“Tarik napas, buang. Tar.. Ya Allah..” lirih Michell frustasi. Sedari tadi ia terus saja mondar-mandir di dalam kamar. Satu bulan lebih orang tuanya menyiapkan pesta pernikahan dan puncaknya adalah hari ini. Michell sampai nggak bisa tidur memikirkan ijab Kabul yang sebentar lagi akan berlangsung.
Over thinking? Ya!
Bagaimana nanti kalau dia salah ucap nama?
Kalau sampai nggak bisa satu tarikan nafas?
Apalagi kalau sampai ngompol dicelana saking takutnya.
Pintu kamar terbuka, menampilkan sosok Icha yang terkikik melihat kesemrawutan Michell. “Bang, dicariin Mamah tuh.”
“Mau ngapain?!”
“Ijab, g****k!” Gas Icha nggak paham lagi sama Michell yang terlewat bodoh kalau lagi gugup.
Michell menepuk keningnya. Benar juga. Apalagi memang alasan sang mamah mencari dirinya kalau bukan perkara ijab. “Cha, Cha, gue gemeter nih.” Adu Michell.
"Apa?? Gemeter? Abis digoyang Bang, kok gemeter gitu?" goda Icha, siapa tahu Michell jadi selow.
"Sialan Lo Cha! Gue mutilasi lo lama-lama!” bukan berkurang beban hidup, Michell justru semakin frustasi. Kenapa anggota keluarganya tidak ada yang waras satupun.
“Apa sih rebut-ribut,” Chello datang menggagalkan war yang sebentar lagi akan terjadi antara Micell dan Icha, “udah siap lo?,” tanya laki-laki itu semakin membuat sang adik dilanda gugup.
"Bisa diundur nggak? Kalau nggak lo gantiin gue pas ijab Llo."
Plakkkk!
"Sarap lo! Punya bini Audi aja idup gue udah rame, mau ditambah lagi macam cewek lo. Nggak sanggup gue!”
Aelah! Kembarannya kenapa nggak bisa di ajak bercanda sih! Serius mulu perasaan. Padahal dapet istri macam Audi, harusnya otak mengsot dikit kek. Lurus aja perasaan Michell.
Dipta mengacakkan lengan, kepalanya menggeleng ke kanan dan kiri melihat aksi debat ketiga buah hatinya. “Ck, malah beranten. Ayo, turun! Penghulunya udah dateng.” Mendengar ucapan sang papah, Michell semakin panas dingin jadi dengan tubuh bergetar dan nafas memburu hebat.
‘Mich, Mich.. Perasaan dulu gue nggak selebay lo deh,’ batin Chello sambil menggelengkan kepala.
"Ayyyooo, Baaaang, Ayyo! Icha nggak sabar Abang dibuli kak Shella. Ayo, iih! Abang!” kesal, Icha akhirnya menyeret tubuh Michell. Lama-lama bisa gagal kawinan Abangnya.
“Cha, Cha! Jangan seret gue!”
“Lo kalau nggak diseret bisa ngesot saking groginya.” Jawab Icha membara.
‘Bangke, Permen Chacha!,’ maki Michell dalam hati.
*
Suasana menjadi begitu tegang. Tangan Michell yang bergetar bahkan sampai mengalir getarannya ke penghulu. “Mas, santai Mas. Baru nikah ya?!” tanya sang penghulu sambil menarik telapak tangannya.
“Tangan saya sampe ikutan geter , Mas.”
Michell meneguk ludah. Selain cemas, ia juga malu terlebih saat suara kikikkan menggema. Michell ingin tenggelam ke rawa-rawa aja rasanya.
"Ii--i-ii-iiya pak." Jawab Michell gugup membuat tamu undangan tertawa terbahak-bahak melihat tingkah mempelai pria itu.
“Hehe.. Santai aja Mas.. Nanti yang ke dua pasti lancer, udah pengalaman soalnya.” Bukan tertawa, para tamu justru mendelik menatap penghulu. “Bercanda! Pada tegang amat semua.”
“Mulai ya, Mas. Bismilah dulu biar setannya ilang, Mas.” Michell menganggukkan kepala.
“Saya nikahkan, engkau…” penghulu begitu lancar memainkan perannya, membuat para tamu kidmad hingga akhirnya bahakkan kembali menguar saat Michell mengambil bagian dalam prosesi.
“Saya terima nikah dan kawinnya Marshella Abraham dengan mas kawin tersebut dibayar ngutang pap..” Plak!! Dira benar-benar hilang kendali. Ia sampai memukul kepala Michell dengan buku ditangannya, membuat kenapa sang putra terbentu meja.
“Ngutangnya nggak sudah disebut Michell!!”
Hahahahaa….
“Ulang! Ulang!” amuk Dira. Setelahnya ijab berjalan cukup lancar, berakhir dengan ciuman dikening Shella oleh Michell.
Mereka telah sah menjadi suami istri disaksikan tamu undangan dan wali yakim. Ya, pernikahan menguak tabir siapa Shella dalam keluarga Abraham. Ia bukanlah anak kandung dari sang Ayah. Pantas saja, tak sekalipun kasih sayang laki-laki itu curahkan padanya. Meski begitu, Shella tidak menaruh dendam pada adik kembar Ayahnya. Ia berterimakasih karena telah dibesarkan walau tanpa cinta.
“Ini gue beneran udah sah, kan?!” Sumpah! Michell rasanya ingin pingsan dan ketika Chello menganggukkan kepala, akhirnya ia bisa bernafas lega.
"Cemen lo!” ejek, Chello.
"Biarin Llo, gue kan baru nikah kali ini." Michell membela diri.
"Jadi gue dua kali gitu?" sinis, Chello salah menangkap maksud perkataan Michell.
"Nggak gitu, tapi ya, tauu ahh!" Michell mengacak rambut saking gemasnya. Semakin tua ia dan Chello memang jarang sekali akur. Tak seperti kali mereka masih menggunakan popok— sehati seirama.
Michell akhirnya melambaikan tangan pada Chello. Lebih baik dira mencari keberadaan Shella yang tiba-tiba saja menghilang, raib bagai ditelan Om-Om. "Shella, Shella!” Mich memanggil nama sang istri. Matanya berbinar saat melihat Shella sedang bersama Dira dan Icha, oh jangan lupakan kakak ipar gesreknya si Audi, ada juga di sana.
"Shella, Ayaaang Bebbbb." Teriak Michell dari kejauhan.
Shella seperti mendengar bisikan setan. Badannya bergidik ngeri mendengar Michell berteriak alay.
"Shella Sayaaaang." Peluk Michell dari belakang dengan tidak tahu malunya. Seketika kepala Shella berputar. Hidungnya menangkap bau tidak sedap dari tubuh Michell. "Lepas, gue mau ke kamar mandi." Kata Shella lalu berlari ke kamar mandi terdekat dari tempat ia berdiri saat ini.
Khawatir, semua manusia yang sedari tadi bersama Shella mengikuti wanita itu. Mereka tak ingin hal buruk terjadi pada member baru dikeluarga Darmawan.
“Hoek…” Michell mendekat saat Shella mengadahkan kepala ke atas, ia memijit leher sang istri. Bukannya merasa mendingan Shella justru semakin mual dan kembali memuntahkan isi perut.
"Sayang, kenapa? Ayang beb kenapa?", tanya Michell khawatir berbeda dengan sang mamah yang kini justru tersenyum bahagia.
"Yang, kamu kenapa muntah terus?!”
"Hooekk, jauh-jauh dari gue. Mual gue cium keringet lo Mich, lo bau!”
Dira menarik kerah Michell kebelakang hingga anak keduanya itu terjengkang dan mendaratkan p****t tidak mulus dilantai. Gelak tawa Audi dan Icha tentu saja langsung pecah melihat kengenesan Michell.
"Uuuuuuuu Mantu Mamah. Selamat Ya, mamah bakalan punya cucu. Makasih Shella, makasih." Kata Dira senang lalu memeluk sang menantu keduanya.
Whattt??
Cucuuuu??
Darii Shellaaaaa?
Apaaaaaa????
Hamil gitu si Shella?
"Kita kekamar yuk, Sayang. Kasihan baby, pasti udah pengen istirahat makanya rewel. Nanti Mamah teleponin orang rumah sakit biar kirim dokter kandungan ke rumah.” Ujar, Dira sembari membantu Shella jalan, “seneng deh. Baby-nya pasti anti kan sama Michell?! Uhuy! Ada bala baru.”
Apaa?
Anaknya anti dengannya? Apa-apaan ini, mana bisa gitu!
"Mich sementara kamu tidur sama Icha, kasihan Mantu Mamah mual kalau deket kamu. Kamu nggak mau kan anak kamu kenapa-kenapa?! Dira bukan bertanya, melainkan membuat pernyataan pada Michell. Dengan santainya semua orang meninggal Michell yang masih terduduk di depan kamar mandi.
Apa tadi mamanya bilang? Tidue di kamar Icha? Jadi dia tidak tidur sama Shella gitu male mini? Ini jebakan kan? Becandaan kan? Nggak serius kan?
"AAA.. Papaaaaa, malem pertama Mich Paaaaaaah, ena-ena Michhhh, aaaaaaaaaaaaaaaa."