9

826 Kata
Sepanjang langkah, Michell sadar jika seluruh mahasiswa memperhatikan. Beberapa diantara bahkan mengatakan jika ia dan Shella terlihat begitu romantis. Bahkan ada saja anak yang menyatakan keiriannya pada sang wanita pujaan hati. Michell menurunkan tubuh Shella di atas jok sebelum ia sendiri masuk ke dalam mobil. “Gimana, Yang? Babang keren kan tadi?” tanya Michell sambil memainkan rambutnya sendiri. ‘Baru waras, kumat lagi deh,’ batin, Shella. “Lo kalau mulai lagi, gue turun nih.” Ancam Shella mematahkan kepercayaan diri Michell. "Gitu aja ngambek ih, nanti kalau ditanya Mama bilang kita dari hotel ya…” Plakk!! “Sakit Shella palak gue!”, amuk Michell. Kenapa sih semua orang suka sekali mendaratkan pukulan dikepalanya, batin anak itu. “Bilang sini, mulut lo pengen gue tabok pake apaan?!” Shella mendelikkan mata tak takut dengan amukkan Michell. "Hehehe pake bibir boleh?”, dengan wajah super polos Michell bertanya. ‘Ya Allah,’ Shella memejamkan mata, teramat lelah mengadapi kegilaan lelaki disampingnya. "Bisa kita pulang? Gue lengket pengen mandi." Michell menganggukkan kepala. "Aye, Mamah! Papah siap pulang ke rumah kita!”, girang Michell. Shella memaling ke kiri mendengar jawaban Michell. Tanpa Michell sadari, sudut bibir Shella tersungging senyum. ‘Manis,’ batin Shella. ‘Leon,’ Senyum Shella memudar saat ia menangkap sosok Leonil berdiri dipinggir jalan. Laki-laki itu bersembunyi, memperhatikan dirinya. Kontan saja Shella membuka kaca mobil. Menatap Leonil dengan mata berkaca. Hatinya sesak melihat air mata jatuh dipipi sang kakak. "I Love You." Ucap Leonil tanpa suara dan Shella mengerti gerakan bibir itu. Ia mengerti! Sangat mengerti! Shella memukuli dadanya, mencoba untuk menahan air mata yang sebentar lagi akan jatuh. Satu kedip saja, bukti kesedihannya akan terlihat. “I Love You Too, Kak,” ucap Shella dengan gerak bibir, tanpa suara sembari memejamkan mata, menikmati setetes air yang akhirnya tak mampu ia tahan lagi. ‘I love you too, Leonil Abraham.’ * Sampai di rumah keluarga Michell, Shella dihadang oleh Dira dan Dipta. Mereka membawa Shella ke ruang kerja Dipta. “Shella yang sabar ya.” Ujar Dira membuat kening Shella mengerut. Ia bertanya mengapa Dira sampai memintanya untuk bersabar. “Tante ada apa?” Dira hanya menggelengkan kepala. Ibu tiga anak itu terlihat sangat sedih. Dipta menarik nafas, sebelum menatap Shella dengan wajah serius. “Shella, Om ingin kamu menikah dengan Michell.” Akhirnya, keberanian Dipta muncul. “Om..” “Dengarkan Om dulu ya..” memilih mengalah, Shella menganggukkan kepala. “Om ingin kamu menjadi bagian dari keluarga kami. Jujur, setelah mengetahui kamu di usir, Om kecewa. Bagaimana bisa seorang Ayah mengusir putrinya sendiri?! Sebagai Ayah yang memiliki anak perempuan, om bahkan nggak bisa bayangin gimana hidup Icha nanti diluaran.” “Nak, biar Om yang menjaga kamu mulai sekarang. Menikah dengan Michell ya?! Om tidak akan pernah membiarkan kamu hidup sendirian lagi.” Shella meneteskan ait mata. Ia tidak pernah menyangka ada orang lain selain Leon yang perduli padanya. Tak ubahnya Shella, disamping wanita itu Dira ikut menangis. Mama dari Michell itu memeluk erat tubuh Shella. Pelukkan seorang ibu yang selama ini absen dari hidupnya. “Shella, nikah sama anak Tante ya?! Begok-begok gitu, Michell anak yang baik kok.” Mendengar ucapan sang Mamah, Michell yang sedang menguping pembicaraan mereka hampir saja terjatuh— Nyokap gue! Bisa nggak sih, sehari aja nama gue dilambungin! Ngerusak suasana aja! Lagi serius juga! “Beneran deh, Shell..” Icha terkikik. Memang hanya orang tuanya yang selalu saja menjatuhkan nama anak sendiri. "Sabar ya Bang. Lo begok tapi baik kok kata Mamah." Kekeh Icha membuat Michell melotot tajam pada sang adik. “Aelah, becanda Bang. Gitu aja marah ih.” Icha kembali menempelkan kupingnya pada badan pintu, “nguping lagi ayo!” ajak Icha agar Michell lupa. "Shella menikah ya sama Michell, nanti kita tindas bersama anak nakal itu." Glodaaak!! Icha terbahak saat Michell jatuh begitu saja. Bukan pingsan, tapi Abangnya itu tak kuat menahan rasa syok karena sang mama mencari sekutu baru untuk melakukan aksi tinda-menindas. “Kalian ngapain?!”, tanya Dipta kala pintu terbuka. Dipta menemukan Michell sudah terduduk dilantai dengan tampang bodohnya. Dira dan Dipta terkikik geli melihat wajah Michell. Icha saja bahkan sampai memegangi perut saking tidak kuatnya. Michell bangkit. Ia menatap Dira dan Dipta dengan bara api membara, “Kalian mau ngelamar apa bikin nama anaknya tercemar, sih?!” "Apaan? Emang Papa ngapain?", tanya Dipta polos pada Michell. "Papa mencemarkan nama baik Mich." Protes Mich seperti anak kecil sambil menghantakkan kaki. "Kapan? Kapan? Nama kamu emang udah tercemar tahu." Ucap Dipta nggak selow. "Papa tadi bilang Mich bodoh." Tak mau kalah, Michell tetap berusaha keras membela nama baiknya yang tercoreng. "Mama kamu tuh yang bilang." Tunjuk Dipta pada istrinya sambil berbalik agar Mich bisa melihat sang Mama yang cekikikan. "Apaan? Berani kamu sama Mama?" "Enggak." Teriak Mich kencang membuat semuanya tertawa terbahak-bahak. "Kalau nikah sama Michell, boleh ngebuli Michell tante?" Dira mengangguk sebagai jawaban pertanyaan Shella. "Shella terima tante." Icha tertawa terbahak-bahak mendengar penuturan calon kakak iparnya. Audi saja sudah bikin serumah heboh belum lagi ditambah Shella yang pasti akan membuat Michell tak berkutik. Apalagi alasan Shella mau sama Michell karena pengen ngebuli sang Abang. ‘Sib, Nasib,’ batin MIchell. Sepertinya dia bakalan hidup di dunia rasa neraka. "My God, pengen pingsan gue rasanya.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN