Dipandangi bergantian oleh opa dan omanya, Rajata berusaha acuh dan tidak perduli. Dengan santai ia saling menumpangkan kedua kaki, lalu menyesap teh yang memang disediakan untuknya. “Apa yang sudah kau siapkan?” tanya Ardian, setelah membiarkan keheningan beberapa saat. “Setelah meminta untuk dilamarkan sebelumnya, apa kau sudah memikirkan matang-matang? Dharma, ayah Kama sepertinya sedikit lebih keras padamu.” “Semuanya tidak ada. Keinginan melamar kemarin selintas masuk, lalu saya pikir sebaiknya saya segera memberitahu pada Anda. Karena ini pertama kalinya saya melibatkan Anda juga. Dan untuk Om Dharma, itulah yang selalu saya terima. Tapi saya yakin, saya tetap akan jadi suami Nia nanti. Lagi pula yang tidak suka hanya ayahnya, bukan Nia-nya.” “Apa kau sudah putus asa?” Sialann! R