti akan terjadi.
"Sudah, hentikan. Lakukan apa yang ingin kau lakukan, Profesor, tapi perjanjian yang sudah kau tulis dengan ST Tower tidak akan bisa kau tentang. Kau masih jadi bagian dari ST Tower sampai tahun ini habis."
"Aku akan berikan semua uang dan aset yang telah kuterima darimu. Aku akan kembalikan semuanya."
"Semuanya? Bagaimana dengan putramu? Apakah kau juga akan memberikan putramu? Bukankah, putramu juga berhasil mendapatkan pengobatan dari penelitian yang difasilitasi oleh ST Tower? Tidakkah kau melupakan kebaikanku? Kebaikan kami?"
Profesor Kendra terdiam. Karena semua yang dikatakan oleh Profesor Ramli itu, semuanya benar. Tentang putranya, apalagi itu.
"Lupakan, Kendra. Aku bicara padamu bukan sebagai salah satu dari pendiri ST Tower. Aku bicara padamu sebagai seorang profesor. Lupakan project terakhir yang sedang kamu teliti ini. Mari kita bekerja seperti biasa."
"Lalu bagaimana dengan kasus Jakarta Underground? Lambat laun, publik pasti akan mengetahuinya."
Profesor Ramli tersenyum. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semuanya sudah tutup mulut dan terhadap uang, memangnya siapa yang mampu menahan diri? Tenang saja."