Telepon dan Lain-lain

1503 Kata
Lima orang itu, yang menyadari bahwa mereka sedang berada di sebuah gedung yang merupakan pintu masuk sekaligus pintu keluar penjara bawah tanah. Sedikit aneh dan menimbulkan banyak pertanyaan, tapi mereka sedang tidak terlalu peduli dengan itu. Kecuali Joni. "Masih menjadi misteri. Kenapa rasanya, ketika kita berjalan di penjara, di bawah sana, kita merasa datar-datar saja. Tidak ada tanjakan atau tangga, atau apa pun yang harus membuat kita naik, kecuali ketika hendak keluar, tapi itu pun rasanya tidaklah terlalu tinggi, tapi kenapa kita akhirnya harus keluar dan berada di sebuah gedung?" tanya Joni. Besi yang mendengarnya langsung sakit kepala. "Sungguh, Joni. Aku benar-benar tidak tahu soal itu. Entah bagaimana caranya, bawah tanah, terhubung dengan bagian atas gedung ini. Sungguh, aku juga tidak paham. Aku bukanlah orang yang menciptakan penjara itu. Atau gedung ini. Bukan. Jadi, berhenti bertanya dan cari makanan. Kita turun saja ke bawah. Semuanya, ayo! Kita sama-sama turun ke bawah. Tapi, ingat tetaplah waspada. Meskipun kita sedang berada di bagian atas sebuah gedung, bukan berarti kita aman. Oke?" Ipang, Dollar, Joni, dan Aul mengangguk, mengiyakan perintah Besi. Mereka pun mulai mengikuti Besi. Besi membuka pintu ruangan yang mereka tempati, lalu turun ke bawah melalui tangga. Kondisi sekitar gedung tersebut terlihat sangat berantakan. Tidak terurus, atau mungkin, sempat ada keributan sebelumnya. Tidak ada yang tahu soal itu. Lima orang yang menuruni tangga, kini berpencar. Tanpa diberi perintah begitu, tapi sepertinya semuanya sudah paham apa yang harus mereka lakukan dan apa yang harus mereka waspadai. "Apa mungkin di sini ada makanan? Aku ragu," ucap Aul sembari berjalan-jalan di lantai selanjutnya. Mereka semua terus berjalan, mencari-cari apa yang mungkin bisa dijadikan petunjuk dan apa ada yang mungkin bisa dijadikan pengganjal perut. Mereka kelaparan. Di sudut lain, Besi masuk ke dalam sebuah ruangan yang hawanya cukup dingin sekali, membuat bulu kuduknya merinding saja. Di sana, ia menemukan hal-hal yang aneh dan cukup menyita perhatian. Ada lemari loker dengan berbagai macam angka, tapi ketika Besi mencoba membukanya, semuanya terkunci. Jadi, ia tidak mendapat petunjuk apa pun soal lemari itu. Loker-loker itu benar-benar terkunci rapat. Hawa dingin yang ia rasakan, rupanya berasal dari salah satu lemari pendingin yang juga ada di ruangan itu, tapi sayangnya, kemungkinan besar bagian depannya agak rusak, sebab pintunya yang terbuat dari kaca itu sudah pecah. Hawanya masih ada, itu berarti mesinnya masih berfungsi dengan baik. Namun, sayangnya, lemari pendingin itu tak berisikan apa-apa, alias kosong saja. Tidak ada makanan atau apa pun yang bisa dimanfaatkan oleh Besi. Ia sedikit kecewa. Ia pun kembali keluar. Namun, di pintu ruangan itu, ada sedikit hal ganjil. Ada bercak darah di sana, dan itu membuat Besi agak takut. Ia pun keluar dan berniat menceritakan apa saja yang ia lihat di ruangan tersebut dan menyuruh semua teman-temannya untuk berhati-hati. Sedangkan di sisi lain, Joni menemukan sebuah ruangan yang cukup menguntungkan baginya. Seperti sebuah ruang perawatan. Seluruh dindingnya putih bersih dan sungguh-sungguh menyejukkan matanya. Ia berjalan perlahan dan menemukan tempat tidur yang terlihat nyaman. Sepertinya, memang diperuntukkan bagi orang yang sakit atau terluka. Joni mencoba berbaring di sana, dan merasakan kenyamanan yang membuatnya ingin kembali tertidur, tapi tidak jadi ketika ia melihat langit-langit ruangan tersebut. Ada tetesan air berwarna kecokelatan yang jatuh dari sana, menetes, dan menimbulkan bulatan noda cokelat di beberapa titik langit-langit ruangan tersebut. Ah, rupanya gedung ini pun rusak dan mungkin akan segera rubuh, pikirnya. Ia bangkit. Kembali mencari-cari sesuatu di ruangan tersebut. Ia menemukan kotak obat dan plester, serta alkohol. Ya, ia melihat kakinya sejenak dan berpikir untuk membalut ulang lukanya dengan balutan yang baru. Ia memanggil Aul. "Aul! Kemarilah! Aku butuh bantuan!" teriak Joni. Aul pun mendekat. Mendengar nada bicara Joni, Aul sedikit panik dan lari ke ruangan tempat Joni berada. Disusul oleh Ipang dan Dollar yang juga penasaran dengan apa yang sedang terjadi. Mereka cemas. Besi juga melakukan hal yang sama. Ia buru-buru pergi ke tempat Joni berada. Joni yang kemudian tahu bukan hanya Aul saja yang datang menghampiri teriakannya, hanya bisa tersenyum. "Kenapa kalian semua kemari?" tanyanya dengan wajah tanpa dosa. "Ya, karena kau berteriak! Ada apa?" tanya Besi sambil melihat ke arah sekitar. Ia mencoba menyisir ruangan itu, mencoba mencari kiranya mungkin ada bahaya apa di sana. Joni menggeleng. "Sungguh, tidak ada apa-apa. Aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Lagi pula, aku kan hanya memanggil Aul saja. Tidak memanggil kalian semuanya. Kenapa kalian semua malah kemari?" Joni menunjuk kotak obat dan menyerahkan kain kasa. "Aku hanya ingin meminta tolong kepada Aul untuk mengganti balutan luka di kakiku," ucap Joni. Ipang dan Dollar menatap tajam. "Kalau tahu seperti itu, aku tidak akan kemari, ya ampun," ucap Ipang. "Buang-buang waktu saja," ucap Besi, sambil berlalu, hendak keluar dari ruangan. "Eit, tunggu dulu. Sudah, kenapa kita tidak tetap di sini saja dulu? Kita bicarakan beberapa hal." Besi pun tak jadi keluar. Ia duduk di salah satu kursi. Sementara Ipang dan Dollar, meskipun tadi agak sedikit protes, tapi tetap tinggal di sana, tak beranjak dan ikut melihat-lihat. Aul membalut kembali luka Joni. Ia cukup ngeri melihat luka tersebut. "Aku cukup kagum, kau bisa bertahan sampai sejauh ini. Kau bertahan walaupun lukamu cukup besar." Joni tertawa bangga. "Ya, tentu saja. Aku memang terlahir kuat. Sejak dulu." "Cih!" Sesaat kemudian, Aul merasa menyesal karena telah memuji Joni. Tapi, memang tak dapat dipungkiri itulah kenyataannya. Kenyataan kalau Joni memang pemberani dan kuat. Aul bahkan merasa, sahabatnya itu memang memiliki keberanian dan kekuatan melebihi dirinya. "Oke. Sekarang, rencana kita, apakah akan berubah? Aku sedang berpikir dan menebak-nebak. Mungkin, kalau pun kita tidak mati karena mahluk-mahluk sialan itu, atau kita tidak mati karena banjir Jakarta, mungkin, bisa saja kita akan mati karena kelaparan. Sepanjang pencarianku di gedung ini, sejak tadi, aku tak menemukan apa-apa yang bisa dimakan." Ipang berkata panjang lebar. Mendengar itu, semuanya jadi ikut berpikir. "Mungkin, kita terlalu ragu-ragu. Seharusnya, kita bergerak lebih jauh, atau turun ke lantai lebih bawah, agar bisa menemukan sesuatu. Ya, kupikir begitu. Kita terlalu ragu-ragu." Aul menyampaikan pendapatnya. Tak ada yang menanggapi. Itu berarti mereka semua setuju. Bahwa mereka semua memang sedikit ragu-ragu dalam melakukan pergerakan. Atau, itu karena mereka berjalan sendiri-sendiri? "Kalau begitu, bagusnya apa yang harus kita lakukan sekarang? Turun ke bawah saja? Ke lantai bawah? Untuk mencari makanan?" tanya Aul. Besi mengangguk. "Ya, benar. Kita harus ke bawah. Cepat selesaikan tugasmu, Aul. Apa pun yang terjadi, kita memang berpacu dengan waktu. Itu yang harus kita ingat lagi. Jakarta akan tenggelam, itu bukan sekadar wacana. Itu akan terjadi. Itu bahkan sudah mulai terjadi. Itu yang harus selalu kita ingat." Semuanya mengangguk. Ya, mereka tidak seharusnya berlama-lama. Hanya kadang-kadang, rasa lelah yang membuat mereka selalu menahan langkah. "Inilah sulitnya kita. Jeleknya kita. Kalau ada yang mendesak, barulah bergerak. Harusnya, tidak begitu." Besi mengatakan itu dan semua yang ada di ruangan agaknya sedikit tersindir. "Oke. Selesai," ucap Aul yang sudah selesai mengganti balutan luka kakinya Joni. "Bagus. Kalau begitu. Joni, semuanya, ayo kita mulai bergerak. Kita harus mulai mencari petunjuk dan makanan untuk kita bertahan hidup." Besi sudah mengeluarkan pernyataan yang mau tak mau, itu harus dituruti oleh semuanya. Sebab memang, dua hal utama tersebut adalah yang paling penting saat ini. Mereka harus segera menemukan petunjuk apa pun itu. Lima orang kembali berjalan. Seperti biasa. Formasinya masih sama. Besi paling depan, di tengah ada Aul dan Joni, lalu yang paling belakang adalah Ipang dan Dollar. Mereka memutuskan untuk turun ke lantai selanjutnya. Sebab setelah beberapa kali dicek, mereka tak dapat menemukan sesuatu yang berarti di lantai sebelumnya itu. Di lantai selanjutnya, Besi cukup terkesan. Isi dari lantai itu seperti tempat penelitian. Beberapa ruangan terlihat sangat canggih dan mewah. "Mustahil jika di ruangan secanggih ini, tidak ada alat komunikasi," ucap Besi. Lalu, ternyata benar. Pernyataannya itu membawa mereka pada satu kenyataan yang cukup membahagiakan. Ada beberapa telepon di sana. Aul berusaha mengoperasikannya. Di tahun itu, alat komunikasi sudah sedemikian canggih. Jadi, seharusnya tidak ada kendala. "Masih menyala! Masih hidup!" Ayo bersorak ketika ia sudah menekan deretan nomor darurat. Ada bunyi 'tut' panjang beberapa kali, yang itu berarti telepon yang sedang ia gunakan itu masihlah berfungsi dengan sangat baik. Semuanya semringah dan mendekati Aul. Aul lalu menekan tombol loudspeaker agar semuanya dapat mendengar dengan jelas. Tut ... tut .... Terus berbunyi. Mereka harap-harap cemas menunggu. "Siapa yang kau hubungi?" tanya Joni. "Siapa lagi. Nomor darurat. Kita harus beritahu petugas, polisi, atau siapa pun bahwa ada orang-orang yang masih hidup dan masih tertinggal di Kota Jakarta. Mereka harus tahu supaya mereka bisa menolong kita." "Ide bagus," ucap Besi. Sayang, setelah bunyi 'tut' itu, tak ada tanda-tanda seseorang yang mengangkatnya. "Apakah mereka sangat sibuk? Sehingga telepon kita diabaikan?" tanya Joni, heran. Aul menggeleng. Entahlah. "Coba saja lagi," usul Ipang. Sebenarnya, tanpa disuruh pun, Aul sudah akan mencoba menelepon lagi. Namun, hasilnya sama. Masih tetap tak ada jawaban. "Oke. Aul dan Joni, cobalah terus menelepon. Jangan menelepon ke satu nomor saja. Cobalah ingat-ingat nomor telepon salah satu keluarga kalian. Aku, Ipang, dan Dollar, kita bertiga harus menyisir ke seluruh ruangan ini. Kita harus mendapatkan makanan atau air minum. Harus. Intinya, apa pun yang sedang kita lakukan, mari lakukan dengan cepat. Aul, Joni, Ipang dan Dollar mengangguk, tanda setuju.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN