Michell menatap jendela kamar Icha penuh duka. Malam pertamanya yang enggak pertama lagi musnah sudah. Harusnya kan sekarang dia lagi ena-ena sama istri baru. Eh, istri yang baru saja ia nikahi. "Tabahkanlah hatimu Bang, hahaha." Kata Icha sambil memainkan ponsel. Sedangkan Michell membuka pintu balkon, sambil menyalakan sebatang rokok. Di keluarga Darmawan memang hanya dia dan sang Papa yang merokok. Jadi tidak apa mereka merokok asal tidak ketahuan Nyonya Darmawan. Bisa nggak dapet jatah makan nanti.
“Icha bilangin Mamah loh, Bang.” Icha mendudukkan diri disamping Michell.
Michell tentu saja mendengus. “Kayak lo diluaran nggak ngerokok aja, Cha. Abang tahu yak!” ujar, Michell membuat Icha memberenggut kesal karena rahasianya diketahui.
Mihcell dan Icha membungkam mulut mereka kala mendengar suara tangisan yang menyayat hati. ‘Shella,’ batin, Michell hapal betul suara sang istri.
“Bang, Kak Shella.” Icha mengamati Michell yang memandang sendu Shella. Istri Abangnya mungkin tak akan pernah tahu, tangis wanita itu jelas sangat menyakiti. Michell— laki-laki pecicilan itu terluka sangat dalam.
“Bang, yang sabar ya..” hibur Icha menepuk pundak Michell. Icha berharap mampu memberi kekuatan untuk Abangnya.
“Cha, kalau suatu hari Abang ngelepasin Kak Shella, tolongin Abang buat pantau mereka ya Cha." Michell lalu menunduk, menyembunyikan air matanya yang jatuh agar tak terlihat oleh Icha.
Ya, Michell memang berniat akan melepaskan Shella jika memang istrinya itu kelak memang masih tetap tak bahagia. Michell tahu benar, siapa laki-laki yang ada dihati Shella. Leonil, sepupu wanita itu. Tapi haruskah Shella menangis sebegitu lirih dihari pertama mereka menikah?!
"Lo tahu Cha, gue baru jatuh cinta pertama kali ini dan ternyata sakit ya jatuh cinta tapi nggak dibales." Kekeh Michell dengan air mata yang terus saja berderai.
"Karma Bang, lo suka mainin anak orang sih." Kata Icha sambil tertawa.
"Adek rese lo ya Cha." –Sejahil-jahilnya Icha, kenapa selalu bener sih kalau ngomong, batin Michell.
"Icha masuk dulu ya Bang, jangan tidur malem-malem. Besok Abang kuliah. Hehehe nebeng ya besok. Besok si Audi mau bolos katanya." Ucap Icha lalu nyelonong pergi gitu aja.
"Dasar!” Desis Mich lalu menghisap rokoknya kembali.
Michell kembali memandang Shella yang kini duduk sembari mengusap perut. Ah, di sana ada calon buah hatinya. Michell tersenyum miris sambil memegang d**a ‘Sakit,’ kata itulah saat ini tengah dirasakan istri dan hatinya. Michell menghapus air mata dan memberi senyum terbaik saat matanya dan milik Shella bertubrukkan.
Shella? Wanita itu kaget. Ia tidak mengira Michell ada di sana, melihat ia menangis meratapi keadaan. Apa Michell mendengar saat dia meneriakan kata maaf berulang kali pada sang kakak?! Shella memilih untuk menarik diri, masuk ke dalam kamar tanpa membalas senyuman Michell karena saking tidak enaknya pada suaminya itu. Shela hanya bias berharap aka nada keajaiban.
*
Michell tidak tidur semalaman. Ia berpikir keras, kemana hidup akan membawanya dan Shella. Michell janji, setelah anak mereka laghir, hanya pada waktu itu tiba ia akan mencoba merebut hati sang istri. Andaipun ia gagal, cinta dihati Shella tak ia genggam, Michell akan berbesar hati melepas wanita yang ia cintai.
“Bang, lo nggak tidur?”, tanya Icha karena melihat Michell duduk ditempat yang sama. Anak SMA dengan seragam abu-abunya it uterus memperhatikan sang abang yang terlarut dalam menikmati rokok. Ah, menikmati gagalnya mencinta. Mungkin itu lebih tepat, batin Icha.
"Mandi sana! Ntar gue telat. Mandi kamar gue aja. Di kamar gue ada baju lo kok." Icha melempar handuk, entah kapan anak itu masuk ke dalam kamar. “Mandi, Bang!” titah Icha sekali lagi membuat Michell mau tak mau mematkan bara rokok dan bangkit.
Usai mandi, Michell berniat membangunkan Shella di kamar. Baru ia akan memegang handle, pintu telah terbuka menampilkan sosok wanita yang ia cintai. Michell hanya tersenyum, sebelum merendahkan diri untuk berjongkok lalu mencium perut Shella.
Cup! "Selamat pagi anak Papah." Michell kembali berdiri, lalu mendaratkan ciuman dikening Shella. "Selamat pagi Mamah." Entah mengapa perasaan Shella menghangat. Ucapan dan ciuman diperutnya memberi kehangatan yang tidak pernah dia rasakan selama ini.
"Selamat pagi papah." Ucap Shella pelan.
"Apa Shell? Apa? Coba ulangin lagi?" Michell tak menyangka jika Shella akan memberikan balasan. Ia bertanya untuk mengkonfirmasi benarkan yang ia dengar bukan halusinasi mengingat ia tak tidur semalaman.
"Apaan? Gue laper mau makan." Shella mengalihkan pembicaraan.
"Ih, apa sih? Ulangin lagi dong." Rengek,Michell.
"Gue laper, Michell..” Michell yang gemas mendorong pelan Shella untuk masuk kembali ke dalam kamar, membuat Shella gelagapan sendiri. "Ulangin lagi dong Mah, papah mau denger." Masih dengan renggekkan, Michell juga menggoyangkan tubuh Shella.
"P-p--agi P-aapah…” cicit Shella.
Tak bisa menahan kesenangan dalam diri, Michell langsung saja menarik tengkuk Shella, mendaratkan ciuman sebelum memberi lumatan pelan hingga Mich membutuhkan lebih. Ya, dia menginginkan Shella bukan hanya sekedar bibir sang istri.
“Boleh, SHel?” tanya, Michell meminta persetujuan.
Shella yang tak paham arti redupnya tatapan Michell saat ini justru kembali melempar pertanyaan. "Eng, apaan?"
"Ena-ena….”
Bugh! "Auh! Kenapa ditendang sih Shel?!, aduh Michell sembari meringis karena barang keramatnya ditendang oleh Shella. "Kuliah Michell, kuliah dulu! Nanti malem! Mau ngulang berapa kali juga hayo!,’ kesal Shella karena Michell tak tahu waktu. Mereka kan harus mencari ilmu dulu.
‘Eh, ntar malem? Huwa, nggak sabar,’ batin Michell sembari tersenyum. Michell kembali mendaratkan kecupan ringan dibibir Shella. Takut lebih soalnya nanti.
Ceklekk!
"Eh, eh! Maafin Icha. Nggak tahu lagi ciuman soalnya..” ujar Icha cepat setelah tanpa permisi membuka pintu kamar Michell. Anak itu langsung lari, kabur karena sudah menganggu acara mesra-mesraan Abangnya. “Mamaaa… Mich ciuman sama anak orang, Mah.”
Teriakkan Shella membuat Shella terkekeh. “Lucu ya Si Icha anaknya. Kalau bukan anak orang, gue anak apa dong?!” Michell mengangguk sebelum mengatakan jika Shella adalah anak orang tuanya. “Icha emang gitu,” – belum tau aja lo jahilnya tuh anak Dakjal!
“Yu, berangkat! Mamah tadi katanya buatin lo bekal..” Michell menggenggam jemari Shella. Mengajak sang istri untuk turun ke bawah dimana keluarganya tengah berkumpul saat ini.
"Cieee yang udah sah si beda." Ledek Dira pada putra keduanya. Dipta hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sang istri— udah tua juga masih aja, batin Dipta.
"Pah, Icha nggak bareng Papah ya. Males dengerin papa curhat." Kata Icha membuat Shella tertawa melihat kehangatan keluarga barunya.
“Cha, kamu mah pengkhianat ih!” dengus, Dipta yang ditanggapi ledekan oleh anak perempuannya.
Michell mengucapkan syukur dalam hati. Setidaknya jika ia tak bisa membahagiakan Shella, ia memiliki keluarga yang mampu membuat sang istri tertawa selama pernikahan mereka.