Pintu rumah Anjani terbanting keras begitu ia masuk. Nafasnya terengah, matanya masih merah oleh tangis dan amarah yang membuncah. Tubuhnya bergetar, bukan hanya karena lelah setelah perjalanan, tapi karena perasaan dikhianati yang tak bisa ia bendung. Begitu sampai di kamarnya, Anjani langsung menyambar vas bunga kristal di atas meja rias dan melemparkannya ke dinding. “BRUKK!” Pecahannya berhamburan ke lantai. Kenapa harus mereka?!" jeritnya, suaranya parau. Ia meraih bantal, melemparnya ke jendela, lalu menendang kursi yang ada di dekat meja. Tangannya meraih foto dirinya dan Leo yang masih tersimpan di bingkai kayu. Foto itu diambil saat mereka masih berbahagia, saat senyum Leo tulus, saat semuanya terasa begitu indah. Dengan mata berkaca -kaca, Anjani menatap foto itu beberapa deti