Gaye menatap kalender di ponselnya. Tanda merah melingkari tanggal yang sudah lama dia tunggu—hari di mana Nigel seharusnya pulang. Awalnya, hanya tiga hari. Tiga hari ke Jerman untuk urusan pekerjaan, lalu kembali. Tapi pesan singkat tadi pagi mengubah segalanya. [Maaf, Gaye. Ada proyek mendadak di Swedia. Aku harus langsung terbang setelah selesai di sini. Mungkin butuh dua minggu] Dua minggu. Bukan tiga hari. Gaye menghela napas, meletakkan ponselnya di atas meja. Matanya tertuju pada cincin kawin di jarinya, berkilau lembut di bawah cahaya lampu. Cincin yang sama yang Nigel pasangkan di jarinya, dalam pernikahan yang begitu mendadak. Mereka bahkan belum saling mengenal dengan baik. Dan sekarang, di tengah mansion megah sepi yang mereka tinggali bersama, Gaye mulai memp