Menguping

886 Kata
Kembali ke kantor, Rara masih tetap mengekori pria mata sipit itu dari belakang. Setelah kejadian tadi siang di minimarket, wajah buram dari pria itu menjadi ceria pengaruh permen diberikan oleh gadis aneh. "Eh... Om, sebentar deh!" Rara menghentikan langkah kakinya. Dennis awalnya biasa saja, tapi lama kelamaan sikapnya yang cuek itu menjadi kaku. Soalnya sekeliling ada di hotel ini  memperhatikan sikap gadis aneh itu. "Sudah. Begini, kan, rapi," ditepuk-tepuk jas kerjanya kemudian Rara pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal. Dennis masih memperhatikan seluruh kulit pada tubuh gadis aneh bin ajaib itu mengarah tempat ruangan pemilik perusahaan ini. "Wah... Mr. Lee di perhatikan sama Nona Rara. Aduh ... saya jadi iri nih, sama Bapak," cerocos suara mengundang kesadaran Dennis seiring kedua matanya memicingkan pada seorang wanita cantik namun biasa saja, tengah memegang gagang pel. Dennis pun tidak pedulikan wanita itu yang biasa di sebut Office Girl. Ia memilih untuk masuk ke ruangannya. Ada yang berdesir aneh pada jantungnya. Aneh tapi merasa kehangatan ketika gadis absurd itu merapikan baju dan rambut serta penampilannya. Senyuman yang tersembunyi kembali di terbitkan tanpa ia sadari. Sementara Rara tengah duduk di salah satu ruangan di mana Edy - sang Ayah tengah sibuk sama beberapa berkas di meja. Rara malah keasyikan memutar - mutar kursi beroda itu, sambil mengemut permen bertangkai itu. "Pa, Rara mau tanya ..." suara merdu bagai lebah madu tak buat Edy menghentikan pekerjaannya. "Ya, tanya saja," responsnya Kursi jarak beberapa meter itu, didorong maju sampai menabrak meja ukuran besar dan kuat itu tidak luput untuk Edy menghentikan aktivitasnya. "Om Oli, keponakan sahabat Papa, kan?" tanya Rara pelan namun tetap terdengar sangat jelas. "Hmm ..." lenguhnya si Edy "Boleh, nggak, Om Oli tinggal di rumah Papa? Soalnya, rumah Papa besar terus setiap hari merah saja Papa mau mesraan sama Mama asyik tertunda mulu karena Rara, ya, kan?" Pertanyaan dari Rara buat Edy benar terhenti sama pekerjaannya. Kedua bola mata yang benar bikin Rara senyum jail, meskipun Papanya tipe yang begitu dikagumi semua para kaum wanita ada di hotel ini. Tetap saja setia Edy hanya untuk istri tercinta sekaligus putri kesayangan tak jauh beda dengan  sifat babar-Nya itu. "Bagaimana, Pa? Om Oli boleh tinggal di rumah kita, kan? Daripada dia asyik bolak-balik olahraga lewat kompleks rumah kita. Mendingan tinggal bareng, terus kalau ada apa-apa sama Om Oli, kan, ada si cewek manis penyelamat menolong sang pujaan hati." cengirnya "Tapi, kamu tidak buat macam-macam sama Lee? Kamu tahu usia kamu dan dia itu..." "Tahu dong, Pa. Papa tenang saja, Rara bisa jaga sikap yang baik dan sopan. Tapi lihat konsekuensinya, kalau Rara rada eror tahulah .... oke sudah fix, ya, Pa. Om Oli boleh tinggal di rumah kita!" Rara bangkit dari posisi duduknya, sedangkan Edy belum selesai berbicara itu putrinya sudah keluar dari ruangannya. Rara kembali masuk ke ruangan Dennis tanpa mengetuk pintu. Ketika pintu ia buka, tak ada siapa-siapa. Celingak-celinguk kepalanya mencari keberadaan sang pujaannya. Ia menutup kembali, terus menghampiri bagian resepsionis. "Mbak, Om Oli, tahu ada di mana sekarang?" tanyanya  "Om Oli?" ulangnya "Maksud Rara, Om Lee. Tinggi, sipit, cuek plus ganteng. Ke mana ya?" ulangnya sampai ciri-ciri dia memperagakan.  "Oh, Mr. Lee, sepertinya dia ada di depan sekitar lima belas menit yang lalu. Kalau ke mana sih, saya tidak tahu," jawabnya sopan. Rara mengarah depan utama ada di lobi, terus senyum kepada resepsionisnya. "Oke deh, Thanks, ya!" Dia kembali pergi arah keluar. Pada saat di depan lobi utama sebelah kanan suara yang sangat familier itu terdengar oleh gadis aneh ini. Rara menoleh arah suara itu, dan wajah berseri pun terlukis di wajahnya. "Om Oli ... Papa sudah izinkan Om tinggal di ...." Rara berhenti jarak lima meter dari posisi di mana pria bermata sipit itu sedang berargumentasi dengan seseorang. Posisi membelakangi itu benar buat gadis pendek ini penasaran apa yang didebatkan oleh pria tinggi bermata sipit itu. Takut mengganggu pembicaraan manusia dewasa, Rara bersembunyi dan menguping pembicaraan manusia dewasa di balik tembok tebal dan besar. "Untuk apa lagi, Lee? Sudah sekian kalinya  akan menemui mereka. Tapi, apa? Mana buktinya? Kamu malah lari dan memilih untuk kerja di negara tidak berpendidikan ini!" suara wanita yang sedang kesal kepada Dennis "Kamu salah paham, aku bisa jelaskan. Aku bekerja di sini atas keinginanku. Oke, kamu boleh katakan aku pria pengecut, tapi sadarkah, aku lakuin ini juga karena kamu. Aku menghindar agar kamu tahu aku masih sayang dan cinta. Tapi, aku belum bisa buktikan yang sesungguhnya. Bersabarlah," ucap Dennis kepada wanita itu. "Bersabar katamu? Sampai kapan, Lee. Kamu tahu aku datang ke sini bukan hanya untuk mendengar kejelasan tidak penting! Lebih baik kita akhiri saja." Om Oli sudah punya pacar, ya... Rara,  tak ada harapan lagi. Eh... tapi itu pacarnya pergi, pergi loh. Berarti ada kesempatan kedua dekati Om Oli dong? - Pertanyaan demi pertanyaan pada pikiran Rara berputar - putar. Dennis menghembuskan napasnya panjang, kemudian kembali ke tempat kerjanya. Langkahnya terhenti tanpa sengaja menemukan sosok seorang tengah berdiri di balik tembok tebal dan kuat itu. Apa dia mendengar semua pembicaraanku dengan Laura? - pertanyaan dari Dennis dalam hati Dennis anggap tidak melihat gadis aneh itu ada di sana. Ia memilih melangkah seperti biasa, Rara yang sibuk dengan pikirannya tersadar dan mengekori pria tinggi bermata sipit itu masuk ke gedung ini. Senyuman diam di balik wajah cuek pada pria itu tetap melangkah. Rara malah mengejar langkah kaki lebar dari pria tiang listrik tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN