Bab 7. Membuat Perjanjian

1167 Kata
“Busyet! Ganteng banget.” “Gantengnya.” Semua orang takjub melihat sosok Kenzo yang tiba-tiba muncul dan kini berdiri di belakang Kanaya. Para mahasiswa perempuan yang tadi meledek Kanaya pun sampai ternganga melihat kedatangan pria tampan di depan mereka. Tapi tentu saja hanya Kanaya yang tidak terpesona. Dia sudah cukup tahu wajah asli Kenzo yang selalu dibalut dengan wajah sempurna nan menawan kaum hawa itu. Selain Kanaya, tentu saja Restu juga tidak terpesona dengan kehadiran Kenzo. Dia malah membenci kehadiran pria itu yang terkesan ingin selalu menempel pada Kanaya. “Nay, pacarmu kurang kerjaan ya? Pagi-pagi udah nyamperin ke sini,” ucap Restu jutek. Kenzo menoleh ke arah Restu. “Emang kenapa? Saya pemilik perusahaannya, jadi, saya bebas mau kerja di mana aja.” Kenzo menatap Kanaya dengan senyum manisnya, “Sayang, kamu udah sarapan?” Kanaya memejamkan matanya beberapa detik sambil menelan ludahnya. Dia muak melihat drama Kenzo yang membuat perutnya selalu mual. Kanaya mengusap poninya dan sedikit menarik rambutnya, sedikit menyadarkannya karena drama sudah dimulai kembali. Ingin sekali dia berteriak menyumpahi iblis tampan itu yang ternyata sangat lihai berakting. Tapi Kanaya tidak memiliki pilihan lain selain dia mengikuti permainan Kenzo. Kanaya menggeleng, “Belum. Aku belum makan,” jawab Kanaya sambil membalas senyum iblis tampan itu. “Kebetulan banget. Kita sarapan dulu yuk. Aku juga laper. Kamu gak ada kelas pagi kan?” Kanaya menggeleng. “Gak ada.” Kanaya melihat ke arah mahasiswanya, “Saya pamit duluan ya. Res, aku pergi dulu,” pamit Kanaya dengan sorot mata sedih tapi bibirnya tersenyum. Kenzo langsung membawa Kanaya pergi dari kerumunan mahasiswanya. Dia memang sengaja datang ke kampus calon istrinya itu karena dia ingin kembali mengingatkan Kanaya untuk tidak macam-macam. Kenzo kesal karena Restu masih saja terus menempel di samping Kanaya. Dia tidak mau publik akan menyorot hal berbeda, karena pasti sebentar lagi Kanaya akan menjadi pusat perhatian. Kenzo membawa Kanaya ke sebuah restoran yang tidak jauh dari kampus tempat Kanaya mengejar. Mereka duduk berhadapan di sebuah ruangan VIP yang di sewa Ivan untuk mereka berdua. “Kapan kamu akan mencabut tuntutan dan juga menghentikan protes kamu?” tanya Kenzo dengan tatapan mengintimidasi. “Aku belum tau. Aku –“ “Lakukan hari ini!” “Hari ini? Tapi aku belum siapkan semuanya. Dan aku juga gak –“ “Aku akan siapkan konferensi pers buat kamu. Setelah itu kita akan mengumumkan rencana pernikahan kita minggu depan.” Lagi-lagi Kenzo memotong ucapan Kanaya. “Kalo udah dia rencanain semuanya, kenapa juga pake nanya sama aku,” gerutu Kanaya dalam hati. “Atur aja lah,” gumam Kanaya sambil mulai menyendok makanannya. “Pelajari ini.” Kenzo memberikan sebuah iPad yang tadi diletakkan Ivan di meja dekat Kenzo duduk. Dia mendorong benda pipih berlayar lebar itu ke arah Kanaya, agar wanita itu bisa melihat apa yang ingin dia sampaikan. Kanaya mengambil iPad itu dan memutar video yang ada di sana. Wanita cantik itu mengangkat pandangannya dengan kesal, saat dia melihat sebuah acara wawancara Kenzo di salah satu acara. Tanpa izinnya, pria itu sudah mengatakan kalau dia akan segera menikah. Sepertinya apa yang terjadi kepadanya kemarin itu sudah lama direncanakan oleh manusia jelmaan iblis di depan Kanaya itu. “Kamu hanya perlu menghapalkan apa yang tertulis di lembar berikutnya. Timku udah nyusun pernyataan yang akan kamu sampaikan soal pencabutan tuntutan dan rencana pernikahan kita. Kamu tinggal apalin aja,” ucap Kenzo yang juga mulai menikmati makanannya. Kanaya meletakkan benda pipih itu, “Emangnya harus secepat ini ya?” sebuah pertanyaan tidak berguna keluar dari mulut Kanaya. Sorot mata elang Kenzo hadir kembali, “Kamu pikir kapan enaknya?! Aku gak terima tawar menawar, Kanaya! Kamu cuma perlu nurut dan ikuti apa aja yang udah aku rencanakan!” tegas Kenzo. Kanaya hanya mencebikkan bibirnya mendengar apa yang dikatakan oleh Kenzo. Dia memilih diam, dari pada nanti mereka akan ribut lagi di tempat umum. Sambil makan, Kanaya mencoba membaca instruksi yang harus dia sampaikan di konferensi pers nanti. Dia menyunggingkan senyum karena tebakannya benar. Isi dari pernyataan yang harus dia sampaikan nanti semua berpihak pada keluarga Kenzo. Memperbaiki nama baik keluarga Sagala dan mungkin orang akan berpikir kalau dia menjual diri dan nama baiknya sendiri demi kehidupan mewah keluarga Sagala. Kanaya menarik napas dalam. “Aku ingin membuat perjanjian denganmu,” ucap Kanaya sambil menatap datar ke arah lawan bicaranya. Seringai iblis Kenzo mulai hadir kembali, “Aku sudah bisa menebaknya. Wanita cerdas sepertimu pasti akan penuh dengan antisipasi dan tidak akan mau bekerja tanpa imbalan.” “Bukan itu. Tapi aku mau kamu membuat perjanjian hitam di atas putih dan menepati semua yang aku mau.” “Perjanjian pra nikah?” “Terserah kamu mau menyebutnya apa. Yang pasti, sebelum aku melakukan semuanya, aku ingin kamu menyetujui permintaanku.” “Katakan. Apa maumu.” Kanaya menarik napas lagi dan mengeluarkannya perlahan. “Aku punya dua permintaan. Yang pertama, setelah konferensi pers nanti, di hadapanku, kamu harus menghapus video itu.” “Gak! Video akan aku hapus setelah kita menikah. Aku masih butuh jaminan kamu gak akan macam-macam, Kanaya!” Kanaya mendengus kesal, “Ok. Trus yang kedua.” Kanaya menjeda ucapannya. Dia mengamati wajah Kenzo, ingin melihat ekspresi pemuda itu. Bagaimanapun juga, dia tidak bisa percaya begitu saja pada pria itu. “Yang kedua, katanya kamu berjanji akan menanggung semua hidupku kan?” lanjut Kanaya. “Hem. Bahkan aku akan memberikan uang bulanan buat keluarga kamu dan juga rumah –“ “Gak usah! Itu gak perlu. Kamu gak perlu kasih mereka uang bulanan. Aku mau yang lain.” Kenzo menajamkan tatapannya, “Apa itu?” Kanaya menelan ludahnya, “Tolong lunasi seluruh hutang ayahku. Mereka menjerat ayahku dengan bunga yang tinggi. Itu ... cuma itu yang aku mau,” ucap Kanaya yang sedikit merasa malu pada Kenzo karena dia benar-benar seperti sedang menjual dirinya demi uang pada pria kaya itu. Kenzo menatap Kanaya dengan perasaan berbeda. Entah mengapa sepertinya rasa kasihan yang selama ini menghilang dari hidupnya, serasa datang lagi tanpa izinnya. Namun, Kenzo yang tidak ingin terlihat lemah, langsung menyingkirkan perasaan itu. Dia tidak ingin larut dalam perasaan yang akan membuatnya lemah dan terbawa suasana. “Ivan, cepet ke sini,” panggil Kenzo lewat ponselnya. Tidak lama kemudian, pintu ruang VIP itu pun terbuka. Ivan datang dan langsung duduk di samping Kenzo. “Siapkan kertas untuk membuat perjanjian,” ucap Kenzo. “Perjanjian?” Ivan melihat ke arah Kenzo dan Kanaya secara bergantian. “Cepet!” “Iya, bentar. Apa isi perjanjiannya?” tanya Ivan yang siap menyalin perjanjian antara Kanaya dan Kenzo. “Katakan apa maumu!” ucap Kenzo sambil mengangkat dagunya. Kanaya melihat Kenzo sesaat lalu melihat ke arah Ivan, “Kenzo akan menghapus video itu, setelah pernikahan terjadi. Dan Kenzo dilarang menyimpan salinan dari video tersebut,” ucap Kanaya. “Lalu yang kedua, Kenzo ak –“ “Selesaikan semua hutang keluarganya. Tapi setelah konferensi pers dilaksanakan,” potong Kenzo. “Hutang? Emang berapa hutangnya?” tanya Ivan. “Siapkan konferensi persnya sore ini! Siapkan dengan baik!” perintah Kenzo tanpa menjawab pertanyaan Ivan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN