Zalma berjalan menuju tengah ballroom bersama Barbara, bodyguard, serta beberapa direktur di belakangnya. Ia berseri-seri karena akan segera bertemu dengan pemilik Civatel Investement.
Alex berjalan menuju tengah ballroom bersama tunangan, ajudan setia, bodyguard serta beberapa direktur di belakangnya. Ia sumringah karena akan segera mengenal siapa pemilik Essential Plus.
Namun, ketika mereka bertemu di tengah ruangan megah, senyum di bibir mereka masing-masing menghilang begitu saja. Raut wajah berseri-seri dan sumringah yang memancar sejak awal berubah 180’.
Tidak hanya Alex dan Zalma yang saling tertegun memandang tak percaya, tetapi juga tunangan cantik, asisten, ajudan setia, dan para bodyguard kedua belah pihak.
Saat mereka diharapkan untuk saling bersalaman dan menyambut satu sama lain, yang terjadi justru kebekuan dalam tatap.
Saat mereka dikira akan segera berbincang dan melempar pujian pada satu sama lain seperti yang biasa dilakukan oleh para pebisnis ketika bertemu, yang terjadi justru kesunyian dalam hiruk pikuk musik dari atas panggung.
Tak ada satu pun yang berkata, tak ada satu pun yang bergerak. Seolah waktu berhenti di sini dan dunia menolak untuk berputar.
Yang ada hanya degup jantung menggila!
Yang ada hanya ketidakpercayaan akan apa yang ada di hadapan!
Yang ada hanya desiran darah mengalir dengan kecepatan sekian ratus kilometer per jam.
Dan yang ada hanya …
Perih.
Pedih.
Remuk … redam.
Bagi Zalma, ini adalah mimpi tergelap dalam detik paling terang.
Bagi Alex, ini adalah engah terpengap dalam udara paling segar.
Kalau kalian menjadi mereka berdua, bagaimana? Apa yang akan dilakukan?
Di mana kemudian mata biru nan indah Zalma bergerak perlahan pada wanita di sebelah mantan terindahnya. Menatap pada wanita yang telah menggantikan posisinya.
Sorotnya turun pada leher, melihat berlian indah di sana dan dia tahu tidak mungkin wanita itu membelinya sendiri. Pasti sang lelaki -mantannya- yang membelikan.
Terus turun ke bawah … cincin pertunangan.
Siapa yang mengambil oksigen dari sekeliling Zalma? Kenapa dia jadi tidak bisa bernapas setelah melihat cincin pertunangan itu? Bukankah dia sudah pernah melihat sebelumnya di media sosial?
Lalu, kenapa ketika dilihat secara langsung di depan mata sayatannya menjadi berjuta kali lipat lebih perih?
Netra biru secrah angkasa siang hari bergerak naik. Wajah Xeloma dipandangi dengan jutaan kepedihan oleh Zalma.
Haruskah ia ledakkan sekarang juga kepala wanita itu? Bolehkah ia melakukannya? Karena itu yang ada di pikirannya saat ini.
Sementara adalah sang mantan yang melamar hanya dalam waktu delapan bulan setelah mereka berpisah? Setelah hubungan delapan tahun mereka kandas ….
Ketika delapan tahun memori indah di dalam kepala sang mantan hilang begitu saja setelah delapan bulan berpisah, haruskah wanita ini yang disalahkan?
Bagaimana bisa disalahkan jika pertunangan itu terjadi saat Alex dan Xeloma sama-sama single?
Benak Zalma terus berputar dengan berjuta gamang tak tentu arah.
Di mana Xeloma juga menatap Zalma dengan sorot tak jauh berbeda. Bagaimana dia harus bersikap saat ini? Dia seolah hadir di tengah kisah masa lalu yang sudah terhenti ….
Tanpa dia tahu apakah benar terhenti atau di dalam hati satu sama lain sebenarnya masih tersisa api yang masih membara.
Dan Alex, lelaki terkaya di negara tetangga terus terpaku memandangi wanita berambut keemasan yang selama delapan tahun ia panggil Goldie.
Satu sesak yang sama menghimpit nuraninya. Kenangan terakhir saat mereka berpisah menggerayangi memori, membuat rintihan dalam hati.
Suara tangis Zalma bergema di gendang telinga. “Apakah kamu tahu delapan tahu lalu aku nyaris mati karena meneguk obat tidur terlalu banyak?”
“Aku tidak mau membuka mata karena selalu yang kulihat hanyalah kamu sementara kamu sudah pergi dariku.”
Demikian tangis Zalma di telepon. Mantannya itu menghubungi dalam keadaan mabuk. Menelepon dini hari setelah tahu kalau dia bertunangan dengan Xeloma.
Dan sekarang … di sinilah ia menatap kembali mata biru terindah dengan sejuta perasaan tercabik kegamangan.
Orang-orang di sekitar mereka mulai saling pandang dalam kebingungan. Mereka bertanya dalam hati kenapa antara Zalma dan Alex tidak saling berjabat tangan? Kenapa hanya saling bertatap saja sementara detik terus berjalan?
Ajudan bernama William berbisik di telinga Alex. “Tuan, berhenti menatap Nona Zalma dan segera sapa dia.”
Akan tetapi, Alex masih membeku dan tidak menanggapi ucapan William. Dia seperti berada di dunia lain, terus menatap mantan tercantiknya nyaris tak berkedip.
William menghela, “Tuan Alex! Sadarlah!” bisiknya sekali lagi sambil mengguncang lengan majikannya.
Baru setelah diguncang itulah Alex bangun dari lamunan paling rumit dalam hidup. Segera menoleh pada William dan bertanya seperti orang linglung. “Apa? Kenapa?”
Sekali lagi William berbisik sambil menahan engah. “Sapa Nona Zalma. Jangan berdiri dan diam saja!”
“Oh, ya, ya …,” angguk Alex terengah sendiri, kemudian menatap sang mantan. Suara gugupnya terdengar, “A-apa … uhm … a-apa kabar, Zalma?”
Ia melihat bagaimana mata biru kesukaannya mulai digenani air bening, berubah jadi kemerahan. Pemandangan yang membuat d**a makin sesak serta perut semakin teraduk-aduk.
Di mana kemudian Zalma hanya menjawab, “Aku mau ke kamar mandi sebentar!”
Lalu, CEO cantik berambut pirang berlari sekencang mungkin meninggalkan rombongan. Orang-orang yang tak mengerti hanya bisa terus melongo dalam kebingungan.
Dan Alex, ia sampai membalikkan badan karena terus memandangi Zalma yang berlari ke arah luar ballroom, menuju kamar mandi.
Desis sangat pelan terdengar dari bibir lelaki gagah dan tampan tersebut, “f**k! Kenapa dia ternyata pemilik perusahaan ini?”
***
Menahan rasa mual yang menyerang perut karena panik mendadak, Zalma berlari menuju kamar mandi. Ia tidak sanggup jika harus berdiri terus di sana memandangi mantannya datang bersama tunangan cantik.
Tak sanggup karena kita semua tahu bahwa dia masih sangat mencintai Alex dan tidak bisa sepenuhnya mengikhlaskan lelaki itu menikahi wanita lain.
Mendorong pintu kamar mandi, segera masuk ke salah satu bilik dan mengucinya rapat, kemudian ia duduk di atas closet tertutup. Napas wanita itu terengah hebat, sangat hebat, bahkan tersengal.
Telapak tangan yang sudah sedingin salju kutub utara nampak gemetar. Sedahsyat itu efek seorang Alex Stormstone padanya.
Sejak dulu hingga sekarang, memang sedahsyat itu efek sang lelaki padanya. Hanya lelaki itu yang mampu membuat Zalma tak berpikir panjang hingga nyaris mati over dosis meneguk obat tidur dalam jumlah banyak sekaligus.
Iya … hanya dia.
“Fuuck!” erang Zalma memeluk dirinya sendiri karena sekarang tidak hanya tangan, tetapi seluruh tubuhnya yang gemetar.
Menggeleng, menahan isak, setengah mati mencoba untuk tidak menangis.
Karena kalau dia menangis, bagaimana dengan make up yang sudah dibubuhkan di wajah? Memang semua itu waterproof, tapi bukankah tetap saja akan meninggalkan bekas?
Masih dengan kepanikan serta kegugupan tak berbatas, ia letakkan ponsel yang sejak tadi digenggam di atas paha. Telunjuk yang gemetaran menekan layar, mencari sebuah nomor telepon, lalu ….
“Crystal ….”
Ia menelepon sahabatnya di Eropa. Tak tahu lagi harus berbicara pada siapa di saat seperti ini.
Karena meski isak itu sudah ia tahan setengah mati, nyatanya begitu Crystal menjawab dan bertanya ada apa, ia mengucap dengan suara terisak lirih.
“Aku bertemu Alex dan dia membawa Xeloma bersamanya ….”
***
Sementara itu, kita mundur sekitar 20 menit ke belakang saat Dantheo baru saja selesai melakukan chatting dengan Zalma. Dia melewati hotel tempat istrinya itu sedang melakukan peresmian kerja sama, kemudian memberikan ucapan sukses dalam hati.
Sejatinya Dantheo sedang menuju tempat Ronald sang kakak untuk merayakan pesta ulang tahun pernikahan.
Namun, ponselnya mendadak berbunyi dan nama Mommy muncul di layar.
“Yes, Mom?”
“Kamu sudah bersiap menuju rumah Ronald? Mommy sudah di sini,” ucap Anya.
“Ya, aku sudah di jalan. 30 menit lagi sampai.”
“Kamu bersama Zalma, bukan?”
“No, dia ada acara peresmian kerja sama.”
“Dia tidak datang?” Anya nampak terkejut.
“Datang, tapi sedikit telat. Setelah acara kantornya selesai, dia langsung berangkat ke rumah Ronald.”
Kening Nyonya Besar Lycenzo mengernyit, “Kenapa kamu tidak datang ke acara peresmian Zalma? Dia tidak ada keluarga di sini. Tidakkah sebaiknya kamu menemaninya?”
Ganti kening Dantheo yang mengerut, “Dia sudah dewasa, Mommy. Aku yakin dia baik-baik saja di sana tanpaku. Lagipula, kami sudah sepakat tidak mencampuri urusan satu sama lain.”
“Kalau aku ke sana, nanti aku dikira sok ingin tahu urusannya? Dia juga tidak memintaku untuk datang. Atas dasar apa aku tiba-tiba datang ke sana?”
Anya tersenyum kecut, “Atas dasar bahwa biar bagaimana pun kamu suaminya dan seharusnya kamu menemani acara penting seperti itu!”
“Mom, kami bukan suami istri sungguhan!” hela Dantheo menggeleng.
“Yes, you are!” tandas sang bunda. “Surat pernikahan kalian resmi! Jadi, suka atau tidak, tetapi kamu adalah suaminya. Nah, sebaiknya kamu bersikap seperti yang seharusnya dilakukan oleh seorang suami, paham?”
Kemudian, Anya menutup telepon, meninggalkan Dantheo tertegun sendiri. Menghirup napas panjang, memenuhi paru-paru dengan udara, lalu memejamkan mata sesaat sebelum ia berkata, “Paman Gabriel, putar balik!"
***
Kendaraan Dantheo berhenti di depan lobi hotel. Ia turun bersama dua orang bodyguard dan langsung menaiki tangga menuju ballroom di lantai dua.
Tepat saat mendekati pintu masuk, ia melihat seorang wanita memakai gaun hitam berlari kencang menuju kamar mandi. Rambut pirang keemasan tergerai bebas nampak melambai ke udara.
‘Zalma?’ gumamnya dalam hati, bingung kenapa sang istri seperti sedang dikejar setan hingGabrielrlari sedemikian kencang.
Sudah mana sekilas tadi dia melihat wajah Princess-nya seperti sedang dirundung nestapa, dibalur masalah berat.
‘Ada apa?’ Ia menjadi penasaran, kemudian melangkahkan kaki menuju kamar mandi wanita.
Pintu dibuka perlahan, masuk ke dalam dengan sangat senyap, kemudian terdengar suara isak dari salah satu bilik.
