Bima meminggirkan mobilnya sebelum masuk ke jalan raya, ditolehnya Tania dari kaca spion tengah. “Pindah ke depan, yuk!” ajak Bima. “Nggak, ah. Nanti dituduh yang bukan-bukan lagi?” jawab Tania jutek. “Di tuduh apa?” tanya Bima berbalik menatap Tania, suaranya terdengar berat. Ada rindu yang ingin ditumpahkannya. “Dituduh apa aja, yang penting bisa nyiksa!” ketus Tania, wajahnya tidak bersahabat. Bima tertegun, matanya lekat menatap gadis di depannya. “Kamu masih marah? ... Kamu nggak tanya kenapa aku bersikap begitu?” “Nggak penting! Udah basi!” Bima kembali menghadap ke depan menatap jalan yang tidak terlalu ramai. “Baiklah, kalau itu tidak penting buat kamu…tapi aku ingin kamu tahu, aku hampir gila karena takut kehilangan kamu.” Bima menarik napas dalam lalu menghembuskannya