Naima menunggu dengan gelisah. Sejak kepulangannya ke rumah, ia mendadak tak tenang. Ponsel suaminya pun dihubungi namun tak kunjung mendaapat balas. Biasanya Naima tak masalah mengenai kabar keterlambatan yang sering Andra ungkap tiap kepulangannya itu. Namun akhir-akhir ini entah kenapa ia terganggu. Tak lama setelah dirinya membersihkan diri dan berganti pakaian, Naima yang duduk di ruang tengah dengan secangkir teh melati dikejutkan dengan kedatangan putra sulungnya. “Dari mana, Bang? Jam segini baru pulang?” Naima sendiri baru tersadar kalau putranya pulang lebih dari jam sepuluh malam. Biasanya jam Sembilan kedua anaknya sudah ada di rumah. Saking penuh pemikiran buruknya mengenai suaminya, ia merasa kalau anaknya sudah ada di rumah yang mana salah satunya pulang terlambat. “Habis

