Teriak, nangis, jangan diam!

1493 Kata

“Ah … Re.” Alora meremas rambut klimis Regan hingga berantakan. “Di sana, iya. Sebelah sana … lebih kuat!” Satu tangannya mencengkeram sprei, tubuhnya melengkung, kepala mendongak, bibir bawah digigit dengan ekspresi yang nyaris tak tertahankan. “Emm … enak.” “Sayang … kalau kamu terus begitu, saya bisa kelepasan.” Mata Alora sedikit berbinar, menunduk menatap suaminya yang berlutut dibawah kakinya. “Ya gimana, emang enak. Sejak kapan kamu pinter mijat begini sih?” Regan tak langsung menjawab. Matanya menatap lurus, fokus, seperti menimbang sesuatu. Padahal rencananya simpel—satu ronde singkat sebelum makan malam keluarga. Obat kangen. Tapi semuanya bubar begitu dia lepas sepatu Alora, dan mendapati kakinya memerah. Bengkak. Mungkin, terlalu lama pakai heels yang tidak nyaman. “Mau

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN