Rasa Semangka

575 Kata
Duduk manis di sebuah minimarket memang kegemaran gadis pendek ini. Setiap hari malahan tidak pagi, siang, sore, malam. Tetap saja ada yang dinikmati olehnya, memang kebiasaan turun menurun dari ibunya si Nella. Dennis sedang berbelanja beberapa kebutuhan stok untuk sehari-hari di hotel. Kenapa harus beli segala sih, kan kebutuhan hotel banyak. "Om, benaran nggak mau tinggal di rumah Papaku? Om, anggap saja itu sewa kamar sama halnya sewa hotel sebulan. Terus makan juga tersedia, kalau bosan bisa makan di luar. Makanan di pinggir jalan juga higienis," celoteh Rara setelah permen tangkai ludes digigit tanpa ada sisa rongga mulutnya. Dennis tidak menanggapi, masih sibuk sama ponselnya. Lama-lama Rara ingin merampas ponsel itu dari pria super cuek. "Om, please deh, kalau ada gadis cantik, manis itu lagi ajak bicara disahuti, respons, atau kasih kode gitu. Ini malah asyik sama ponselnya. Ponsel saja nggak bisa bicara terkecuali nada panggilan," lanjutnya celoteh tanpa ada titik koma di mulutnya. Dennis melangkah kaki sedikit menjauh dari gadis absurd itu. Dia sedang menerima panggilan telepon sepertinya benar sangat penting dan serius. Dari cara Rara perhatikan ekspresi pria sipit, tiang listrik itu berbicara. Sepertinya ada masalah deh sama itu Om Oli...  Dia bicara sama siapa sih. Terdengar sedikit saja sih, walau logatnya kurang gue paham. katanya dalam hati menyimpulkan sendiri. Rara memasang daun telinga sebelah kiri lebar-lebar alias menguping pembicaraan dari pria tiang listrik itu. "Dengar aku dulu, kamu bisa datang ke sini. Atau perlu aku jemput dirimu. Apa perlu aku buktikan kepadamu, kalau aku benar serius. Aku bekerja di sini juga untukmu bukan untuk bersenang-senang ... Come on, Baby ... kamu jangan buatku semakin pusing. Believe me, Okay! I'm really Love You...?" Hanya itu dapat Rara dengar dari pembicaraan pria mata sipit itu dengan si penelepon. Dennis menutup kedua matanya dengan satu tangan kosong. Dia benar pusing dengan hubungan lawan jenisnya. Cinta pertama dan terakhir, perjuangan dia untuk bisa kembali lagi kepadanya harus berakhirkah? Dia kembali menelepon wanita itu, tak ada jawaban artinya dia tidak ingin menerima panggilan dari pria mata sipit itu lagi. Hembusan napas panjang dan kasar membuatnya tidak akan menyerah, masih ada kesempatan untuk memperbaiki semua. Rara duduk seperti biasa pura-pura memutarkan permen tangkai pada mulutnya. Namun sudut bola matanya melirik, wajah pria itu sangat kesal, jengkel, dan galau. Dennis menyadari kalau gadis aneh ini sedang memperhatikannya, dia pun membalas menatap gadis itu tepat di hadapan dengan permen batang itu. Rara tidak merasa takut dengan tatapan tajam seperti serigala malahan lebih menantang untuknya. "Om, ada masalah, ya?" Rara memulai percakapan tanpa merasa ragu. Tak ada jawaban, Rara membuka permen batangan bungkusan biru, tapi isinya merah. "Biasanya kalau lagi banyak pikiran atau masalah serius, permen ini bisa meringankan otak, Om. Gue yakin Om pasti fresh sama permennya. Rasanya boleh dibilang mantap. Permen ini tidak melihat usia, seperti rasa suka gue sama Om." Di berikan permen terbuka kepadanya. Dennis malah meratapi permen warna merah merona itu, Rara merasa pegal pegang permen itu dengan rasa kesal, dia pun langsung memasukkan permen itu secara paksa ke mulut pria mata sipit. Pria itu terkejut bukan main, soalnya itu permen mengenai gigi depannya sakit sih, cuma ada rasa manis-manisnya. "Sudah dibilang rasanya mantap juga, masih dilihati terus. Itu permen nggak bakal gue taruh racun. kalau pun ada, paling jatuh di pangkuanku. Nanti gue kasih napas buatan untuk Om," omelnya buat pria itu membatu tidak dapat berkata-kata. Terlalu menikmati permen di mulut rasa buah semangka, terasa manis. Ada benarnya pikiran pun lenyap setelah mengemut permen ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN