4

1025 Kata
Sore ini, rencananya Arjuna menemui Kayla. Setelah itu, mereka akan mendatangi butik yang dipercayakan keluarga besra Kayla untuk membuat gaun pengantin yang akan dipakai di acara pernkahan mereka minggu depan. Kayla sudah datang lebih dulu ditempat yang telah mereka janjikan sebelumnya. Ya, sebuah Kafe Klasih yang mewah. Maklumlah, Kayla adalah putri semata wayang dan pewaris tunggal Samudera Innovations. Katanya, Kayla ini lulusan S2 diluar negeri. Arjuna datang terlambat, maklum jalanan macet dan hujan sedikit mengacaukan perjalanannya tadi. Arjuna masuk ke dalam Kafe dan mencari sosok perempuan yang akan ia nikahi minggu depan. Kedua matanya mengedar mencari Kayla dan dengan cepat Arjuna menemukannya. Arjuna langsung menuju meja Kayla. Kayla melihat Arjuna yang datang menghampirinya dengan senyum mengembang hingga terlihat sangat manis. Gadis itu memiiki rambut panjang yang agak pirang karena cat rambut. Pakaiannya sangat terbuka sehingga terlihat seksi sekali. Lagi -lagi harus dimaklumi karena kayla lama tinggal diluar negeri. Tubuhnya putih mulus dengan paaian tank top hitam dan rok pendek dengan motif kotak -kotak. Badannya kurus dan matanya terlihat cekung. "Hai Juna ..." sapa Kayla dnegan ramah. Kayla berdiri lalau memeluk Arjuna dan mencium pipi kiri dan kanan Arjuna. Bagi Kayla sapaan ciuman pipi itu sangat lumrah sekali. Apalagi, ia dan Arjuna sebentar lagi akan menikah. Bukan hal yang aneh kan? "Maaf terlambat," jawab Arjuna dingin. Ia memilih duduk di kursi yang berseberangan dengan Kayla. Arjuna memang meminimalisasi untuk berdekatan dnegan Kayla. "Gka apa -apa. Aku tahu kamu sibuk banget," ucap Kayla tetap tenang. Arjuna mengangguk dan menyandarkan punggungnya di kursi itu. Tatapannya tidak fokus kepada Kayla. Ia lebih suka menikmati ruangan kafe ini yang terkesan sejuk dan nyaman. Mungkin, suatu hari nanti, ia bisa membawa Bianca ke tempat ini. Atau Arjuna bisa mempersiapkan tempat ini sebagai acara anniversarynya bersama Bianca yang keempat. Boleh juga idenya. Batin Arjuna yang sedikit tersenyum namun sama sekali tidak diperlihatkan. "Juna ... Juna ..." panggil Kayla sejak tadi. "Ehhh ... Maaf. Iya kenapa?" tanya Juna yang baru tersadar dari lamunan indahnya yang membawa Bianca ke kafe ini sambil bersenda gurau saling manja seperti biasanya. "Mau pesen apa? Sambil nunggu pemilik butiknya yang bakal datang jam tujuh," ucap Kayla berusaha tenang. Kayla kesal juga, karena diabaikan oleh Arjuna. "Eum ... Aku pilih kopi aja," ucap Arjuna memilih. "Kopi apa?" tanya Kayla lagi. "Hitam," jawab Arjuna singkat. Arjuna melirik arloji dipergelangan tangannya dan mengambil ponsel dari saku celananya lalu mulai membuka aplikasi room chat. Sejak Bianca pergi, Bianca tidak lagi mengirimkan pesan singkat seperti yang dilakukan seperti biasanya. Arjuna mulai resah dan merasa kehiangan. Ia mencoba mengirimkan pesan lagi, walau pesan sebelumnya juga belum dibaca oleh Bianca. Namun sayang, pesan kedua malah tidak terkirim. Entah, ponsel Bianca mati atau Bianca sengaja tidak menaktifkan ponselnya karena masalah tadi. Satu -satunya jalan, Arjuna hanya bisa mencari kabartentang Bianca melalui Anjani atau Arjuna langsung datang ke rumah Bianca. Kopi hitam pesanan Arjuna sudah datang di meja. Kayla menyodorkan ke dekat Arjuna. "Diminum, biar badannya hangat, Juna. Kamu pasti kedinginan," titah Kayla begitu perhatian. Arjuna mengangguk dan mulai menyeruput kopi hitam itu. Rasanya memang berbeda. Munkin ini