Bagian 21

1802 Kata

"Nak." Suara lembut Bunda terdengar dari luar kamar. "Masuk saja, Bun. Nggak dikunci." Dengan cepat kuhapus sisa-sisa air mataku. Tak ingin Bunda mendapatiku sehabis menangis. Pintu terkuak diikuti langkah Bunda yang mengayun pelan menuju tempatku tengah duduk. Aku mencoba untuk tersenyum sembari menatapnya. Ah, menatap wajah teduh Bunda membuat kegamangan di hati seketika sirna. "Lathif sudah tidur? Lho, kamu habis nangis?" Bunda bertanya sementara tangan kanannya mengusap pipiku lembut. Ia seakan tahu apa yang tengah dirasakan puterinya saat ini. Kuraih jemari Bunda, menggenggamnya erat. Sementara netraku menatapnya lekat, berusaha meyakinkan pada Bunda bahwa aku memang baik-baik saja. Aku menggeleng pelan, "tidak, Bun," sanggahku. Terdengar Bunda menghela napas panjang lalu meng

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN