"Jangan pikirkan apa pun. Kita pikirkan saja diri kita!"
***
6 bulan kemudian.
Pembangunan ST Tower di dekat kampus sudah hampir seluruhnya rampung. Kegiatan di sana juga sudah mulai dilakukan. Beberapa penelitian tentang penyakit, virus, serta pengembangan obat-obatan untuk jenis penyakit langka sudah mulai dikembangkan. Program pembelajaran kunjungan para mahasiswa ke salah satu gedung ST Tower pun sudah mulai dijalankan. Berbagai kampus bahkan berlomba-lomba untuk jadi yang pertama kali mendapatkan program pembelajaran tersebut.
Lagi, Aul dan Joni harus menyaksikan bagaimana dosen-dosen di kampusnya mengagung-agungkan ST Tower, seolah gedung penelitian tersebut adalah satu-satunya hal yang paling berharga di dunia pendidikan.
"Oke. Hari ini, kami, para pengajar di kampus ini, sudah mendapatkan sebuah kabar gembira yang tentunya kalian tak akan mungkin melewatkannya. Dan memang, jangan sampai kalian melewatkannya. Program pembelajaran di gedung penelitian ST Tower ini akan segera dilangsungkan. Dan kalian akan mendapat nilai plus jika mendaftar pada kunjungan pertama kali. Kalian, siap?"
Semua orang bersorak sesaat setelah dosen tersebut menutup pernyataannya. Kecuali Aul dan Joni yang sama sekali tak merasa tertarik oleh apa yang disampaikan si dosen.
"Kau mau daftar?" tanya Joni. Aul jelas saja menggeleng. "Memangnya, kau mau?"
Tapi Joni mengangguk. "Mau."
"Untuk apa? Mendengar namanya saja aku muak.
"Ya, tapi tetap saja. Aku penasaran. Memangnya, kamu tidak?"
"Tidak. Aku tidak tertarik dan tidak penasaran sama sekali."
"Aku akan ke sana. Tidak mungkin rasanya jika ada zombie di sana, bukan?"
"Entahlah."
"Aku akan mendapat nilai bagus jika mendaftar sekarang. Kau tetap tidak mau?" Joni bertanya lagi, seolah sedari tadi mereka sedang dalam situasi tawar-menawar.
"Sial. Oke. Aku ikut."
"Bagus. Mari kita lihat ST Tower yang ada di kota ini. Apakah lebih bagus atau bahkan lebih buruk dari ST Tower yang ada di kota kita sebelumnya?"
"Oke. Terserah saja."
Joni tersenyum. Sebenarnya, rasa penasarannya jauh daripada itu. Ia bukan hanya sekedar ingin membandingkan ST Tower di kota ini dengan yang sebelumnya, tapi ia juga ingin tahu apakah ST Tower di kota ini juga memiliki penelitian ilegal seperti yang terjadi di penjara bawah tanah Jakarta Underground? Ataukah kali ini, mereka memang murni mengembangkan penelitian yang benar?
Setelah mereka mendaftar, maka satu jam setelah itu, mereka benar-benar pergi ke ST Tower. Mereka semua berjalan kaki, sebab seperti yang dikatakan oleh dosen sebelumnya, bahwa ada sah satu gedung ST Tower yang dibangun di dekat kampus. Sehingga, tak perlu memakai kendaraan untuk dapat ke sana. Cukup dengan berjalan kaki saja.
"Baiklah. Mari kita lihat ST Tower yang disombongkan oleh kebanyakan orang itu, seperti apa," ucap Joni saat rombongan kampus mereka tiba di halaman depan gedung ST Tower.
Aul mengangguk. "Ayo, aku tidak sabar untuk menghujatnya."
Mereka pun tertawa sambil terus berjalan, memasuki gedung.
***
Dosen sombong yang juga ikut menjadi pendamping berjalan paling awal. Ia sepertinya terkagum-kagum dengan setiap detail yang ada di ST Tower. Bahkan mungkin dengan debu yang menempel di dindingnya pun, dosen itu merasa kagum.
Selain itu, ada beberapa orang yang menjadi pengarah di sana. Pakaiannya seperti seorang dokter. Mungkin profesor, entahlah. Semua orang yang ke sana cukup tersihir dengan bangunan yang cukup megah dari ST Tower. Termasuk Aul dan Joni. Mereka berdua terlihat cukup terkejut. Bangunan ST Tower yang ada di kota mereka sekarang, yang sedang mereka lihat rupanya jauh berbeda dari yang ada di Jakarta sebelumnya.
"Wow, banyak yang berbeda di sini," ucap Joni di sela-sela kunjungan mereka. Aul juga cukup terkejut dengan apa yang ia lihat sejak tadi. Alih-alih mendengarkan penjelasan, kebanyakan dari mahasiwa itu malah fokus kepada detail gedung.
"Mereka pasti mengeluarkan banyak uang untuk ini," ucap Aul.
"Ya, tentu saja."
"Tidak habis pikir."
"Ehm, apakah mungkin saja, kali ini ST Tower benar-benar bersih?" Joni memulai pembicaraan yang cuku serius dengan berbisik.
"Aku tidak yakin, Jon. Kita tidak bisa percaya begitu saja soal itu."
Mereka terus melangkah memasuki beberapa ruangan. Beberapa lainnya dilarang untuk dimasuki.
"Baiklah. Di ruangan ini, teman-teman sekalian silakan melihat-lihat. Karena memang tempat ini khusus untuk dikunjungi dan dieksplor oleh para mahasiwa."
Pengarah itu pun undur diri sebentar dan membiarkan dosen serta mahasiswa yang ikut serta untuk melihat-lihat sambil mencatat hal-hal yang penting di sekitar mereka.
Aul masih terlihat malas, berbeda dengan Joni yang cukup antusias.
"Bagaimana kalau kita benar-benar bekerja di sini." Joni bergumam sambil melihat-lihat salah satu gambar besar bagian-bagian sebuah virus.
"Pertanyaan mendadak. Sebutkan bagian-bagian virus!" perintah salah satu dosen kepada Joni. Joni cukup lega itu bukan dosen sombong.
Joni terdiam sesaat sebelum menjawab. "Empat bagian utama dari sebuah virus adalah bagian kepala, bagian isi tubuh, ekor dan kapsid."
"Bagus sekali. Kau anak baru. Dan katanya sebelum ini, kau dan satu anak baru lainnya berada di jurusan geografi, bukan? Maaf di kampus kami kalian harus mempelajari soal ini juga. Sebab mata kuliah ini wajib untuk semua jurusan."
"Hmm. Baik."
"Menurutmu, Joni, apa ST Tower benar akan bertahan lama?"
"Hah? Apa?" tanya Joni, sedikit terkejut karena dosen itu bertanya demikian. Sebab ia pikir, semua dosen di kampus sangat mengelu-elukan ST Tower.
"Lupakan. Nikmatilah waktumu di sini."
"Baik."
Dosen itu pun berlalu. Aul mendekati Joni dengan raut wajah penasaran.
Tanpa mendapat pertanyaan dari Aul, Joni langsung menjawab, "Dia hanya berbasa-basi."
***
Pengarah itu kembali ke ruangan setelah cukup lama meninggalkan dosen dan para mahasiswa.
"Oke, baik. Mari kita lihat-lihat ruangan selanjutnya. Kita masih di lantai satu. Ada sekitar enam lantai lagi. Tapi, lantai lima dan lantai empat adalah kawasan yang cukup steril. Sehingga tidak boleh dimasuki sembarang orang. Mari kita ke lantai dua sekarang."
Semuanya kemudian keluar dari ruangan tersebut dan segera pergi ke lantai dua, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh si pengarah.
Mereka memasuki lantai dua dan sebenarnya, keadaan serta tatanan ruangannya pun tak terlalu jauh berbeda dengan lantai sebelumnya.
"Apa bedanya?" Aul bergumam. Sejujurnya, ia sudah merasa sangat bosan.
Baru saja semuanya berjalan beberapa langkah, terdengar sebuah ledakan yang cukup keras dari lantai tiga. Yakni satu lantai setelah lantai yang tengah mereka saat ini.
Semuanya panik, tapi beberapa ada yang penasaran. Mungkin mereka menganggap itu bukan masalah besar, tapi Joni tak begitu. Ia menarik Aul dan bahkan menyeretnya dari sana, lalu turun ke lantai satu.
"Jangan pikirkan apa pun. Kita pikirkan saja diri kita!"
Setelah perkataan Joni, mereka berdua berlari lebih kencang.