Jam menunjukkan pukul 23.00 ketika Nigel akhirnya tiba di mansion. Tubuhnya pegal, otot-ototnya bergetar lelah setelah seharian terjebak dalam serangkaian rapat darurat yang tak terduga. Matanya berat, hampir tak bisa tetap terbuka, tapi satu hal yang dia inginkan hanyalah memeluk Gaye, mencium harum rambutnya, dan tertidur dalam dekapan hangatnya. Namun, ketika dia membuka pintu kamar, yang menyambutnya hanyalah kegelapan dan kesunyian. "Gaye?" panggilnya, suaranya serak. Tak ada jawaban. Dia menyalakan lampu. Kamar tidur mereka rapi—terlalu rapi. Tempat tidur tak beringsut, seakan tak ada yang menyentuhnya sepanjang hari. Koper yang seharusnya sudah dipersiapkan Gaye untuk bulan madu mereka pun tak terlihat. Dadanya berdebar. 'Mungkin dia di ruangan lainnya,' pikirn