“Crystal! Dia membawa Xeloma bersamanya!”
“Bagaimana ceritanya kamu bisa bertemu f*****g Stormstone? Bukankah kamu ada acara peresmian kerja sama?” bingung Crystal melalui saluran telepon yang dipasang mode loudspeaker.
Karena tangan Zalma terus bergetar, ia merasa kesulitan memegang ponsel. Maka, gadget tersebut diletakkan di atas paha dan dia berbicara melalui pengeras suara.
Isak Nyonya Muda Lycenzo terdengar pilu. “Ternyata, dialah pemilik Civatel Investment! Alex pemilik perusahaan itu! Aku sama sekali tidak tahu!”
“Dia juga sepertinya tidak tahu kalau akulah pemilik Essential Plus! Please, aku harus bagaimana, Crystal? Aku tidak bisa balik ke sana! Aku tidak kuat melihat mereka berdua!”
“Saat aku melihat cincin pertunangan di jari manis Xeloma, hatiku sangat sakit! Aku langsung teringat bagaimana Alex meninggalkanku tanpa memberiku kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki keadaan!” tangis Zalma merintih.
Kemudian, terdengar betapa ia memiliki kenangan gelap, “Dan aku juga teringat saat aku bangun di rumah sakit dengan keluargaku menangis karena aku hampir saja mati.”
“Aku teringat bagaimana aku meneguk lima obat tidur sekaligus hingga aku nyaris mati, Crystal! Melihatnya bersama Xeloma membuatku merasakan semua perasaan yang dulu!”
“Aku seperti lelucon di hadapan mereka! Aku seorang diri dan terlihat tak pernah bisa berjalan maju sementara mereka berdua teramat bahagia! Badut, aku seperti badut di depan mereka!”
Dantheo tertegun mendengarnya. Tak menyangka di balik sifat keras dan garang sang istri ada hati remuk redam, ada air mata yang tidak bisa dicegah. Tak menyangka ada kerapuhan yang berusaha diatasi seorang diri.
"Yang harus kamu lakukan sekarang adalah keluar dari toilet ini, Zalma Victorie Yan! Apa kamu mau membiarkan Xeloma menertawakanmu dalam hati, hah?”
“Dia bersama Alex sementara kamu menangis di sini? The hell? Tidak! Dia tidak boleh menertawakanmu! Dia harus takut akan keberadaanmu, Girl! Ayolah! Bangun dan keluar dari toilet!” hentak Crystal membangkitkan semangat sahabatnya.
Zalma menggeleng, tetap menangis dan tidak berani keluar. “Tapi, aku sudah menangis dan mereka pasti tahu aku menangis! Lagipula, bagaimana aku harus menghadapi mereka berdua?”
“Aku harus berbuat apa di depan mereka? Aku merasa seperti barang rongsokan yang dibuang oleh Alex sementara Xeloma adalah berlian yang dia idam-idamkan!”
Crytsal kembali bersuara tegas. “Kamu berbuat seperti layaknya pebisnis di depan f*****g Stormstone dan f*****g b***h! Heh, jangan katakan padaku mereka membawa Anabelle juga!”
Kening Dantheo mengerut, penasaran siapa Anabelle yang dimaksud. Setahu dia, Anabelle adalah boneka berbentuk anak kecil perempuan yang dirasuki setan.
Terdengar jawaban Zalma, “Tidak, mereka hanya berdua. Tsamara tidak ikut.”
Oh, ternyata Anabelle adalah sebutan Crystal untuk seorang anak perempuan bernama Tsamara. Itu adalah anak Alex dengan wanita lain sebelum Zalma.
Rintih isak Zalma mengudara lagi, sangat memelas, “Aku tidak bisa keluar, Crystal. Apa aku pulang saja dan biarkan wakil direktur yang menyelesaikan acara ini? Aku bisa pura-pura sakit, bukan?”
“Heh, kamu jangan gila, Zalma! Sekali lagi, keluar dari kamar mandi ini dan tunjukan siapa Zalma Victorie Yan yang sebenarnya! Tunjukkan pada Alex kalau kamu baik-baik saja tanpa dia!” perintah Crystal menegaskan lebih tegas lagi.
Sahabatnya berucap, “Malam ini adalah malam yang besar bagimu, Zalma. Malam ini keberadaanmu diakui oleh dunia bisnis. Bukankah itu yang kamu inginkan?”
“Yah, meski ternyata penanam modal di perusahaanmu adalah mantanmu sendiri, that f*****g Stormstone, tapi dunia tidak mengetahuinya, bukan? Yang dunia harus ketahui adalah kamu wanita hebat. Putri Mikhail Yan yang akan membawa kerajaan bisnis Yan semakin berkembang di Amerika!”
“Bagaimana kamu mau melakukan itu kalau kamu terus bersembunyi di kamar mandi, bahkan kabur dari acara? Jangan gila, ya! Kamu tidak boleh kabur!”
Crystal menegaskan, “Tegakkan kepala, rapikan dandananmu, lalu kembali ke acara seolah tidak terjadi apa-apa! Kamu bisa melakukannya, dan kamu harus melakukannya! Paham?”
Zalma menghapus air matanya. Ucapan Crystal mulai merasuk, “Jadi, aku kembali saja ke sana dan hadapi mereka seolah tidak ada apa-apa? Apa aku bisa melakukannya?”
“Tentu saja kamu bisa! Perlihatkan pada Alex kalau dia sudah salah besar membuangmu! Perlihatkan pada Xeloma kalau kamu adalah wanita yang jauh berkelas di atasnya!” angguk Crystal menahan engah.
Kalau boleh jujur, Crystal sudah ingin ikut menangis bersama Zalma. Dia ikut merasakan sakitnya hati sang sahabat. Akan tetapi, dia harus kuat agar Princess mau keluar dari kamar mandi dan menghadapi dunia.
“Keluarlah, Zalma. Buat keluargamu bangga. Kalau kamu kabur, keluarga Yan akan malu. Ayolah, ayah dan ibumu pantas dapat kebanggaan darimu, bukan?” ucap Crystal sekali lagi menahan pilu.
Setelah mendengar ini, barulah hati Zalma mulai tergerak. Wajah ayah dan ibunya melintas, di mana ia tak pernah ingin mengecewakan keduanya.
Maka, meski masih ada isak tersisa, ia memberanikan diri untuk berucap, “Baiklah, aku akan keluar. Aku akan menegakkan kepala, dan aku akan keluar dari sini.”
“Doakan aku kuat, Crystal ….”
Mendengar itu, Dantheo segera keluar dari kamar mandi sebelum Zalma tahu dia ada di sana mendengarkan semua ucapan sang istri.
***
“Paman Gabriel!” panggilnya pada sang pengawal setelah menjauh dari pintu kamar mandi.
“Ya, Tuan?”
“Carikan asisten Zalma. Suruh dia membawakan tas Zalma yang berisi make up ke kamar mandi ini.”
“Siap, Tuan!”
Sekitar lima menit kemudian Barbara datang sambil membawa tas make up Zalma. “Tuan Dantheo mencari saya? Ini tas make up Nona Zalma.”
Lelaki tampan dan dingin mengangguk. “Berikan tas itu pada Zalma di dalam kamar mandi. Kalau dia bertanya, jangan katakan aku yang menyuruh.”
“What? Kenapa? Ta-tapi … nanti kalau Nona Zalma i—”
Dantheo memotong ucapan Barbara hanya dengan sorot mata tajam. Satu kilatan dari bola mata sudah cukup membuat sang asisten menutup mulut. “Baik, Tuan,” angguknya dan segera masuk ke dalam kamar mandi.
Dia tidak mau Zalma tahu kalau dia mendengar percakapan di kamar mandi. Kalau mendadak ketahuan dia yang membawakan tas make up itu, Zalma pasti akan curiga kalau dia menguping.
Karena Dantheo juga tidak ingin Zalma merasa malu di depannya malam hari ini. Sudah cukup perasaan sang istri diruntuhkan dengan kenyataan bahwa mitra bisnis terbaru adalah sang mantan.
Sementara Barbara mulai berjalan mendatangi Zalma, dia berjalan menuju pintu ballroom. Melongok sesaat ke dalam, menyapu pandang, langsung menatap pada sepasang kekasih yang sedang dikerubungi banyak orang.
Tak ada ekspresi apa pun di wajah, hati pun hanya bergumam, ‘Hmm, jadi itu dia?’
***
Zalma sedang mengeringkan matanya di depan kaca ketika Barbara mendadak masuk membawa tasnya. Sedikit terkejut, ia bertanya, “Kenapa kamu bisa seperhatian ini dan membawakn tasku?”
Barbara tersenyum kaku, teringat tidak boleh berkata kalau Dantheo yang menyuruh. “Saya hanya pikir mungkin Nona ingin memperbaiki dandanan di kamar mandi.”
Nyonya Muda Lycenzo memeluk asistennya secara mendadak sambil berucap lirih. “Terima kasih, Barbara. You’re the best! Aku memang sangat butuh bedak serta make up lainnya untuk merapikan dandanan.”
Dengan menahan milyaran rasa perih menyayat di dalam asa, Zalma mulai memulas kembali wajahnya yang sembab. Bekas air mata berupa garis tipis di pipi ia tutupi dengan bedak.
Lima menit kemudian, tak terlihat lagi kalau dia baru saja menangis karena bertemu dengan mantan yang sudah membawa tunangan baru. “Apakah aku sudah terlihat secantik semula?” tanyanya pada Barbara.
Sang asisten mengangguk, “Jauh lebih cantik! Nona akan bersinar terang malam ini! Ayo, kita segera kembali ke pertemuan!” ucapnya tersenyum lebar sambil mengacungkan dua ibu jari.
Seperti kata Crystal, Zalma harus menegakkan kepala, masuk kembali, dan membuat bangga orang tuanya. Oleh karena itu, meski sekujur tubuh kembali terasa akan gemetar akibat ketakutan tersendiri menemui Alex dan Xeloma, ia mencoba menahan semuanya.
Melangkah keluar dari kamar mandi, betapa terkejut saat melihat siapa yang sedang berdiri di dekat pintu masuk ballroom. Seorang lelaki tinggi, tampan, memiliki sorot mata tajam dan dalam. Di mana lelaki itu tengah menunggunya, lalu tersenyum kecil saat dia datang.
“Ka-kamu? Kenapa kamu di sini? Aku kira kamu langsung ke rumah Ronald?” engah Zalma tak menyangka.
Dantheo mengendikkan bahu, menjawab singkat dan tenang. “Hanya mampir untuk mengecek apakah semua baik-baik saja.”
Mereka saling pandang selama beberapa detik sebelum pembawa acara terdengar memanggil nama Zalma untuk kembali masuk ke dalam ruangan.
“Mari masuk, Princess,” ucap Dantheo tersenyum lirih, mempersilakan istrinya untuk berjalan berdampingan dengannya.
Zalma menarik napas untuk menguatkan diri. Dia tidak tahu kapan pria tersebut datang, tak tahu untuk apa lelaki itu datang, dan jelas tak tahu kalau sang suami mendengar semua percakapannya dengan Crystal di kamar mandi.
Semakin jauh langkah Zalma memasuki ballroom, semakin dekat jaraknya dengan Alex dan Xeloma. Ia bisa melihat pasangan kekasih itu kembali menatapnya tak jauh berbeda seperti pertama kali bertemu sekitar 10 menit lalu.
Dada dihentak dari dalam seiring detak jantung menggila. Udara kian terasa sempit dan sulit diraih. Ia bisa merasakan jemari mulai gemetar.
Sial! Kenapa sedahsyat itu efek Alex Stormstone bagi seorang Zalma Victorie Yan?
Akan tetapi, mendadak ada yang merengkuh jemari lentiknya dengan erat, tetapi lembut.
Reflek, wajah cantik Zalma menoleh pada Dantheo. Terkejut karena kenapa tiba-tiba sang lelaki menggandengnya sangat erat?
“Kamu memakai gaun dan hak tinggi. Aku takut kamu terbelit gaunmu sendiri dan terjatuh,” jelas Dantheo menjawab tatap bingung Zalma.
Dan karena pikiran sang istri sudah penuh dengan petir bertalu, dengan tsunami menggulung, apa pun jawaban Dantheo ia terima saja.
Tak sanggup untuk berdebat meski itu hanya untuk menentukan apakah bumi bulat atau kotak.
Akan tetapi, satu hal yang ia tahu adalah kegugupannya jadi lebih berkurang semenjak Dantheo menggenggam erat jemarinya. Yang tadinya gemetar ketakutan kini tak lagi terasa seperti itu.
Rengkuhan Dantheo seolah memberi kekuatan tambahan baginya untuk terus melangkah, meski Zalma tak menyadarinya.
Di depan panggung, Alex jelas melihat jemari mantan tunangannya sedang direngkuh dan digenggam erat oleh lelaki lain. Membuatnya terhentak, bertanya-tanya siapa pria yang berani sekali menyentuh seorang Zalma Yan?
Ia tak bisa berhenti menatap pada wajah cantik serta rengkuhan di jemari sang wanita. Ada perasaan bergemuruh tak jelas di dalam batin melihatnya. Terutama karena dia tahu tak semudah itu seorang lelaki bisa menyentuh Zalma.
‘The f**k is he? Siapa dia dan kenapa dia berdekatan terus dengan Zalma? Kenapa dia menggandeng sangat erat?’ engahnya dalam hati, membatin dalam kebingungan.
Sementara di sebelahnya, Xeloma memandang lirih pada bagaimana Alex nampak tegang ketika Zalma kembali datang. “Darling? Kamu baik-baik saja?” bisiknya bertanya.
Ia tatap sang kekasih dengan kekhawatiran. Ada resah terselip di batin Xeloma saat melihat Zalma Yan yang menurutnya pribadi tampil sangat cantik dan anggun malam hari ini.
Alex menoleh, lalu menjawab sambil tersenyum sendu. “Ya, aku baik-baik saja. Aku hanya terkejut dengan semua ini,” ucapnya menahan engah.
Mereka kembali berhadapan. Akan tetapi kali ini Zalma tidak sendiri. Ada Tuan Muda Lycenzo di sebelahnya.
Selama beberapa detik sunyi kembali mengudara. Empat pasang mata saling menatap satu sama lain dengan lekat.
“Zalma, apa kabar?” Alex lebih dulu memulai pembicaraan. Senyumnya terlihat dipenuhi dengan kegamangan.
“Baik. Kamu apa kabar, Alex?” balas Zalma memaksa diri untuk tersenyum walau dirasa sangat kaku.
Kemudian, Xeloma ikut berbicara dan menyapa, “Selamat sore, Zalma. Senang bisa berjumpa denganmu.”
“Hmm,” sahut Zalma tersenyum dingin pada Xeloma. Dia tidak bisa berkata hal yang sama, yaitu senang bertemu dengan wanita yang telah menggantikan dirinya di hati Alex.
Dantheo mendadak merangkul pinggang Zalma. Bibir ia dekatkan ke telinga harum di balik helai rambut pirang. Sambil tersenyum mesra ia berkata pelan, “Segera mulai acara peresmiannya, Princess.”
Alex menarik napas saat melihat jemari Dantheo merayap di pinggang mantannya. Ditambah bisikan yang sedemikian dekat, apalagi diucap dengan gesture yang menunjukkan bukan atasan dan bawahan. Maka, ia tidak kuasa untuk tidak bertanya.
Terdengarlah spontan sebuah pertanyaan dari bibir Tuan Besar Stormoson. “I’m sorry, tapi sepertinya kita belum mengenal satu sama lain. Kamu siapa dan kenapa ada di acara peresmian ini?”
Tuan Muda Lycenzo melihat perubahan di wajah Alex ketika ia merengkuh pinggang Zalma dan berbisik mesra. Perubahan yang membuatnya tersenyum dingin sebelum menjawab tegas.
Sambil merangkul pinggang Zalma lebih erat, lebih mesra, ia berkata, “Namaku adalah Dantheo Lycenzo.”
“Dan aku adalah suaminya Zalma.”