ALLJC.06 PRIA ANGKUH DAN BOSSY
ALLURA GIBSON
Semenjak wisuda beberapa tahun lalu dari salah satu universitas ternama di Singapore dengan nilai cukup memuaskan di jurusan Marketing Communication, aku belum mencari pekerjaan. Beberapa kali ayah dan ibuku menyuruhku untuk bekerja di perusahaan milik keluargaku, tapi aku menolaknya. Aku tidak ingin bekerja di perusahaan keluarga karena aku tidak ingin selalu di awasi oleh kakakku. Aku berencana untuk bekerja di perusahaan lain, jika aku telah menemukan perusahaan yang pas dengan skill ku. Dan untuk sementara waktu ini aku menghabiskan hari-hariku dengan santai dan bersenang-senang menjadi putri kesayangan keluarga Gibson.
Aku adalah anak kedua dari pasangan Tuan Alvaro Gibson dan Nyonya Ava Gibson. Ayahku adalah pemilik perusahaan G Group, sebuah perusahaan pengadaan material pembangunan untuk perusahaan rekanan yang bergerak di bidang pembangunan gedung, perumahan, real estate yang ada di Singapore. Setelah kakakku Armand Gibson dewasa, ayahku menyerahkan perusahaan tersebut sepenuhnya kepada kakakku untuk ia kelolah. Dan sepengetahuanku, selama perusahaan itu dipimpin oleh Armad Gibson, perusahaan itu tetap berkembang meski tidak dengan pesat.
Seharian berada di rumah membuatku merasa bosan. Aku tidak melakukan apa-apa selain bersantai dan menonton film favoritku di kamar. Akhir-akhir ini aku juga tidak keluar rumah semenjak pergi ke Jewel Changi beberapa hari lalu bersama Felix Liam. Saat ini Felix Liam sedang sibuk di perusahaan membantu kakakku. Sedangkan teman-temanku yang lainnya tengah sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Jadi aku tidak memiliki teman yang bisa di bawa pergi jalan-jalan akhir-akhir ini.
Setelah lelah menonton film sendirian di kamar, aku melangkah keluar kamar untuk mengambil segelas air putih dan beberapa cemilan ke dapur. Aku berjalan melewati koridor dan menuruni anak tangga menuju dapur yang ada di lantai satu rumah. Dan aku juga melewati ruang kerja ayahku yang saat ini sedikit terbuka. Terlihat ayah dan ibuku tengah duduk bersama di dalam ruangan tersebut sambil berbincang-bincang. Tanpa sengaja aku pun mendengar pembicaraan beliau.
“Jadi apa perusahaan kita tidak bisa diselamatkan, Suamiku?” terdengar suara ibuku dari dalam ruangan tersebut.
Aku yang sedang lewat menghentikan langkahku saat mendengar sedikit pembicaraan itu. Aku melihat ayahku tengah duduk dengan wajah frustasi di samping ibuku. Sedangkan ibuku mentap ayah dengan iba. Kemudian ayahku pun menjawab, “Sepertinya tidak ada. Kecuali ada perusahaan lain yang mau menanamkan sahamnya di perusahaan kita. Atau ada perusahaan lain yang mau membeli material dari kita dalam jumlah banyak.”
“Apa kamu sudah menghubungi perusahaan yang telah melarikan uang kita itu, Suamiku?”
“Aku tidak bisa mengubungi pemilik perusahaan yang telah melarikan uang kita itu. Proyek bodongnya itu juga tidak berjalan. Kalau pun ada beberapa perusahaan kecil lainnya yang berhutang pada kita dan membayarnya, aku rasa itu tidak cukup menutupi kerugian yang ada. Ini benar-benar membuatku berpikir keras.”
“Lalu apa ada solusi dari Armand?”
“Belum ada solusi yang pasti dari Armand. Hari ini ia akan berangkat ke luar negeri untuk menarik beberapa perusahaan lain milik temannya untuk mau bekerja sama dengan perusahaan kita. Selain itu katanya juga ada pihak Ma’s Corp London yang akan datang ke Singapore untuk berkunjung ke perusahaan kita. Beberapa tahun terakhir mereka adalah salah satu perusahaan yang selalu membeli material pada kita. Namun pengelola perusahaan itu beberapa tahun meninggal dunia. Jadi pihak kantor pusat mereka akan daatang kemari untuk membicarakan kelanjutannya. Apa mereka akan melanjutkan mengambil material pada kita, atau malah mengakhirinya.”
“Semoga mereka terus melanjutkan pembelian dan bekerja sama dengan kita, Suamiku.” Ibuku terus menghibur.
Setelah mendengarkan sedikit perbincangan itu, aku pun terus melangkah ke dapur. Aku mengambil segelas air putih dan beberapa cemilan untuk di bawa ke kemarku. Dan saat aku berjalan hendak melangkah ke kamarku, aku pun bertemu dengan ibuku yang baru saja keluar dari ruang kerja ayah. Beliau tersenyum padaku dan berkata, “Allura, apa yang sedang kamu lakukan? Apa kamu akan membawa semua makanan itu ke kamar?”
“Hehe… Iya, Bu. Aku sedikit lapar saat menonton film.”
“Ya sudah, pergilah ke kamarmu.” Ibu tersenyum padaku seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Ibu dan ayahku sangat pandai menyimpan masalah hingga tak ada yang mengetahui bahwa sebenarnya ada masalah. Jika tadi aku tidak sengaja menguping, mungkin aku tidak akan tahu bahwa sedang ada masalah di perusahaan keluargaku.
Setelah bertemu dengan ibu, aku pun melangkah dengan segera menaiki anak tangga. Kemudian aku kembali duduk santai di sofa dengan kaki terulur di kursi ottoman sambil menikmati film yang sedang tayang. Sepertinya beberapa hari ke depan aku akan terus melakukan kegiatan ini selagi tidak ada yang mengajakku keluar untuk jalan-jalan. Dan di saat aku sedang menonton film di kamar, ponselku yang ada di atas sofa di sampingku pun berbunyi pertanda ada panggilan masuk. Panggilan masuk itu adalah dari kakakku, Armand Gibson.
“Hallo, Kakak…”
“Allura, apa hari ini kamu sibuk?” kakakku bertanya padaku dari seberang telepon.
“Tidak, Kak. Kenapa?”
“Sore ini ada rekan bisnisku dari London datang ke Singapore. Ia juga memiliki perusahaan besar di sini. Aku ingin kamu membantuku untuk menjemputnya ke Changi Airport.”
“Apa tidak ada orang lain yang bisa menjemputnya? Bagaimana dengan Felix?” Aku menjawab dengan perasaan malas.
“Felix ikut perjalanan bisnis denganku. Sedangkan yang lainnya tengah sibuk di perusahaan. Kamu tahu sendiri, perusahaan kita saat ini sedang menghadapi masalah. Tamu ini sangat penting bagiku dan perusahaan kita. Ia adalah harapan kita satu-satunya untuk memperbaiki kerugian yang di alami perusahaan kita.”
“Seberapa pentingnya orang itu?” Aku bertanya dengan santai.
“Sangat penting. Kamu harus bisa melayani dan menjamu Tuan Albert Ma dengan baik. Aku tidak ingin kerja samaku dengan Perusahaan Ma dari London itu gagal. Aku sangat berharap rencana kerja sama perusahaan kita dengannya berjalan dengan baik.”
“Baiklah, Kak. Aku akan membantumu. Tapi dengan satu syarat.” Aku yang masih berbicara dengan kakakku yang ada di seberang telepon tersenyum licik.
“Apa?”
“Kamu harus meminjamkan aku mobil sportmu itu.”
Kakakku Armand Gibson terdiam cukup lama. Aku juga bisa mendengar suara helaan nafas dari seberang sana. Dengan penuh semangat aku kembali bertanya, “Bagaimana?”
“Huffft… Baiklah. Tapi aku juga ada syarat untukmu. Kamu harus mengendarainya dengan baik karena itu adalah mobil kesayanganku.”
“Baiklah. Kakak tenang saja. Aku akan mengendarainya dengan baik.”
“Satu lagi, jangan bertindak aneh-aneh dengan tamuku. Atau aku akan memotong belanja bulananmu.”
“Siap Boss.”
“Bagus. Lakukan tugasmu dengan baik. Aku harus menutup teleponnya karena pesawat akan take off. Jaga dirimu baik-baik. Sampai jumpa.”
“Sampai jumpa Kak. Hati-hati di jalan.”
“Sampai jumpa.”
Setelah kakakku mengakhiri panggilannya, aku kembali meletakkan ponselku di atas sofa. Tidak lama kemudian sebuah pesan singkat pun masuk. Aku kembali meraih ponsel tersebut dan membaca pesan tersebut.
“Orang yang akan kamu jemput itu bernama Albert Ma. Pesawatnya akan landing pada pukul 5 sore. Jangan sampai terlambat. Jangan kecewakan aku dan tamuku.”
-Armand Gibson-
“(File gambar)”
-Armand Gibson-
Setelah membaca pesan itu aku pun membalasnya.
“Oke, Kak.”
-Allura Gibson-
Aku melihat foto pria yang dikirimkan oleh kakakku via pesan. Awalnya aku berpikir pria yang bernama Albert Ma itu adalah seorang pria paruh baya dengan wajah Eropa karena ia datang dari London. Namun yang aku lihat pada foto di luar pikiranku. Seorang pria matang dan cukup tampan berwajah Asia. Terlihat seperti pria berumur 30an dan berkharisma. Jika pecinta film Drama Korea, mereka akan mengatakan bahwa pria itu adalah seorang Ahjussi.
Beberapa jam pun berlalu dan jam dinding pun sudah menunjukkan pukul 4 sore. Saat ini aku telah bersiap di depan cermin meja rias ku hendak pergi ke Changi Airport untuk menjemput tamu kakakku itu. Setelah merasa semuanya rapi aku pun melangkah ke luar kamar dengan penuh semangat. Aku bersemangat karena hari ini akan keluar rumah dengan menggunakan mobil kesayangan kakakku.
“Allura, kamu mau kemana?” Ayah yang sedang duduk di sofa yang ada di ruang tengah bertanya padaku.
Aku menoleh pada ayah yang menyapaku dan menjawab, “Aku akan ke bandara, Ayah. Kakak menyuruhku menjemput Tuan Albert dari London.”
“Oh iya. Orang Ma’s Corp itu datang hari ini ya?”
“Iya, Ayah.”
“Kalau begitu pergi lah segera. Jangan biarkan ia menunggumu lama.”
“Baik, Ayah. Sampai jumpa.” Aku berbicara sambil berjalan melalui pintu samping rumah yang langsung tersambung ke garasi.
Aku mengendarai mobil kesayangan kakakku dengan penuh semangat. Butuh waktu lebih 20 menit bagiku untuk mengendarai mobil hingga akhirnya sampai di Changi Airport. Aku memarkirkan mobilku di parkiran, lalu dengan segera pergi ke Departure Hall yang ada di Terminal 3, Changi Airport. Karena Changi Airport sangat luas, akhirnya aku pun sampai di Depature Hall Terminal 3 pada pukul 17.20 sore. Sepertinya aku sudah terlambat.
Setelah sampai di tempat yang aku tuju, aku melirik pada layar informasi. Terlihat pesawat dari London telah landing 20 menit yang lalu. Dan aku benar-benar terlambat menjemput orang itu. Kemudian aku menoleh ke sekeliling hall mencari keberadaan pria yang bernama Albert Ma itu. Hingga akhirnya aku menemukan seorang pria yang berpakaian rapi tengah duduk di kursi tunggu yang ada di sudut hall. Jika di lihat dari samping, pria itu sangat mirip dengan foto pria yang dikirimkan kakakku. Tanpa berpikir panjang, aku pun melangkah dengan segera menghampirinya.
“Permisi… Apa Tuan yang bernama Albert Ma?” Aku bertanya dengan nafas tersengal-sengal karena baru saja berlari menghampirinya.
Pria yang tengah duduk sambil sibuk dengan ponselnya itu mengangkat wajahnya dengan perlahan. Kemudian ia menatapku dari ujung kaki hingga ujung kepala tanpa bersuara dengan tatapan yang sulit dimengerti. Dengan sedikit perasaan kesal aku pun kembali bertanya, “Apa Tuan yang bernama Albert Ma?”
“Ya…” Pria itu menjawab dengan wajah acuh tak acuh. Untung saja aslinya lebih tampan dari yang di foto. Jika ia bukan pria tampan atau pun bukan orang yang penting bagi perusahaan keluargaku, aku pasti sudah memakinya. Ia terlihat angkuh dan tidak bersahabat.
Aku mengulurkan tanganku sembari berkata, “Perkenalkan aku Allura. Aku bertugas menjemput Tuan sore ini.”
Pria itu tidak menjabat tanganku. Tapi ia bangkit dari kursi tunggu dengan wajah acuh tak acuh sembari berkata, “Apa perusahaan kalian selalu seperti ini kepada tamu? Tidak tepat waktu dan sangat terlambat.”
Seketika aku merasa kesal mendengar ucapan pria yang kini telah berdiri di hadapanku. Aku mencoba untuk menahan emosiku dengan menarik nafas dalam. Kemudian aku menanggapi ucapannya dengan tenang, “Maaf, Tuan. Saat ini kakakku dan asistennya sedang ada perjalanana bisnis. Yang lainnya juga sedang sibuk. Jadi Kakakku memintaku untuk menjemputmu.”
“Oh, ya sudah.” Setelah bicara pria itu memberikan kopernya kepadaku seolah menyuruhku untuk membawakan koper itu.
Melihatnya memberikan koper kepadaku membuatku menatapnya dengan mata membola. Saat ini aku semakin kesal melihat pria angkuh dan bossy ini. Saat ini aku hanya bisa mengomel di dalam hati, “What? Dia menyuruhku membawa kopernya?”
Dengan perasaan kesal aku menerima koper itu karena aku tidak ingin membuat masalah dengannya. Kemudian aku berjalan mengikuti pria itu dari belakang. Aku berjalan dengan langkah besar berusaha menyamakan langkahnya yang panjang agar bisa berjalan beriringan dengannya. Saat langkah kami telah sama aku pun kembali bersuara, “Apa Tuan ingin berkeliling dulu atau langsung aku antar pulang?”
“Aku dengar di Changi ini ada air terjun dalam ruangan. Apa itu jauh?”
“Tidak, Tuan. Kalau Tuan mau kesana, aku akan mengantarnya.”
“Baiklah.” Pria itu menjawab sambil terus berjalan tanpa menoleh padaku.