kopi arabika bukan torabika seperti biasanya. "Juna ... Minggu depan kita sudah menikah. Rencananya kita mau tinggal dimana?" tanya Kayla lembut. Arjuna menarik napas dalam lalu menatap Kayla, "Aku belum punya rumah." "Lalu?" tanya Kayla serius. "Tinggal dirumah orang tuaku," tegas Arjuna. "Mmmm ... Aku punya apartemen. Kita tinggal disana aja. Gak mungkin kita tinggal dirumah orang tua kan?" ucap Kayla menolak halus. "Kenapa? Kamu gak bisa? Mamaku santai. Kamu mau bangun siang sepeti dirumah kamu sendiri, itu gak masalah," tanya Juna dengan senyum tipis yang sengit. Kayla menggigit bibir bawahnya. Iaterbiasa hidup bebas. Hidup dirumah orang tua seperti masuk ke dalam penjara. Sama sekali tidak bisa bergerak. Kayla nampak berpikir keras. "Gimana?" tanya Juna. "Kita mending tinggal di Apartemen aja. Biar aku bisa melayani kamu dengan baik," ucap Kayla begitu bersemangat. "Udahlah, masih seminggu lagi. Kita pikirkan nanti. Kita ke butik sekarang aja. Biar cepet beres. Aku masih ada urusan lain," ucap Juna ketus. "Urusan lain? Urusan dengan Bianca?" ucap Kayla sengit. Tatapan Juna berubah tajam dan nyaang kepada Kayla. "Gak usah ikut campur sama urusanku! Paham?" tegas Arjuna begitu jelas menggarisbawahi. "Aku calon istrimu. Aku punya hak untuk tahu dan mengatur jadwal kamu," jelas Kayla tak mau kalah. "Kay ... Kita menikah karena dijodohkan. Aku tidak pernah mencintai kamu, dan selamanya tidak akan bisa mencintai kamu. Kamu harus siap dengan resiko itu," jelas Juna yang kemudian menyeruput kopi untuk terakhir kalinya dan langsung berdiri untuk segera pergi menuju butik. "Juna ... Aku akan berusaha agar kamu bisa mencintaiku suatu hari nanti," jelas Kayla menatap Arjuna sendu. "Coba saja aklau kamu bisa. Aku pastikan, kamu tidak akan bisa, Kayla! Dan aku tidak akan tergoda padamu. Aku hanya mencintai Bianca," jelas Arjuna semain tegsa. Arjuna meninggalkan Kayla yang masih duduk di kursi. *** Suasana makan malam dirumah Anjani begitu kondusif sekali. Hanya saja, Bianca sama sekali kurang selera makan. Bianca mengaduk -aduk makanannya. Mulutnya terasa pahit dan malas mengunyah. Wajahnya kusut dan kedua matanya terlihat bengkak. "Bi ... Makan dulu. Habis itu, Kak Damian yang antar kamu pulang ya? Soalnya, Leo mau datang. Kasihan baru pulang dari luar kota," ucap Anjani pada Bianca. Bianca mengangkat wajahya sambil menatap Anjani. "Maaf ngerepotin kamu, An. Aku naik taksi aja," ucap Bianca begitu lesu. "Gak apa -apa. Kak Damian juga ada perlu katanya," jelas Anjani merayu Bianca. Bianca menggelengkan kepalanya, "Ga ah. Aku naik taksi aja. Lagi pula, Pak Damian itu kan dosen pembimbing aku. Mana galak lagi." Bianca terus mengumpat kesal. "Ehhh ... Ada apa ini? Kok ada yang manggil -manggil nama saya? Saya merasa terpanggil nih," goda Damian yang baru saja masuk ruang makan dan sengaja mengambil tempat duduk tepat di depan Bianca. Damian membuka piring lalu mengambil nasi dan berbagai lauk pauk yang ada di depannya. "Terpanggil buat makan malam?" ucap Anjani tertawa. Damian menatap Bianca yang terlihat tidak memiliki tenaga dan upaya. Sedangkan Bianca merasa diperhatikan memilih menunduk. Ia merasa segan pada Damian yang notabene adalah dosen pembimbing skripsinya saat ini. "Bianca rumahnya dimana?" tanay Damian menembus kesunyian yang beberapa menit sempat tercipta. Nama Bianca disebut dengan suara berat yang beitu menenangkan jiwa seorang perempuan yang sedang terluka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN