Kamania senang mengetahui ayah ada di rumah saat siang hari. Jadi, begitu keluar dari mobil, ia tidak membuang akan waktu, ia langsung mengetuk dan memanggil berulang-ulang, karena begitu bersemangat. Tapi, lain Kamania, lain juga Rajata. Mulai dari meninggalkan mansion, sampai sekarang, wajah Rajata tidak pernah bersahabat. Terkadang tegang, terkadang masam, terkadang menggeram sendiri. Seolah yang didatangi sudah pernah dikenal, bahkan seperti sedang bermusuhan. “Nia, pelan-pelan. Kau menyakiti tanganmu sendiri,” tegur Rajata, dengan nada agak jengkel. “Cukup dua kali mengetuk, sisanya panggil saja. Memangnya mau jadi apa, kalau dua-duanya bekerja. Kau hanya menemukan tanganmu sakit dan suaramu serak?” Senyum tidak bisa dicegah, Kamania sampai menggigit bibir agar tidak terlalu lebar.