Butuh waktu lama buat Nathan sampai di daerah istimewa Yogyakarta. Bahkan setelah turun dari pesawat, ia masih harus menempuh perjalanan beberapa jam menuju lokasi yang sudah dikirimkan oleh salah satu orang suruhannya. Orang suruhannya yang berhasil melacak keberadaan Bianca. Namun, setibanya di lokasi yang dimaksud, Nathan dibuat bingung dan bertanya-tanya, perasaannya seketika kalud menyadari di mana dirinya saat ini.
Parkiran sebuah rumah sakit swasta di kota itu. Nathan bergegas keluar dari mobil, ketika orang suruhannya sudah menunggu di samping mobil, siap melaporkan temuannya kepada Nathan.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Bianca sampai dilarikan ke sini? Apa keadaannya baik-baik saja? Apa dia terluka parah sampai harus dibawa ke rumah sakit?" cerocos Nathan, tak sabar ingin mengetahui kondisi Bianca sekarang dan alasan kenapa wanita itu sampai harus dilarikan ke rumah sakit.
"Percobaan bunuh diri," jawab orang suruhan Nathan, membuat Nathan tercengang dan sulit percaya.
"Nggak mungkin!" Nathan yakin Bianca tidak senekat itu, ia percaya kalau Bianca wanita yang tegar dan mustahil akan melakukan tindakan semacam itu. Tapi sepertinya kepercayaan Nathan tak bisa dipertahankan saat orang suruhannya kembali menerangkan.
"Luka sayatan di kedua tangan membuatnya banyak kehilangan darah, kondisinya kritis saat dilarikan ke sini. Tapi dokter segera menanganinya dan beruntungnya masih bisa diselamatkan walau kondisinya masih belum stabil untuk sekarang," ujar laki-laki berperawakan besar yang sudah memastikan sendiri keadaan Bianca di ruang rawat.
Nathan kehilangan kemampuannya untuk berkata-kata, ia tak tahu harus bereaksi bagaimana. Karena rasa bersalah mulai menggerogotinya, bercampur dengan banyaknya pertanyaan yang bercokol di dalam kepalanya saat ini.
Apa yang melandasi Bianca sampai senekat itu melukai dirinya sendiri? Mungkinkah karena pertemuan tiba-tiba dengannya? Nathan penasaran, ingin tahu, walau tak satu pun jawaban yang bisa memenuhi rasa penasarannya sampai saat ini.
"Kamu sudah selidiki, siapa yang membantu pelarian Bianca sampai sini? Nggak mungkin dia bisa sampai sini kalau bukan karena bantuan seseorang." Nathan juga sangat penasaran akan sosok di belakang Bianca yang membantunya kabur sejauh ini. Yang pasti sosok itu bukan Sandra, karena Sandra sendiri tidak tahu keberadaan Bianca.
"Sudah. Namanya Adam, dia seorang arsitek sekaligus penanggung jawab project di perusahaan Bramantyo Group. Dia yang selama ini membantu persembunyian target, dia juga yang mengirim target ke sini dan menugaskan salah satu anak buahnya untuk menjaga target selama di sini," terang anak buah Nathan, melaporkan secara detail siapa sosok yang selama ini membantu Bianca dalam pelarian.
Sudah Nathan duga kalau orang itu Adam, laki-laki yang sebelumnya ia temui di salah satu resort tempat Bianca bersembunyi. Nathan jadi ingin lebih tahu tentang sosok laki-laki itu, serta mengetahui sejauh mana hubungannya dengan Bianca.
"Cari tahu lebih banyak soal dia, juga hubungannya dengan target, laporkan secepatnya," suruh Nathan.
"Baik Bos, kalau begitu saya permisi." Setelah menyanggupi perintah Nathan, orang itu pun pamit undur diri. Begitu juga dengan Nathan yang terburu-buru meninggalkan parkiran, ia ingin segera mengecek keadaan Bianca.
Beruntung Nathan sudah tahu di mana Bianca saat ini dirawat, jadi dirinya tak perlu repot-repot bertanya lagi ke petugas rumah sakit yang berjaga di lobi depan. Nathan mempersingkat waktu langsung menuju ruangan di mana Bianca tengah terbujur lemah tak berdaya. Sayangnya ketika ia sampai di sana, ada seseorang yang sedang stand by di depan ruangan sambil bertelepon.
Pasti itu orang suruhan Adam, pikir Nathan. Mengingat orang suruhannya tadi bilang kalau Adam menugaskan anak buahnya untuk menjaga Bianca. Keberadaan orang suruhan Adam di depan ruang rawat Bianca, bukan berarti membuat Nathan kehilangan nyalinya untuk menemui Bianca langsung. Ia tanpa gentar mendekat, meski langsung mendapat sambutan tak suka dari orang tersebut.
"Maaf, Anda siapa ya?" Orang itu langsung menahan Nathan ketika langkahnya sudah tiba di depan ruang rawat Bianca.
Nathan tak menghiraukan orang itu, tidak penting. Baginya ada yang jauh lebih penting, kondisi Bianca di dalam sana jauh lebih penting. Nathan ingin segera menemui Bianca, ia pun tanpa pikir panjang menarik gagang pintu. Sedikit lagi ia bisa melihat Bianca yang terbujur lemah di dalam, sayangnya orang suruhan Adam dengan sigap menahan pergerakan Nathan agar tidak bisa masuk.
"Maaf, mbak Bianca belum boleh dijenguk, apalagi dijenguk oleh orang tak dikenal," kata orang suruhan Adam seraya menarik kembali gagang pintu yang masih dipegang oleh Nathan.
Nathan mendengkus pelan. Sebenarnya ia malas berurusan dengan orang suruhan Adam, tidak penting dan hanya akan membuang waktunya secara percuma. Tapi melihat situasinya, sepertinya Nathan harus memberi sedikit pengertian pada orang itu tentang siapa dirinya.
"Orang tak dikenal?" Nathan menatap lurus-lurus orang yang memiliki perawakan pendek itu. "Kata siapa aku orang tak dikenal? Kau tak tahu siapa aku?"
"Tidak, dan saya ndak perlu tahu siapa Anda. Untuk saat ini mbak Bianca memang belum boleh dijenguk oleh siapa pun, jadi tolong mengerti, jangan membuat keributan yang tidak perlu."
Wah, haruskah Nathan langsung pakai kekerasan saja? Tapi itu bukan dirinya, ia tak pernah memakai kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Namun, melihat bagaimana orang itu melarangnya menemui Bianca, Nathan yakin kalau Adam sudah memperingatkannya. Kalau begitu kenapa Nathan tidak bertindak nekat saja?
"Mas!" Orang itu panik saat Nathan mengabaikannya dan malah tetap nekat akan masuk ke ruangan rawat Bianca. Beruntung ia sigap dan berhasil mencekal lengan Nathan, membatasi gerakan si empunya membuka pintu. "Tolong Mas, sebaiknya Mas pergi saja."
Nathan berdecak, menghempas kasar tangan laki-laki di sampingnya dari lengannya. Ia menatap tajam orang itu, yang nampak sedikit ketakutan walau tetap memasang wajah sok berani terhadap Nathan. "Jangan ikut campur!" Suara dingin Nathan menegaskan kedudukan di antara mereka. "Kau hanya orang asing yang baru bertemu Bianca, sedangkan aku————"
"Orang yang telah membuat Bianca celaka!"
Nathan tercekat, suara seseorang menginterupsi dan memaksanya mengalihkan atensi ke belakang. Begitu juga dengan orang suruhan Adam, tampak ikut memperhatikan siapa sosok yang menyela pembicaraan mereka.
"Sandra!" Nathan tampak terkejut mendapati Sandra tiba-tiba muncul di hadapannya dan langsung memberinya tamparan keras. s**t! Nyaris saja Nathan mengumpat, beruntung ia masih bisa menahan mulutnya untuk tidak bereaksi atas aksi Sandra barusan. Walau pipinya cukup perih akibat tamparan Sandra yang tak kira-kira, Nathan yakin kalau wanita itu mengerahkan seluruh tenaganya.
"Sandra, tahan. Kamu nggak boleh begini sayang. Ingat sama bayi dalam kandungan kamu." Di antara orang-orang yang syok melihat apa yang Sandra lakukan, Leon yang paling sigap menahan Sandra ketika istrinya bersiap melayangkan tamparan lagi pada Nathan.
"Lepas Leon, biar aku kasih pelajaran laki-laki tidak tahu diri ini!" teriak Sandra, memberontak.
Nathan paham kenapa Sandra begitu membencinya. Hubungannya dengan Sandra dulu baik-baik saja, tapi semenjak ia memutuskan sepakat bertunangan pura-pura dengan Sera tanpa sepengetahuan siapa pun selain mereka berdua, hubungannya dengan Sandra seketika itu juga memburuk. Ditambah menghilangnya Bianca saat itu, menambah deretan masalah yang membuat Sandra begitu membencinya setengah mati. Lihat saja bagaimana Sandra menatap bengis dirinya saat ini. Padahal dulu tatapan wanita itu begitu meneduhkan sampai-sampai Nathan pernah jatuh cinta kepadanya.
"San, please. Kali ini saja, biarkan aku bertemu Bianca." Nathan dengan segenap kerendahan diri memohon pada Sandra.
Semua mata tertuju pada Nathan yang mendadak bersimpuh di depan kaki Sandra. Mereka mungkin iba melihat kegigihan Nathan yang sangat ingin bertemu dengan Bianca sampai rela berlutut memohon seperti itu. Namun, tidak dengan Sandra yang sama sekali tak mau memberikan kesempatan kepada Nathan.
"Untuk apa?" Sandra berkata sinis, tak sedikit pun mau melihat kesungguhan Nathan. "Untuk menyakitinya lagi dan membuatnya celaka? Apa kau belum puas juga? Ini semua gara-gara kau, Nathan! Seandainya kau tidak datang lagi menemui Bianca, maka ini semua tak akan terjadi!!!" Sandra sekali lagi menumpahkan semua kesalahan pada Nathan. "Kenapa kau harus datang lagi, di saat hidup Bianca sudah baik-baik saja tanpa kau!!!"
"Apa maksudmu?" Nathan mendongak, matanya menuntut penjelasan karena ia sama sekali tak paham apa maksud perkataan Sandra barusan.
"Kamu masih belum mengerti, Nathan?" Sandra mendecih sinis, benar-benar melihat Nathan seperti hama yang telah merusak tanamannya dan membuatnya tak tahan ingin melontarkan kata-kata menusuk. "Kamu tak paham? Atau pura-pura bodoh! Padahal sudah jelas Bianca sampai nekat bunuh diri itu karena kau!" Nathan tercengang, ekspresinya menegang mendengar apa yang Sandra katakan. "Karena kau, Nathan! Karena kau yang kembali mendatanginya dan membuatnya kembali terpuruk dalam perasaan sakit hati karena dulu kau campakkan. Bukankah kau sangat berengsek, Nathan? Bisa-bisanya kau masih punya muka setelah membuat Bianca jadi seperti ini! Kau benar-benar keterlaluan!!!" Suara Sandra melengking, menarik perhatian setiap pasang mata di dekat situ.
Nathan hanya bisa tertunduk diam, mencerna setiap kata-kata Sandra yang seakan menusuk jantungnya sampai berhenti berdetak untuk sepersekian detik pertama. Kini banyak pertanyaan kembali bermunculan di dalam kepala Nathan, membuat pening melandanya dan perasaan bersalah yang kian brutal menggerogoti dari dalam.
Benarkah Bianca bunuh diri karena aku?
Tapi kenapa?
Kenapa, Bianca?
Kenapa kamu malah ingin meninggalkan aku selamanya, di saat aku sangat takut kehilangan kamu. Apa sebegitu besarnyakah rasa kecewamu dulu, sampai tak bisa memberiku kesempatan untuk menjelaskan dan memperbaiki semuanya seperti semula.
Apakah kita tidak bisa bersatu, Bianca?