Berakhir?

1048 Kata
Dollar dan Ipang bimbang. Ia merasa tak tega jika harus pergi tanpa Aul dan Joni. Sementara itu, Besi masih menimbang. Apakah ia dan dua tahanan yang tengah bersamanya benar-benar harus melanjutkan perjalanan? Sesegera mungkin? Walau tanpa Aul dan Joni? "Kita harus tetap melanjutkan perjalanan ini," ucap Besi. Hal itu membuat Dollar dan Ipang sedikit kecewa. "Apa sebaiknya, setidaknya, kita mencari mereka dulu?" tanya Ipang. Meskipun ia tidak tahu cara mencari mereka berdua, ia tetap mengajukan pertanyaan itu. Besi terdiam. Ia kemudian beranjak dan mencoba mencari celah dari reruntuhan-reruntuhan, tapi tak ada yang bisa terlihat dari sana. "Sepertinya, mencari mereka pun, akan sulit. Pilihannya adalah, seperti ini. Kita bertiga keluar. Satu lorong lagi, maka kita sudah sampai. Aku tidak bohong. Kita benar-benar akan segera sampai. Dan akan segera bebas. Lalu, setelah itu, kita minta bantuan petugas, polisi, atau siapa pun. Untuk kembali menolong Aul dan Joni." Besi mengatakan kalimat demi kalimat dari idenya itu dengan sedikit keraguan. Sebab, ia juga tidak bisa menjamin setelah keluar dari sana, apakah ada orang yang rela masuk ke dalam penjara dan mencoba menolong Aul dan Joni? Terlebih kondisi kota Jakarta yang mungkin sudah porak poranda. "Aku tidak yakin, untuk apa yang akan kita lakukan setelah keluar, aku ingin Aul dan Joni bersama kita. Lagi pula, kalau kita keluar, bukannya kita masih tahanan? Apa kau pikir, kita bisa bebas berkeliaran?" tanya Dollar. Ia malah memperkuat keraguan Besi sendiri. "Memangnya, kau punya cara?" Besi bertanya balik. Ia sudah lelah jadi seseorang yang dijadikan sebagai pembuat keputusan. "Entah ini akan berhasil atau tidak, tapi, meskipun jalan ini terblok, kita bisa pakai jalan lain. Mungkin ada jalan lain, entah." "Kembali lagi?" tanya Ipang. Wajahnya yang lelah, seperti tak setuju. "Ya, bisa saja. Atau, salah satu dari kita yang kembali. Dua dari kita, tetap di sini, atau pergi ke luar. Mencari jalan keluar." Lagi, jawaban Dollar sama dengan apa yang Besi katakan sebelumnya. Jawaban yang disertai keraguan. "Satu orang ke sana dan dua ke luar? Sebenarnya, cara berpikirmu itu seperti apa, Dollar! Kau ini gila atau bagaimana? Satu orang ke sana, lalu bagaimana lagi ia bisa menemukan jalan keluar? Hanya Besi yang tahu. Kalau Besi yang pergi mencari Aul dan Joni, maka kita bagaimana? Kalau salah satu dari kita, dan Besi pergi ke luar, bagaimana juga nantinya? Akan sulit. Memikirkannya saja membuatku sakit kepala." Ipang mengatakan itu, sambil memijit kepalanya yang semakin pusing saja. Ya, itu karena menurutnya, ide dari Dollar itu sangat tidak masuk akal dan ribet. "Oke. Menurutmu, sekarang, apa?" Ditanya seperti itu, Ipang juga tidak tahu jawabannya. "Sudah. Tidak ada pilihan lain. Kita tunggu satu atau dua jam. Kalau memang mereka tidak menemukan kita, meskipun aku ragu, mereka selamat atau tidak tadi itu. Ah, coba kalian pikir. Ipang, Dollar, kalian tidak berpikir ke arah sana? Bisa saja, bukan? Aul dan Joni mungkin, sudah tak terselamatkan? Maksudku, tadi itu, kita bisa lihat sendiri. Betapa dahsyatnya pergerakan tadi. Reruntuhan-reruntuhan di depan kita membuktikan kalau nyawa mereka, bisa saja terancam. Kita tidak tahu yang sebenarnya." Sekarang, pemikiran Besi berkembang ke arah yang lebih memilukan. Pelik. Memang, ada benarnya. Tidak ada yang tahu, satu pun di antara mereka tidak ada yang dapat memastikan apakah Aul dan Joni masih hidup, atau sudah tiada? Semua pemikiran itu benar-benar membuat Ipang, Dollar, dan Besi larut dalam kebimbangan. Mereka bingung dengan langkah apa yang paling tepat untuk diambil di situasi yang sedang mereka hadapi. "Sudah kubilang. Tidak ada pilihan lain, selain menunggu selama beberapa saat. Kalau tidak ada tanda-tanda kehidupan dari mereka, atau kita tak juga menemukan cara untuk mencari mereka, maka, berakhir sudah. Kita akan keluar dari sini, bertiga saja. Tanpa Aul dan Joni, yang kita pun tidak tahu. Apakah masih hidup atau tidak." Dollar dan Ipang, mau tak mau, akhirnya mengangguk juga. Mereka tak punya pilihan lain. Karena yang dikatakan Besi memang benar kemungkinannya begitu. Tiga orang itu duduk. Di depan mereka adalah lorong panjang, lorong yang merupakan lorong terakhir yang akan membawa mereka kepada kebebasan. Sedang di sisi lainnya, adalah reruntuhan yang sudah memblokade jalan menuju tempat mereka semula. *** Aul dan Joni sudah beristirahat agak lama. Mereka berusaha untuk tetap waspada, sebab kemungkinan tanah bergerak akan terjadi lagi, serta kemungkinan soal mahluk yang terinfeksi mendekati mereka, adalah dua kemungkinan yang paling bisa terjadi saat ini. Keduanya sudah mencoba mencari celah dari reruntuhan itu, berusaha untuk mencari cara memberitahu Besi dan yang lainnya, bahwa mereka masih hidup dan memerlukan pertolongan. Namun, itu tak kunjung berhasil. Lagi dan lagi, sekeras apa pun Aul dan Joni berusaha untuk menyingkirkan sedikit demi sedikit reruntuhan yang menjadi penhalang, tetap tidak ada yang berubah. Reruntuhan itu sangat banyak. "Apa yang harus kita lakukan sekarang? Argh, ini percuma. Kita tidak bisa ke mana-mana. Rasanya, sudah tidak ada harapan," ucap Aul. Ia merasa keinginannya untuk segera pulang dan kembali kepada orang tuanya, menemui orang-orang yang dicintainya, semakin jauh saja. Aul kembali terduduk lagi di samping Joni. Joni gak berkeinginan untuk bicara. Kakinya sakit lagi. Saat tanah bergerak tadi, ada beberapa reruntuhan yang menimpa kakinya dan sakitnya bukan main. Ia baru merasakan sakitnya itu, justru setelah beberapa saat duduk dan mencoba beristirahat. "Joni. Kakimu sakit lagi?" tanya Aul setelah ia menyadari keheningan Joni. Joni, tak ada yang bisa ia berikan sebagai jawaban, kepada Aul, selain anggukan kepala. Ya, ia merasa sakit dan sungguh, ia tidak tahan lagi. Ia ingin segera keluar. Bahkan mungkin, keinginannya keluar dari situasi dan dari penjara tersebut, berkali-kali lipat lebih besar dari Aul atau siapa pun. Setelahnya, setelah beberapa waktu berpikir, Aul berdiri. "Joni, apakah ini akhir dari kita? Apakah ini adalah saat-saat terakhir? Benar, begitu? Sungguh, aku buntu. Tidak dapat memikirkan jalan atau cara apa pun saat ini." Joni menggeleng, lalu bangkit dari duduknya. Sambil menahan sakit di kakinya, ia mencoba menyingkirkan reruntuhan demi reruntuhan. "Ini bukan akhir dari kita. Jangan sampai jadi akhir dari kita. Mari singkirkan reruntuhan demi reruntuhan ini." Aul memandang reruntuhan demi reruntuhan yang menggunung tinggi, yang sudah memisahkan mereka dari Besi, Ipang, dan Dollar. Sedikit mustahil, ia dan Joni bisa segera menyingkirkan semua reruntuhan itu, akan tetapi, jika diam saja, itu bahkan sama sekali tidak akan berpengaruh apa-apa. Tidak akan mengubah apa-apa. Maka, keputusan Joni pun akhirnya diamini oleh Aul. Pemuda itu pun melakukan hal yang sama. Sedikit demi sedikit, mengumpulkan tenaga yang masih tersisa, dan mencoba menyingkirkan reruntuhan-reruntuhan. Ini, memang bukan akhir dan jangan sampai jadi akhir.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN