"Apa kau gila? Aku bahkan tidak mengenalmu, Tuan! Lagi pula, apa kau tidak punya perasaan melakukan hal ini pada gadis yang tidak tahu apa-apa."
Mata besar Laura berkaca-kaca, dia menunjuk bibirnya yang pecah. Adam menatap bibir itu, bibir yang lembut yang baru dirasakannya barusan.
"Tega sekali kau memaksa gadis yang sedang babak belur seperti ini! Kau mungkin tampan, tapi kau tidak beradab!"
"Aku tidak butuh adab."
Setelah mengatakan itu, Adam kembali mencondongkan tubuh untuk menarik Laura ke atas pangkuannya. Ketika Laura mendarat di atas pangkuan Adam, tubuhnya tampak begitu kecil, seperti remaja yang baru menginjak usia 13 tahun, padahal Laura itu sudah 20 tahun.
Matanya membelalak saat pinggangnya dilingkari dan ditahan oleh salah satu tangan pria itu. Adam mencengkeram rahangnya, Laura memberontak, tapi ia kehabisan napas dan kekuatan untuk beberapa saat sampai akhirnya tidak bisa menghindari ciuman Adam berikutnya.
"Kau! Kau brengsk! Hmmpphh—"
Adam menekan ciumannya lebih dalam, dan Laura tercekik oleh keterkejutannya sendiri. Karena ciuman Adam yang kedua itu jauh lebih lembut, ciumannya dalam, tapi merayu, dan Laura gemetaran di pangkuan Adam seperti orang yang menggigil kedinginan.
Mula-mula, Laura takut, tapi kemudian setelah gelombang rasa takut dan kejut itu sirna, kini ia dikuasai oleh kemarahan.
Maka dengan geram, Laura membalas ciuman Adam. Ia menggigit bibir bawah pria itu sampai Adam mendesis. Pria itu mengambil jarak, benang saliva terjalin di antara bibir mereka yang saling terbuka. Laura tersengal-sengal.
"Untuk ukuran gadis yang mengaku berpengalaman, kau payah."
"Itu bukan urusanmu! Aku akan melaporkanmu pada polisi. Ini pelecehan!"
"Kalau begitu, sekalian saja."
Adam kembali mencium Laura.
"H-hentikan!"
Gadis itu memberontak agar dilepaskan, sesekali gadis itu mengerang kesakitan saat luka di bibirnya tertarik, tapi tenaga Adam seperti baja yang tidak bisa goyah.
Tangan besarnya masih mencengkeram pergelangan tangan Laura dan menahannya kuat-kuat. "Kau akan selamat, tapi kau harus diam. Jadi jangan melawanku," bisik Adam setelah ciumannya berakhir, suara pria itu terdengar begitu rendah dan penuh ancaman.
Laura menggeram marah, mata bulatnya basah oleh air mata, sementara napasnya memburu.
Sungguh, ia tidak tahu siapa pria itu. Ia benar-benar tidak tahu kenapa bisa berakhir seperti ini.
Padahal, niat Laura menemui ayahnya di club' malam itu adalah demi membawa pria itu pada ibunya yang sedang mengalami komplikasi.
Ibunya memiliki tubuh yang lemah sejak kecil. Nenek bilang, sejak ayahnya menikah lagi. Ibunya mengalami tekanan mental dan karena hal itu jadi memiliki berbagai macam penyakit yang membuatnya sering dilarikan ke rumah sakit.
Ibunya dicap wanita mandul, dan ayahnya menikahi mantan kekasih yang masih ia cintai.
Jika ayahnya memiliki dua istri, jika pria itu ingin memiliki dua keluarga. Setidaknya berikan ia dan ibunya hak hidup yang setara, tapi ayahnya tidak memberikan itu.
Sejak Laura kecil, ia nyaris tidak memiliki ingatan apa pun tentang ayahnya. Sedikit pun tidak ada ingatan soal kenangan indah mereka.
Bahkan, mereka hidup dalam kondisi yang sangat sederhana. Laura bahkan harus bekerja di toko bunga dan juga club' malam demi menyambung hidup, itu semua karena beberapa bulan ini ayahnya menolak memberi mereka uang.
Padahal, ayahnya sangat kaya.
"Aku tidak mau pergi bersamamu," ujar Laura dengan suara bergetar, tubuhnya tegang karena marah dan takut.
"Ya, kau akan bersedia. Ayahmu sudah menjualmu padaku."
"Aku bahkan tidak tahu kesepakatan apa yang kau lakukan dengannya! Tapi aku tidak punya hubungan apa pun dengan itu, jadi tolong lepaskan aku!"
"Kalau aku melepaskanmu, aku akan mengalami kerugian lebih dari 500 juta dolar. Apa kau mau menggantinya?"
"L-lima ratus juta?" Mata Laura tampak menerawang.
"Bahkan jika kau menjual diri, kau tidak akan bisa melunasinya," gumam Adam dengan nada dingin dan kaku.
Apa yang dikatakan pria itu memang benar. Laura tidak mungkin bisa melunasi uang sebanyak itu!
"Aku hanya perlu melarikan diri."
Adam meliriknya.
"Aku pasti menemukanmu."
"Kau ... kau benar-benar penjahat kelamin!"
Adam tidak mengatakan apa-apa setelahnya, tapi ia membiarkan Laura bangkit dari pangkuannya dan duduk di kursi sebelah.
Tidak ada rasa bersalah dari sorot mata pria itu. Adam sepenuhnya abai, dia seolah-olah tidak punya empati, dan Laura sudah menduga itu.
Adam sama saja seperti ayahnya, dan Laura tidak akan tinggal diam.
Pria itu bisa saja menahannya sekarang, tapi Laura tahu ia tidak akan membiarkan dirinya terjerat olehnya terlalu lama.
Ini tidak adil. Ayahnya bahkan tidak pernah memberinya sesuatu yang berarti, dan kini ia yang harus menjadi tumbal bagi pria itu.
Benar-benar kejam.
Laura duduk diam, tangannya saling terkait di atas pangkuan. Ia begitu gelisah, apalagi saat mobil akhirnya berhenti di pelataran sebuah gedung besar nan tinggi.
Sebuah gedung apartemen mewah paling bergengsi di Vegas.
"Apa pria itu benar-benar akan menjadikanku budaknya? Itu tidak benar kan? Dia akan melepaskanku kan?"
Bahkan saat Laura diseret ke lift khusus oleh anak buah Adam, Laura masih tidak mempercayai apa yang dilihatnya.
Isi dari gedung itu sungguh mewah, bahkan di sepanjang lorong menuju apartemen lantai marmernya dilapisi karpet merah.
Saat itu, Laura akhirnya benar-benar sadar kenyataan.
Ia dijual.
Oleh pria yang seharusnya melindunginya. Oleh pria yang selama ini disebut sebagai ayah olehnya.
Adam tidak berbicara sepanjang perjalanan menaiki lift pribadi menuju unit penthouse tertinggi di gedung itu.
Hanya suara lift yang berbunyi saat pintunya terbuka, disambut dengan sebuah ruangan dengan sejuknya AC dan aroma mewah dari wewangian mahal.
Laura dipaksa melangkah masuk.
Ruangan itu begitu luas, dinding kaca menampilkan pemandangan gemerlap kota Vegas saat malam hari.
Sayangnya, bagi Laura ruangan itu seperti penjara berlapis emas.
"Ini akan menjadi tempat tinggalmu," kata Adam datar.
Laura menatapnya dengan mata menyipit waspada.
"Kau pikir aku akan diam saja? Aku bisa melapor ke polisi!"
Adam mengangkat alis tebalnya.
"Laporkan saja. Katakan padaku, bukti apa yang kau punya? Ayahmu menandatangani surat legal. Kau adalah jaminan kerja sama kami."
Wajah Laura pucat.
"Apakah sekarang aku benar-benar menjadi tawananmu, Tuan? Sungguh, aku tidak pernah berpikir akan berakhir seperti ini. Apa kau akan mencelakaiku?"
"Jika kau melakukan sesuatu di luar batas."
Wajah Laura merah karena marah. Bahkan dalam keadaan babak belur setelah ditampar ayahnya, Laura tidak sedikit pun ingin menunjukkan bahwa ia menyerah. Laura memiliki jiwa petarung yang pantang menyerah.
Jadi, setelah menarik napas dalam-dalam. Laura mendongak pada pria itu dan berkata, "Jadi ... apa maumu? Apa kau berniat menyentuhku?"
"Menurutmu?"
Laura spontan menyilangkan tangan di depan dadanya.
"Astaga! K-kau tidak serius ... kan? Dadaku bahkan hanya sebesar buah kenari!"
Saat mendengarnya. Tatapan Adam segera turun ke d a da gadis itu, yang tersembunyi di balik blus yang dikenakan Laura.
Menurut pengamatannya, gadis itu terlalu merendahkan diri. Karena tanpa menyentuhnya secara langsung, ia sudah bisa membayangkan seberapa besar ukuran dan kekenyalannya.
Mungkin tidak akan sampai melebihi telapak tangannya, tapi cukup dalam satu tangkupan, dan dari bentuknya yang bulat, d a da itu akan cukup menantang.
Sengatan listrik yang tajam membuat kepala Adam terasa pusing.
"Hasil kerja tanganku jelas lebih baik dari kekasihmu."