Dalam tidur sekali pun, Fitri tak lagi bisa merasakan tenang. Bayang wajah Naima selalu muncul di pelupuk matanya padahal ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyingkirkan sosok wanita yang masih cantik di usianya berselisih banyak dengannya. Senyumnya, keramahannya, belum lagi empati yang ia punya untuk Fitri. Ia pun bangun dengan segera dan mengusap wajahnya dengan kasar. Embus napasnya kentara sekali kalau ia tengah berperang banyak dengan pemikirannya. Bicara dengan orang yang ia anggap sudah seperti saudarinya juga masih belum mampu mengurangi gundah yang ia derita. Perkataan Andra, kenyataan yang ada di hidupnya, belum lagi ucapan Lia juga Parmi yang hampir serupa, membuat Fitri kebingungan. “Gimana bisa kamu sudah menikah, Fit?” tanya Parmi dengan sorot mata keheranan. M

