Ch.07 Sahabat Baru

2199 Kata
“Beri aku saran, gaun serta perhiasan mana yang bagus untuk aku pakai ke acara peresmian kerja samaku besok lusa.” Zalma sedang menelepon adiknya, Vienn Yan. Yang ditelepon kemudian memperhatikan katalog, “Sebentar, biar aku lihat semua.” Adiknya itu adalah seorang fashionista sejati. Bahkan, tidak seperti dirinya yang memegang perusahaan sang ayah, Vienn Yan lebih memilih untuk membangun kerajaan bisnis fashion sendiri. “Aku rasa yang hitam ini bagus, yang model one shoulder dengan detail bunga kecil di bagian kanan. Kamu akan terlihat anggun, tetapi juga tegas.” “Untuk perhiasan, aku suka ini. Tidak terlalu banyak detail bling-bling, cukup menampilkan berlian yang mahal dengan grade terbaik.” “Lagipula, ini peresmian kerja sama, bukan acara Met Gala,” kekeh Ren. “Yang penting, kamu harus terlihat cantik, elegan, tegas, dan juga berkarakter, karena kamu adalah CEO sekaligus pemilik perusahaan itu.” Zalma melongo mendengar penjelasan sang adik. “Wait, kamu … uhm … Dantheo tidak menghubungimu dan menyuruhmu mengatakan ini semua, ‘kan?” “Ha? Apa maksudmu?” bingung Vienn. “Masalahnya, dia juga menunjuk baju serta perhiasan yang sama denganmu. Yang dia katakan juga tidak jauh berbeda!” bingung Zalma, mencurigai sesuatu yang padahal dia tahu sendiri itu tidak mungkin. Vienn tergelak, “Memangnya Dantheo tahu nomor teleponku hingga bisa membuat rencana seperti yang kamu pikir?” “Christophertahu nomor teleponmu! Dia terobsesi denganmu sama seperti Crysler terobsesi dengan Zenn!” desis Zalma menggaruk kepala pirangnya sambil menggeleng jengah. Adiknya semakin tertawa. “Well, sepertinya Dantheo memiliki selera yang baik dalam pakaian, bukankah begitu?” “So, apa yang sudah terjadi padamu dan Dantheo hampir seminggu tidur bersama. Bagaiamana rasanya ada orang lain di ranjangmu, Kak?” kikik Vienn mengulik penasaran. Zalma mengendikkan bahu, “Rasanya kuanggap biasa saja meski aku ingin berteriak dan kabur dari sana. Aku tidak bisa bebas di kamarku sendiri, hanya itu saja yang menyebalkan.” Ia memandangi layar komputer dan sekali lagi memastikan, “Jadi, sudah fix aku pilih yang ini saja, ya? Barbara akan kusuruh membelinya sekarang agar segera dikirim hari ini juga.” Vien mengangguk, “Satu hal mengenai Dantheo selain dia memiliki selera pakaian yang baik, berarti dia juga peduli padamu karena memilihkan pakaian itu untukmu. Bukankah begitu, Kak?” “Ah, mungkin itu hanya karena dia tidak ingin aku datang ke acara ulang tahun pernikaha Ronald memakai gaun yang menurutnya jelek,” kekeh Zalma menampik dugaan sang adik. Wanita pirang bermata biru menjelaskan, “Acara peresmian jam lima sore, acara Ronald jam tujuh malam. Dia tidak datang ke peresmianku karena langsung ke rumah Ronald.” “Kami akan bertemu di rumah Ronald. Itulah mungkin kenapa dia hanya ingin memastikan aku berpakaian yang menurutnya cantik.” Vienn terkekeh, “Atau memang dia sungguh mulai tertarik padamu, melihatmu sangat cantik dengan rambut pirang dan mata birumu, lalu berusaha untuk membuatmu tahu kalau dia menyukaimu?” Zalma terdiam selama beberapa detik. Keningnya mengerut, memikirkan ucapan sang adik, lalu tergelak sendiri. “Kamu ada-ada saja, Vienn! Sudah, sudah! Aku mau bekerja dulu!” “Ya, ya! Baiklah, kabari aku kalau ada apa-apa, ya? Bye.” Percakapan adik dan kakak berhenti. Zalma memandangi lagi layar komputernya sambil bergumam. “Hmm, iya, dibanding gaun lain di katalog memang gaun ini yang terbaik.” “Chanel memang selalu memberikan desain terbaik bagi penggunanya.” Ia menghubungi Barbara, “Aku sudah memutuskan. Aku akan memakai Chanel di katalog nomor 7. Untuk perhiasannya, aku ambil kalung dan gelang dari Cartier di katalog no 23.” “Dan Barbara, tolong beli sekalian sepasang jam tangan Rolex Gold yang akan kukirim link-nya kepadamu sebentar lagi. Aku akan menghadiahkannya besok lusa. Jadi, tolong bungkus yang cantik sekaligus beri ucapan selamat ulang tahun pernikahan.” Zalma membeli hadiah ulang tahun pernikahan untuk Ronald dan Eleanor, kakak iparnya. Mana mungkin dia datang ke acara itu dengan tangan kosong, benar? “Siap, Nona Yan. Oh, ya, sekaligus saya mengingatkan bahwa Anda ada janji temu nanti sore jam tiga. Pihak tamu sudah mengkonfirmasi hal ini.” “Hmm, aku ingat. Pertemuan dengan perusahaan Apex Food Groups. Mereka menanggapi tawaran kita untuk bermitra di Amerika Latin,” angguk Zalma. “Thanks, Barbara.” *** Di kantor perusahaan Percepta Inc, salah satu anggota dewan direksi mereka sedang dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita berpakaian serba merah. “Apa kamu tidak mau menyuruhku masuk ke dalam ruanganmu?” Eva Williams nama wanita itu. Kulit kecokelatan karena ia asli keturunan dan berasal dari Columbia. Rambut hitam panjang digerai bebas, memulas kecantikan alami yang dimiliki. “Bagaimana kamu bisa berada di sini?” desis Dantheo tetap berdiri tegak dengan jarak satu langkah di antara mereka. Eva tertawa kecil, “Kita baru empat tahun berpisah. Pihak security perusahaan ini masih sangat hafal siapa diriku.” “Bahkan, sekretaris Ronald dan Christopher saja hanya diam melihatku berjalan menuju ruanganmu.” Dantheo menarik napas panjang, kemudian tersenyum dingin. Pertanyaannya selalu singkat seperti biasa, “Apa yang kamu mau dariku?” “Aku ingin bertemu, mengobrol, dan merajut kembali persahabatan kita yang pernah terhenti.” Jawaban Eva dilontarkan dengan senyum manis serta suara mendayu. Akan tetapi, Tuan Muda Lycenzo hanya tertawa kecil tanpa suara, lalu berkata, “Aku tidak tertarik.” Lalu, tubuh gagahnya melangkah maju menuju pintu ruang kerja dan memasukinya. Meski d**a sedang dihantam gemuruh sesak, tetapi ia begitu pintar menyembunyikan itu semua. Dan Eva, dia juga pintar karena sekarang mengekor masuk ke dalam ruang kerja sang pria. Saat Dantheo sudah duduk, ia segera mendekati. “Di sana ada kursi, duduk saja di situ,” ucap Dantheo datar, menunjuk kursi di seberang mejanya dengan dagu. Akan tetapi, Eva tidak mau melakukannya. Ia justru kian mendekat dengan langkah pelan, tetapi pasti. Wanita latin tersebut menyandarkan b****g seksinya di pinggiran meja, posisi mereka sekarang saling berhadapan. Ia menghela satu napas panjang seraya berucap, “Apa kamu masih marah dan membenciku, Dantheo?” “Aku tidak ada rasa apa pun padamu,” tukas Dantheo tanpa senyum sedikit pun di bibirnya. “Sekarang, pergilah dari sini! Aku ada rapat dengan Ronald sebentar lagi.” Eva sepertinya bukan wanita yang mudah menyerah. “Boleh aku bertemu lagi denganmu?” Dantheo menatap tajam, lalu bertanya datar. “Apa suami tuamu yang bernama Pablo Montoya itu tahu kamu di sini?” Eva tertawa pelan, lalu menggeleng. “Pablo Montoya sudah mati. Satu bulan lalu dia terkena serangan jantung. Hal yang wajar bagi lelaki berusia 65 tahun, bukankah begitu?” Tertegun sesaat, Dantheo cukup terkejut mendengar nama yang bertanggung jawab dalam menghancurkan hubungannya dengan Eva ternyata telah meninggal. Dan reaksi pertamanya adalah, “Kamu membunuh dia?” Eva tergelak kencang, lalu mengendikkan bahu. “Apa bedanya aku membunuh dia atau tidak? Aku bahkan tidak ada di kota saat dia terkena serangan jantung. Pokoknya, dia sudah mati dan aku bebas.” Satu tarikan napas panjang dihirup oleh Eva. Ia mengembuskan perlahan sambil membungkukkan punggung sedikit. Jemari lentiknya menyentuh pergelangan tangan Dantheo, lanjut dengan mengusap jemari kokoh. “Bisakah kita melupakan apa yang terjadi sebelum ini?” “Melupakan kamu meninggalkan aku demi lelaki tua bangka itu?” desis Dantheo tersenyum sinis. “Aku tidak ada pilihan. Keluargaku memiliki urusan sendiri dengan Klan Montoya dan aku dipaksa untuk menikahi Pablo. Kamu sudah tahu semua itu. Aku menikahi dia karena terpaksa,” tatap Eva lirih. “Apa kamu pikir aku yang 25 tahun kala itu ingin menikah dengan lelaki berusia 60 tahun?” Dantheo menahan engah sambil berucap, “Aku sudah bersedia untuk bertemu dengan mafia Columbia sialan itu. Aku sudah bersedia untuk perang dengannya demi membatalkan perjodohan gila itu. Tapi, kamu memilih untuk meninggalkan aku!” “Aku tidak mau membuat peperangan antara Lycenzo dan Montoya! Aku juga tidak mau seluruh Klan Wiliams dibantai oleh anak buah Pablo Montoya! Kenapa kamu sulit sekali untuk mengerti? Aku menikahinya supaya tidak ada darah tertumpah!” Ternyata, Eva Williams adalah wanita yang berasal dari dunia mafia juga. Akan tetapi, keluarganya menguasai negara Columbia. Menyentuh dan merengkuh jemari Dantheo lebih erat lagi, Eva berucap lirih, “Kamu tahu bahwa meninggalkanmu adalah hal paling menyakitkan untukku saat itu.” “Tapi, keluargaku diancam oleh Klan Montoya. Dan aku juga yakin Paman Stevan tidak mau mengangkat senjata hanya demi aku, Dantheo.” Ia memandang sendu pada mantan kekasihnya. “Kamu tahu sendiri dulu Mommy Anya tidak terlalu suka padaku, bukan?” “Aku hanya ingin kita memulai lembaran baru lagi bersama. Aku tahu dari tatapmu kalau rasa itu masih ada di sana, tidak berubah.” Pintu ruang kerja tiba-tiba terbuka dan Dantheo segera menarik tangannya dari rengkuhan Eva. Keduanya menoleh ke arah pintu dengan wajah kaku dan sedikit terkejut. “Eva?” Christopher pun terkejut dengan siapa yang dia lihat sedang berdekatan dengan kakak angkatnya. “Hai, Chris. Long time no see,” sapa Eva melambai ramah. “Apa kabarmu?” “Masih selalu berpesta setiap hari Jumat malam dan bangun siang setiap hari Sabtu,” jawab Christ tertawa datar, lalu melirik pada Dantheo seakan bertanya ada apa ini? Yang dilirik segera berdiri dari kursi kerja, lalu menyambar satu buah berkas yang telah disiapkan di atas mejanya oleh sekretaris. Dantheo menatap Eva, lalu berucap, “Pergilah, ini kantor, bukan tempat untuk mengenang masa lalu. Seperti yang aku bilang tadi, aku mau rapat.” “Dan seperti yang kamu bilang tadi, kita hanya berpisah selama empat atau lima tahun. Jadi, aku yakin kamu masih ingat jalan keluar dari sini.” Eva tersenyum lirih, lalu mengangguk. “Aku akan pergi, tapi aku sungguh berharap kita bisa bertemu lagi. Aku bersungguh-sungguh saat mengatakan bahwa aku merindukanmu.” Dantheo hanya diam tak bereaksi apa pun mendengar ucapan rindu tersebut. Yang ada di dalam d**a saat ini hanya gemuruh panas beserta pedih. Raga molek nan jelita melangkah keluar dari ruang kerja Tuan Muda Lycenzo. Setelah menyapa Christopher sekali lagi dengan ramah dan hangat, sosoknya menghilang di balik pintu. Sekarang, Tuan Muda Liu menatap saudaranya dengan sorot penasaran sekaligus khawatir. “What was that? Kenapa dia di sini?” “Aku tidak mau membicarakannya, Chris.” “Kamu tahu dia istri Pablo Montoya, bukan? Apa suaminya tahu dia di sini?” Dantheo melintas di sebelah adik angkatnya, lalu berucap sinis, singkat, “That motherfucker Pablo f*****g Montoya sudah mati.” *** Mendekati jam tiga sore kurang sedikit, intercom di pesawat telepon Zalma berbunyi. Ada suara Barbara di sana, “You’re 3 PM appointment is here, Miss Zalma.” “Oke, suruh langsung masuk saja,” angguk Zalma. Ia cepat berdiri, merapikan blazer cokelat tua yang dikenakan, lalu berjalan menuju pintu untuk menyambut tamu yang datang. Pintu dibuka dari luar oleh Barbara, lalu masuklah seorang wanita berambut hitam panjang, berwajah cantik khas wanita latin, dengan baju serba merah. Zalma segera menghampiri, menjulurkan tangan, dan mengucap, “Selamat sore, selamat datang di Esential Plus. Perkenalkan, aku adalah Zalma Victoria Yan. Aku merupakan owner sekaligus CEO di perusahaan ini.” Sang wanita tersenyum lebar, cepat menjabat tangan Zalma dengan bersahabat. Kemudian, ia memperkenalkan diri, “Hai, Zalma. Perkenalkan, aku adalah Eva Williams dari Apex Food Groups. Sama sepertimu, aku juga owner sekaligus CEO dari perusahaan itu.” Eh, bagaimana ini ceritanya? Perusahaan lain yang akan bekerja sama dengan Zalma Yan ternyata adalah perusahaan Eva Wiliams? Perusahaan istrinya Dantheo akan bekerja sama dengan perusahaan mantannya Dantheo? Astaga! Zalma mempersilakan Eva duduk di sofa kulit empuk, saling berhadapan. Barbara kemudian datang membawa makanan serta minuman ringan untuk menjadi pelengkap pertemuan sore hari ini. Sekretaris Zalma berucap, “Saya juga sudah memberikan makanan serta minuman ringan pada lima bodyguard Anda di depan.” Eva tersenyum lebar, “Oh, terima kasih banyak. Aku sangat menghargainya.” Barbara tersenyum, “No problem, Mrs. Wiliams. Saya juga sudah biasa menyedikan makanan serta minuman ringan bagi bodyguard Miss Zalma.” Kemudian, sang sekretaris keluar dari ruangan. Kembali hanya ada dua wanita pebisnis handal di dalam ruangan. Zalma menatap lekat, “Kamu membawa bodyguard cukup banyak. Apa suamimu yang menyuruh mereka mengikutimu? Karena Mommy-ku juga selalu pergi dengan banyak bodyuard,”canda Princess-nya Dantheo. Eva tertawa kecil, “Sebenarnya, suamiku sudah meninggal sejak satu bulan lalu. Tapi, aku belum mengubah statusku sehingga orang masih sering memanggilku dengan sebutan Mrs, alias Nyonya.” “Dan tidak, mereka adalah bodyguard keluargaku sendiri yang sudah mengikutiku sejak masih remaja.” Lalu, keduanya saling menatap dengan pemikiran masing-masing. Mulai paham kalau sepertinya mereka berasal dari latar belakang yang tidak jauh berbeda, dengan kata lain … dunia mafia. Eva tersenyum kecil, lalu berkata, “Aku merasa ke depannya kita akan lebih dari sekadar rekan bisnis. Aku merasa mungkin kita ke depannnya bisa menjadi sahabat, bukankah begitu?” Dan Zalma, ia menanggapi dengan tawa renyah. “Yeah, mungkin saja. Di saat dua wanita memiliki banyak kesamaan biasanya mereka kemudian menjadi sahabat.” Mrs. Wiliams mengangkat gelas kaca berisi limun segar. “Berhubung tidak ada champagne atau wine untuk bersulang, aku rasa limun dingin ini sudah cukup, bukan?” Sambil mengangkat gelasnya dan tertawa pula, Zalma mengangguk. Ia menyentuhkan kedua gelas mereka sambil berucap, “Untuk hubungan kerja sama dan persahabatan yang baik ke depannya!” “I like that!” angguk Eva, kemudian meneguk limunnya setelah ditumbukkan pelan ke gelas Zalma. Pertanyaannya sekarang, apakah dua wanita itu saling mengetahui siapa mereka sebenarnya? Apakah Eva tahu kalau Zalma adalah istri Dantheo? Apakah Zalma tahu kalau Eva adalah mantan Dantheo?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN