ALLJC.05 AKU AKAN SELALU MERINDUKANMU
ALBERT MA
“Casey, apa semua keperluanku sudah di siapkan?” Aku yang tengah duduk di sofa bertanya pada Casey yang sedang merapikan dokumen-dokumen yang ada di atas meja kerjaku.
“Sudah, Tuan.”
“Bagaimana dengan tempat tinggalku?”
“Sudah di siapkan, Tuan.”
“Ruang kerjaku selama bekerja di sana?”
“Juga sudah, Tuan. Semuanya dipersiapkan dengan baik sesuai dengan keinginan dan selera Tuan.”
Aku pun mengangguk, “Oke. Aku bisa sedikit tenang. Aku tidak ingin saat sampai di sana semuanya belum dipersiapkan.”
“Sudah, Tuan. Sudah di persiapkan.” Casey yang masih sedang merapikan meja menanggapi ucapanku.
“Oh iya, Casey. Sehubung aku baru melihat-lihat situasi di sana dan hanya mengunjungi satu perusahaan di awal, jadi aku hanya membawa dokumen yang bersangkutan saja. Yang perlu kamu masukan ke dalam tas dokumenku adalah dokumen yang berhubungan dengan perusahaan G Group. Mereka adalah penyedia material-material yang akan kita gunakan dalam proyek pembangunan kita di sana nanti.”
“Baik, Tuan.”
“Sisa dokumen lainnya dan juga beberapa gambar sketch bangunan milikku, kamu bawa nanti bersamamu saja. Nanti aku akan mengirimkan list gambar apa saja yang akan kamu bawa via chat.”
“Baik, Tuan.”
“Satu lagi. Jangan lupa titipkan alat-alat gambarku pada Joshua saat ia berangkat ke Singapore menyusulku beberapa hari lagi.”
“Baik, Tuan. Apa masih ada lagi?”
Aku menggelengkan kepala, “Tidak. Aku yakin kamu telah melengkapi semua keperluan keberangkatanku dengan baik.”
Saat ini aku ingin beristirahat sejenak setelah selesai mengerjakan sebuah sketch gedung bertingkat untuk seorang klien ku. Sketch gedung itu sudah aku kerjakan dari beberapa hari yang lalu. Dan hari ini aku hanya melakukan finishing dan memeriksanya dengan baik agar tidak ada kesalahan yang memerlukan revisi lagi nantinya. Karena sore ini aku akan berangkat ke Singapore dan belum tahu kapan akan kembali, jadi aku harus menyelesaikan semua pekerjaanku sebelum aku pergi.
Selain membantu Ayah Billy Ma mengelolah perusahaan Ma’s Corp yang bergerak di bidang property, aku juga berprofesi sebagai aristek urban. Arsitek urban bertugas untuk mengelompokkan bangunan, merancang titik temu dalam lingkungan, jalur jalan, dan hubungan antar jalan. Pekerjaanku berkaitan dengan arsitek bangunan, desain lanskap, dan bangunan hijau. Mengatur alur pergerakan di dalam lingkungan dan kota agar lebih teratur, rapi, fungsional, dan nyaman.
Dan tujuanku ke Singapore adalah meneruskan pembangunan sebuah kawasan real estate di Singapore yang sempat terhenti karena pimpinan Ma’s Corp yang sebelumnya yang ada di Singapore meninggal dunia beberapa bulan yang lalu. Untung saja sebelum ia meninggal, proyek ini hanya baru sampai di titik pemerataan tanah. Jadi aku bisa mengatur kembali desain real estate tersebut sesuai keinginanku.
“Tuan, semuanya sudah siap. Apa masih ada hal yang Tuan perlukan?” Casey bertanya padaku setelah selesai merapikan semua barang.
“Tidak. Sudah cukup. Semuanya aku serahkan padamu. Dan tolong bawa semua dokumen yang kita perlukan saat kamu menyusulku, Casey. Jangan sampai ada yang tertinggal.”
Casey pun mengangguk, “Baik, Tuan. Kalau begitu aku permisi dulu.”
“Ya.” Aku menjawab dengan singkat. Sedangkan Casey asistenku berlalu pergi keluar ruangan.
Setelah Casey pergi, aku pun melanjutkan waktu santaiku dengan bersandar di sofa sambil memainkan ponselku. Aku membalas pesan singkat yang dikirimkan oleh Violeta Winston yang dari tadi belum sempat aku balas.
“Sayang, nanti kamu berangkat dengan penerbangan jam berapa?”
-Violeta Winston-
“Aku berangkat dengan penerbangan jam 4 sore nanti. Tapi aku akan pergi ke bandara setelah istirahat siang.”
-Albert Ma-
“Apa aku boleh mengantarmu pergi?”
-Violeta Winston-
“Tentu saja. Sampai jumpa nanti di bandara.”
-Albert Ma-
Aku tersenyum sendiri membalas setiap pesan yang dikirimkan oleh Violet Winston. Aku merasa senang karena ia sangat peduli padaku. Bahkan sore ini ia ingin bertemu denganku, melepas kepergianku. Wanita ini benar-benar telah membuatku sangat tersentuh. Dan aku berharap ia akan setia menungguku hingga aku kembali. Aku akan menikahinya dan menjadikannya pendamping hidupku.
“Albert, kenapa kamu tersenyum sendiri?” tiba-tiba Joshua memasuki ruang kerjaku mengagetkanku.
Aku menoleh ke arah pintu dan tersenyum, “Tidak. Aku hanya sedang membalas pesan dari Violet.”
Joshua yang tadi berjalan menghampiriku kini duduk di sampingku dan kembali bertanya, “Albert, apa sore ini kamu jadi berangkat ke Singapore?”
“Ya, jadi. Aku akan berangkat ke bandara jam 2 siang. Kenapa?”
“Hmmm… Sepertinya aku tidak bisa menyusulmu ke Singapore dalam waktu dekat. Masih ada pekerjaanku yang lain yang belum selesai. Landscape untuk rumah pribadi milik walikota baru siap minggu depan. Mungkin aku bisa menyusulmu 2 minggu lagi. Aku harus menyelesaikan semua pekerjaanku di sini sebelum aku pergi menyusulmu.”
“Oke, tidak apa-apa. Yang penting kamu jadi menyusulku. Lagi pula untuk beberapa hari ke depan aku harus menemui perusahaan penyedia bahan-bahan yang kita perlukan untuk proyek ini. Aku harus mengenal pemiliknya dulu dan kembali membahas masalah kerja sama dengan mereka. Karena sebelumnya Tuan Julian lah yang mengurus semuanya di sana sebelum ia meninggal.”
“Oke. Lebih baik memang begitu. Setelah kamu menyelesaikan semua hal yang penting, kita bisa memulai pekerjaan setelah aku sampai di sana.”
“Baiklah.”
Joashua terdiam sejenak lalu kembali berkata, “Oh iya, Albert. Kamu akan mengerjakan proyek pembangunan di Singapore cukup lama. Lalu bagaimana dengan Violet?”
“Tidak masalah baginya. Aku telah berjanji padanya akan menikahinya tahun depan.”
“Baguslah kalau begitu.” Joshua melirik jam yang bergerak di dinding dan kembali berkata, “Albert, aku mengantuk. Ada waktu satu jam lagi sebelum kamu berangkat ke bandara. Aku tidur sebentar. Jangan lupa bangunkan aku satu jam lagi. Aku akan mengantarmu ke bandara nanti.”
“Baiklah.” Aku mengangguk dan tersenyum melihat Joshua yang telah meringkuk di sofa lain yang ada .
Joshua adalah teman baikku. Kami berdua berteman semenjak kami masih duduk di bangku kuliah. Dan hingga kini kami berdua masih berteman baik layaknya saudara. Jika setelah dewasa aku berprofesi sebagai arsitek urban, Joshua lebih memilih menjadi arsitek lanskap. Pekerjaannya lebih focus pada luar ruangan, seperti taman, kebun, lingkungan perumahan, dan ruang public. Dan aku sering melibatkannya dalam berbagai proyekku. Termasuk proyek real estate yang akan aku kerjakan selama di Singapore. Ia adalah partner kerja yang pernah aku kenal.
****
“Albert, apa kamu sudah memastikan tidak ada barang lain milikmu yang tertinggal?” Joshua bertanya padaku saat kami telah berada di bandara. Kami baru saja turun dari mobil dan ia mengantarku hingga ke Depature Hall.
Aku yang sedang berjalan sambil menarik koper pun menjawab, “Tidak. Aku rasa tidak ada barangku yang tertinggal.”
Joshua yang berjalan di sampingku menghentikan langkahnya sejenak di tengah-tengah hall dan kembali berkata, “Aku rasa kamu meninggalkan sesuatu, Albert.”
Aku mengerutkan dahiku dengan perasaan sedikit kebingungan, “Tidak, Joshua. Casey sudah menyiapkan semuanya untukku. Semuanya sudah ia siapkan dengan baik.”
“Tapi aku rasa kamu meninggalkan sesuatu yang berharga.” Joshua kembali berkata sambil tersenyum dengan mata tertuju ke belakangku.
Spontan aku membalikkan tubuhku menoleh ke belakang. Terlihat wanita cantik yang sangat aku kenal tengah berdiri di belakangku sambil tersenyum. Dengan segera ia menghempaskan tubuhnya di dadaku dan memelukku, “Albert…”
Aku tersenyum sambil memeluk Violeta Winston yang kini sedang memelukku. Kami berpelukan cukup lama, hingga dadaku terasa basah. Kemudian aku merenggangkan pelukannya di tubuhku dan menatap wajahnya yang kini sedang meneteskan air mata. Sepertinya saat ini Violeta Winston tengah menangisi kepergianku.
“Sayang, kenapa kamu menangis?” Aku bertanya pada Violeta Winston sambil menghapus air matanya dengan ibu jariku.
“Aku menangis karena kamu akan pergi.”
Aku tersenyum terharu melihat ia menangisi kepergianku yang hanya sementara. Aku kembali memeluknya dan berkata, “Jangan menangis. Aku hanya pergi sebentar, tidak akan lama.”
“Tapi proyekmu yang besar itu akan memakan waktu lama. Kamu pasti juga akan kembali lama. Aku akan sangat merindukanmu.” Violeta Winston menjawab dengan suara manja.
“Kita masih bisa video call.”
“Itu tidak cukup.”
“Hmmmm… Bagaimana kalau aku akan pergi ke London mengunjungimu setiap akhir bulan?”
“Benarkah?” Seketika Violeta Winston bertanya dengan penuh semangat.
Aku menggukkan kepala berusaha menghiburnya. “Ya, aku akan ke London menemui setiap akhir bulan.”
“Tapi…”
“Tapi apa?”
“Bagaimana kalau setelah sampai di sana kamu malah jatuh cinta dengan wanita lain?”
Mendengar pertanyaan Violeta Winton yang seperti kekanak-kanakan membuatku tertawa. “Tidak. Tidak akan ada wanita lain selain dirimu.”
“Apa kamu mau berjanji padaku?”
“Ya. AKu berjanji padamu.”
Violeta Winston tersenyum sambil merapikan bajuku sembari berkata, “Baiklah. Kalau begitu aku mengizinkanmu pergi. Dengan syarat kamu harus menghubungiku setiap hari.”
“Ya, Sayang. Aku akan menghubungimu setiap hari.”
Saat aku dan Violeta Winston sedang berbicara, Joshua pun berdeham.”He’em… Apa bermesraannya sudah selesai? Apa kalian tidak kasihan padaku ini?”
Aku dan Violeta Winston pun tertawa mendengar ucapan Joshua. Kemudian aku melepaskan pelukanku dari tubuh Violeta Winston dan berkata, “Violet, aku pergi dulu. Berlama-lama di sini akan membuatku lupa waktu. Jaga dirimu baik-baik selama aku pergi. Aku akan selalu merindukanmu.”
“Aku juga akan selalu merindukanmu. Ingat janjimu padaku dan sering-seringlah menghubungiku.”
“Baik. Aku pergi. Bye-bye.”
“Bye-bye.” Violeta Winston tersenyum pahit menatapku.
Aku menoleh pada Joshua yang berdiri di hadapanku dan berkata, “Joshua, aku pergi dulu. Jaga Violet baik-baik.”
“Ya… aku mengerti. Sekarang segera lah masuk. Nanti kamu bisa ketinggalan pesawat. Jangan khawatir, aku akan menjaga Violet dengan baik.” Joshua menjawab dengan wajah malas sambil tertawa.
Dan aku pun berjalan memasuki ruang pemeriksaan dengan langkah berat. Hatiku terasa berat untuk pergi hari ini, seolah aku tidak akan pernah kembali bertemu dengan Violeta Winston. Sebuah perasaan yang aneh yang pernah aku rasakan selama aku berpisah dengan Violeta Winston.