“Setiap hari aku harus duduk berdua, ngobrol, bertatap muka, tidur bareng sama cowok yang nggak cinta sama aku. Aku nggak dianggap, Fa. Selama ini Fariz juga sama sekali nggak perduli sama aku.” “Kalau begitu, kenapa Fariz gila-gilaan ngejar-ngejar kamu waktu itu?” “Alasannya ya Cuma satu, Ayesha. Aku ini Cuma pelarian, Fa. Pe-la-ri-an. Dikira dapet durian runtuh begitu diuber-uber sama cowok tajir dan ganteng kayak Fariz, eh rupanya justru inilah awal petaka. Kalau tau gini, aku pun nggak mau nikah sama Fariz. Sakit hati yang ada.” “Hus! Nggak boleh ngomong begitu. Pernikahanmu ini suci, dan Allah yang mempertemukan kalian dalam ikatan suci itu. Jangan menyesali apa yang udah menjadi kehendak Allah.” “Eh iya ya? Berarti aku salah ngomong tadi.” Ashel menepuk mulutnya sendi

