Suara bising di gedung yang menjadi tempat pilihan Arletha membuka usaha, ternyata tidak mencegah gadis itu untuk tidak melamun. Berdiri di depan jendela kaca besar yang berada di lantai dua, matanya terlempar jauh ke luar. Momen percakapan bersama Meisya kembali mengusik hatinya. Masih ada keraguan terhadap wanita itu, meski mulutnya berkata tidak akan mengganggu hubungannya bersama River. “Maaf Mbak, bisa pindah ke lantai bawah dulu. Ada banyak debu karena pekerjaan selanjutnya, jadi sebaiknya Anda jangan di sini.” Suara dari mandor yang mengawasi proyek, membuyarkan lamunan Arletha. Ia pun mengangguk, pertanda mengerti. “Baik Pak, saya ke bawa sekarang.” Sepulang dari Eleven, Arletha langsung menuju tempat ini. Melihat kemajuan dari dari para tukang yang menggarap salonnya sesuai de