8

1321 Kata
"Kak Shella Kak Shella, kak pacar kakak pingsan kak. Kepanasan kak." Shella tersentak. Tiba-tiba saja salah satu adik angkatannya menghampiri dengan nafas ngos-ngosan memberi kabar tentang pacar. Tentu saja Shella langsung mengerutkan kening. Pacar? Pingsan? Lah, kan gue jomblo ya?! “Dek, lo salah orang kali. Shella yang ini jomblo loh.” Nadia, membantu Shella yang kini nampak kebingunan. “Enggak, Kak! Bener kok. Orangnya tadi nunjukin foto Kak Shella yang ini. Kak ikut aja, please! Masa depan saya jadi jaminan, Kak.” Pinta orang suruhan Michell dengan ekpresi memelas. Shella tak bisa berkutik saat lengannya ditarik. Ia diculik oleh adik kelas. “Eh, ngapain coba ke klinik. Sumpah deh, salah orang. Gue jomblo, nggak punya pacar!” elak Shella namun tetap saja anak itu menyeret dirinya. Mendengar suara Shella, Dito lantas bersiap-siap untuk memulai aktingnya. Bersamaan dengan itu, Michell sendiri sebagai tersangka memejamkan mata agar Shella percaya ia memang pingsan. “Siapa sih yang ping..” ucapan Shella menggantung kala melihat Dito mengguncangkan tubuh Michell. “Huwaaa Mich jangan tinggalin gue. Ntar gue ngulang mata kuliah adek kelas sama siapa Mich.. Michell buka mata lo! Jangan mati, Mich..” Shella bergidik ngeri. Ternyata Si Ibab. Shella merasa aneh dengan respon Dito yang bisa dikatakan cukup lebay. Seolah Michell meregang nyawa. "Huaaa Micheeellll bangun!”, masih dengan kealay-annya, Dito berteriak histeris. ‘Sialan! Nih anak lebay banget. Doain gue mati segala lagi,’ batin Michell. Dito membalikkan badan, menatap Shella dengan wajah super dibuat-buat. “Shell, hiks. Mich Shell. Mich, huwaaaa…” anak itu lantas menubruk Shella. Memeluk erat wanita yang dicintai oleh sahabatnya sendiri. “Eh! Jangan peluk-peluk..” ‘What?! Peluk?! Dito b*****t!,’ Michell memicingkan mata, mengintip kekurangan Dito— minta dikebiri! Beraninya curi kesempatan playboy buduk satu itu. "Tenang Kak! Tenang. Pingsan kan?! Bentar, aku ambilin obatnya biar bangun. Kakak tenang aja dulu aku PMR." Ujar Shella ber-aku-kamu. Ia sempat melihat Michell mengintip tadi. Shella lantas melepaskan pelukkan Dito, membuat Michell akhirnya bisa menghembuskan nafas lega. "Gila, ngapain lo bawa suntikan Shell?!” teriak, Ditto lalu berlari sedikit menjauh. "Tenang aja Kak, abis ini dia lewat selama-lamanya. Kakak percaya aja. Gak bakalan ada yang saingin kakak nanti." Ucap Shella serius. Duarius malah! Michell meneguk ludah kasar. Jantungnya berdetak kencang. Bukan, bukan karena kata-kata Shella. Disuruh mati sekarangpun Michell pasti mau. Tapi barang yang dipegang oleh Shella itu lho, Miche ceper. "Huuaaaaaaa Mamaaaaaaaa Mich nggak mau disuntik Maaaaah. Aaaaaaaa, ampuuunn!” teriak Michell super kencang lalu tergeletak tak sadarkan diri membuat Dito melotor shock. "Yah, pingsan beneran kan. Cemen lo!" Kata Shella menoyor kepala Mich hingga miring ke kiri.** Michell melenguh, sedetik kemudian ia membuka mata dengan pusing menghantam sekepalanya. “Jam berapa ini?!”, tanya Michell pada dirinya sendiri. “Ah, masih di klinik ternyata.” Ia memijit kening sebelum mengamati ruangan yang kini telah temaram. “Aaaa… Mamah! Mich takut!”, jerit Michell saat kesadarannya terkumpul sempurna. “Setaaann!” "Aelah, nih anak klenger lagi! Mana ada setan secakep gue, wei!” omel Shella sembari mengcakkan lengan dipinggang. Jujur, Shella ngantuk. Tapi meninggalkan Michell sendirian di kampus, ia benar-benar tak sampai hati. Pasrah, Shella mendudukkan diri disamping michell. Ia memandangi wajah Michell, “tampan,’ batin Shella. Ia tak akan berdusta jika laki-laki yang tengah tak sadarkan diri ini memiliki berkat Tuhan. Ia sampai tak menemukan titik bosan. Kekaguman Shella berakhir pada berbaringnya ia di atas ranjang. Memejamkan mata berharap jika kehidupan esok akan lebih baik. Malam berganti pagi, meski begitu ada sepasang anak manusia masih belum tersadar dengan tepat dan posisi mereka saat ini. Dua kubu yang tak pernah akur itu saling berpelukkan, terlalu nyaman satu sama lain hingga keduanya harus terganggu karena jeritan seseorang. “Aa.. Apa yang kalian lakuin!” Reflek, Shella mendorong tubuh Michell hingga terjatuh dari atas ranjang klinik. Brukkkk!, "Auh, sakit, Ayang!" lebay, Mcihell membuat Shella bola mata saking jengahnya dengan kelakuan Michell. “Mich.. Michell.. Kamu kok sama dia? Katanya kamu cinta aku?!” Karen— dokter muda yang dulu sering sekali Michell kecengin. Gadis cantik itu tiba-tiba saja menangis tersedu saat tahu jika lelaki dihadapannya adalah Michell. Apalagi saat ini Michell justru menghampiri orang lain. "Ayang nggak apa? Masih syok?" Plaaaakkk! "Auh sakit Ayang, kenapa ditampar?" Tanya Michell sembari memegangi pipinya yang baru saja ditampar oleh Shella. “Dia siapa lo?!” tunjuk Shella ke arah Karen. Ketusnya nada Shella membuat Michell takut. ‘Gaswat ini, gue kan dulu cuman maen-maen sama Karen,’ batin Michell. "Itu, a-aanu. Di-diia. Dia tukang bersihin luka aku kalau basket. Iya Yang, huum tukang bersihin luka!”, dusta Michell. Shella mendengus. Kentara sekali Michell kalau sedang berdusta. Hidungnya jadi mekar. "Boong lo nggak bisa bagusan dikit?' sinis Shella. Ia bangkit dari ranjang lalu menyerahkan tisu dari dalam tasnya untuk Karen. “Karena ditukang ngibul. Gue tanya ke lo aja. Lo siapanya Michell?!” Shella melirik Karen. Ia menafirkan jika Karen lebih tua darinya beberapa tahun. “Em, aa--aanu gu—uu..”, belum selesai Karen menjawab, Shella memotong dengan hasrat ingin membunuh membuat mental Karen menciut. "Anu, anu. Jawab yang jelas kenapa sih. Siapanya Michell? Pacarnya?" Michell menelan ludah. Ia baru tahu jika Shella ternyata sama galaknya dengan sang mamah. Kalau begini ia jadi punya pawing untuk menghajar para cabe-cabean. ‘Duh, gue harus bersyukur apa istigfar ya? Dilema Babang Ya Allah.’ “Siapa lo?!”, bentak Shella. "Pa-paacar gue." Jawab Karen gugup. "Beneran?" tuntut Shella ingin lebih jelas. "Bener kok." Jawab Karen kali ini dengan mantap. Shella menghunuskan tatapan membunuhnya pada Michell seolah tengah bekrata, ‘Mati Lo Michell,’ dengan ekor mata wanita cantik itu. Michell banjir keringat. "Ayang, Ayang Shella Babang Mich putusin Karen deh. Jangan marah ya." Rayu Michell. Gila! Dia lebih baik kehilangan Karen disbanding Shella yang ia puja-puja selama ini. "Hell, No! Lanjutin aja pacarannya. Gue mau balik ke rumah. Thanks ya Karen." ujar Shella manis. Mata Michell menajam mendengar penuturan Shella. Balik ke rumahnya?! Meninggalkan dia? Di saat belum ada anak diantara mereka? Tidak boleh terjadi! “Berani lo ninggalin gue, gue nggak akan maafin lo, Shel!” ancam Michell. Bukan takut, Shella terus berjalan sembari melambaikan tangan ke belakang seolah tengah berdada ria. "Ayaaaaaaaang jangan tinggalin aku dong. Ayaaaaaaang." Michell berlari mengejar Shella. Tingkahnya seperti anak balita yang ditinggal oleh sang Mamah, membuat Karen mual ingin muntah. Bisik-bisik mahasiswa mulai terdengar saat melihat Shella keluar dari Klinik. Terlebih kala Michell turut serta bersama wanita itu. Shella tidak tuli. Telingannya masih sangat berfungsi untuk mendengarkan segala gosip yang kini sedang dituduhkan. "Gila ya! Dia tidur sama Michel di klinik?! Brani banget asli!” "Nggak tahu diri banget. Anak beasiswa pengen naik level ya gitu!” "Murahan banget." "Iis nggak nyangka gue! Jangan-jangan bisa kuliah di sini gara-gara godain anak pemilik kampus lagi." Shella semakin cepat melangkahkan kaki. Saking tak terkontrolnya, ia tak sadar jika kaki-kakinya tersandung hingga membuatnya jatuh tersungkur. Brukkkkk! ‘Kakak,’ batin Shella berharap Leonil ada bagai Ibu Peri seperti dulu. Harapan tinggalah harapan. Nyatanya ia sendirian tanpa ada sosok yang ia cintai itu. Shella menjerit meminta diturunkan saat tiba-tiba saja tubuhnya melayang ke udara. “Mich turunin gue!” pinta Shella karena Michell menggendongnya secara bridal. Michell membalikkan tubuh. Ia menatap setiap anak yang berbisik membicarakan wanita pujaannya, “lancang lo ngomongomin calon bini gue. Mau gue D.O lo dari kampus, hah?" Sentak Michell membuat semua anak diam menunduk tidak berani pada sang pangeran kampus. "Nggak usah dengerin mereka, angkat kepala lo! Lo calon istri anak pemilik kampus. Lo harus berani. Kampus ini punya lo!” tegas Michell dengan suara kencang. Ia sengaja agar anak-anak lain mendengar. Shella mengalungkan lengan ke leher Michell membuat laki-laki itu tersenyum. Ia mengangkat kepala sebelum menganggukkan kepala. "Jangan takut, apapun yang lo lakuin inget lo calon istri gue. Gue bakal beresin semuanya." Kata Mich kembali. Shella mengangguk sekali lagi sebelum menyandarkan kepala ke d**a Michell. Tanpa Shella dan Michell sadari, ada seorang yang melihat kemesraan mereka. Laki-laki itu mengepalkan jemari kuat. mewanita yang dicintainya jatuh ke tangan lain. Leonil menyesal karena tidak bisa lagi melindungi Shella. Leonil benci pada kenyataan, dimana ia telah kalah karena takdir yang tak memihal. "I Love you, sister."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN