Berkelahi

1128 Kata
Adolf Guzman menatap Kenzo lamat-lamat, sorot mata sayunya menunjukkan bila pria itu sedang menahan sakit ditambah wajah yang pucat dan punggung yang sedari tadi bersandar pada kursi kebesarannya di balik meja kerja. Biasanya Adolf Guzman akan menerima tamunya termasuk Kenzo di sofa set yang berada di tengah ruangan tapi ketika Kenzo masuk tadi ke ruangan Adolf Guzman—pria keturunan Inggris itu tidak beranjak sedikit pun. “Ken,” panggil Adolf Guzman parau. “Ya, Pak?” sahut Kenzo cepat. Ia tidak memiliki banyak waktu sebenarnya, datang ke sini karena sangat menghormati Adolf Guzman padahal bukan untuk urusan bisnis. “Jillian masih tidak mau menikah, bisa tidak kamu membuat Jillian jatuh cinta sama kamu?” Apakah Adolf Guzman lupa jika dalam hubungan asmara itu ada dua orang yang berlakon? Ia meminta Kenzo untuk membuat Jillian jatuh cinta pada Kenzo tapi tidak sekalipun menanyakan apakah Kenzo juga telah mencintai Jillian? Kenzo menunduk, memutus tatapan penuh permohonan Adolf Guzman. Kenzo mengembuskan napasnya berat. “Pak, saya baru sekali berbincang dengan putri Bapak … bagaimana saya mau membuat Jillian jatuh cinta jika saya sendiri belum merasakan apa-apa terhadap Jillian … begini saja, Pak … saya akan membantu Bapak untuk mengarahkan Jillian menjadi pribadi yang lebih baik lagi … disela-sela waktu sibuk saya, saya akan mencoba mendekati Jillian sebagai seorang kakak bukan pria yang akan menikahinya.” Kenzo sedang melakukan negosiasi. Jika bukan karena Adolf Guzman sangat berjasa mengajarinya segala hal dalam bisnis—ia tidak akan mungkin mau mengurus gadis nakal dan pembangkang seperti Jillian. Adolf Guzman tersenyum lebih lebar, pria itu mengulurkan tangannya yang bergetar. Kenzo balas mengulurkan tangan, menjabat tangan Adolf Guzman yang kini menggenggamnya sangat erat. “Saya titip putri saya satu-satunya kepadamu, Kenzo … saya mohon, jaga dia sebaik-baiknya.” Suara lemah dan pendar nanar di mata Adolf Guzman sungguh membuat Kenzo iba sekaligus iri karena ia tidak memiliki ayah yang mencintainya seperti Adolf Guzman mencintai Jillian. Kenzo mengangguk bersama sebuah senyum tipis, ia tidak terpaksa membantu Adolf Guzman, anggap saja ini adalah balas budi kepada pria yang berjasa dalam hidupnya. Kenzo menganggap jika negosiasinya berhasil dengan Adolf Guzman. Ia tidak perlu menikahi Jillian dan akan mencoba mendekati Jillian untuk membimbingnya menjadi gadis baik-baik yang bisa membanggakan Adolf Guzman. Setelah basa-basi sebentar, Kenzo meninggalkan gedung kantor Adolf Guzman untuk kembali melanjutkan jadwalnya hari ini bertemu klien. Masih ditempatnya duduk, Adolf Guzman menerima pesan dari sang putri. Jillian : Dad, aku mau nginep di rumah Callista ngerjain tugas kelompok … ada Izora dan Kirana juga. Jillian tidak sedang meminta ijin tapi memberitau. Ia harus menekan gengsinya, menghubungi Adolf Guzman setelah pertengkaran pagi tadi hanya agar bisa menginap di apartemen Rangga. Adolf Guzman : sayang, bagaimana kalau Callista dan dua teman kamu yang lain yang menginap di rumah kita? Akan Daddy sediakan makanan dan minuman, biar Daddy nanti yang meminta ijin kepada orang tua teman-teman kamu agar mengijinkan mereka menginap di rumah kita. Seakan memiliki firasat jika Jillian berbohong—Adolf Guzman malah memberikan ide demikian. Lidah Jillian berdecak sebal, alasan apa lagi yang harus diberikan Jillian agar Adolf Guzman mengijinkannya menginap malam ini. Terdengar berisik dari luar toilet di mana Jillian sedang berada sekarang. Jillian yang sedang berpikir di dalam salah satu biliknya menjadi terganggu. “Photographer-nya ganteng gilaaaaa … sumpah! Gue enggak konsen selama pemotretan di Bandung kemarin,” ucap seorang gadis bernama Natasha-teman sekolah Jillian. Ah, tidak. Sesungguhnya Natasha adalah musuh bebuyutan Jillian semenjak kelas sepuluh. Mereka selalu bersaing dalam hal fashion, kekayaan orang tua dan popularitas tapi tidak untuk prestasi. Dan Natasha ini memang seorang model dan bintang iklan berkat koneksi ayahnya. Dengkusan sebal dan tatapan malas Jillian hanya bisa dinikmati Jillian sendiri karena Natasha dan dua orang sahabatnya bernama Rianti dan Gabby tidak mengetahui jika Jillian sudah lebih dulu ada di sana. “Terus, lo minta nomor teleponnya?” Rianti yang bertanya sambil memulas liptint di bibir. “Ya gue minta laaah, gue enggak akan melewatkan pria tampan kaya si Rangga itu.” Tubuh Jillian menegang, detak jantungnya menambah tempo debaran. Dia tidak salah dengar, kan? Tadi dengan jelas Natasha menyebut nama Rangga dan sebelumnya menyebut kata photographer? Memangnya ada berapa banyak nama Rangga yang menjadi photographer? “Lo udah hubungin dia?” Giliran Gabby yang bertanya sambil memulas bedak di wajahnya. “Dia donk yang harus hubungin gue, ya masa cewek yang nyosor duluan … tapi gue tahu kok dari gelagatnya kalau dia naksir gue … cara dia Benerin rambut gue … terus sewaktu benerin kerah baju gue biar lebih turun ….” Natasha menjeda dengan netra menatap langit-langit dan senyumnya yang tampak tersipu. “Ujung jarinya nyentuh bagian atas p******a gue … dia minta maaf dan tersenyum sambil menjilat bibir bawahnya, Oh My Ghooossshhh … rasanya gue pengin banget rebahan dengan dia ada di atas gue.” Natasha mengakhiri ucapannya dengan pekikan tawa gemas sambil mengentak kedua kaki. Brak!!!! Suara pintu yang terpelanting membentur pintu di bilik sebelahnya membuat ketiga gadis yang sedang berdiri di depan wastafel langsung berjenggit lalu berbalik dengan menunjukkan tampang terkejut. “Dasar murahan lo!!!” seru Jillian seraya menyenggol pundak Natasha ketika melewatinya untuk menuju pintu keluar. Natasha yang tidak terima dengan umpatan Jillian itu menarik tangan Jillian hingga membalikkan badan dan membuat mereka saling berhadapan. “Apa lo bilang?” hardik Natasha dengan suara lantang. “Murahan atau b***h atau lon—“ Plak! Kalimat Jillian terhenti oleh tamparan Natasha yang sedang tersulut emosi. Jillian yang sudah sangat emosi sebelumnya karena menganggap pria yang sedang dibicarakan Natasha adalah Rangga-kekasihnya langsung menjambak rambut Natasha. Keduanya terlibat aksi jambak-jambakan lalu saling cakar sampai berguling-guling di lantai toilet yang selalu bersih. Rianti dan Gabby panik melihat perkelahian tersebut berusaha menolong Natasha dengan mengeroyok Jillian dan bukannya melerai mereka. Kini posisi Jillian jelas kalah, satu lawan tiga. Jillian berusaha meronta ketika dua tangannya di tahan oleh Rianti dan Gabby sedangkan Natasha memukul wajahnya dengan kepalan tangan. “Jiiilll!!” seru Izora histeris yang baru saja masuk ke dalam toilet. Mengambil kesempatan dari lengahnya Natasha dan dua anteknya karena kedatangan Izora—Jillian langsung membalas setiap pukulan Natasha tadi, menarik kemeja sekolahnya hingga butiran kancing berserakan di lantai. “Ada apa ini???” Suara Pak Yuda yang menggelegar menghentikan setiap pergerakan di toilet perempuan. Mereka semua memejamkan matanya sekilas merutuki kedatangan sang Guru BK. “Jillian … Natasha, ke ruangan saya sekarang!” Pak Yudha berseru memerintah lantas pergi menyisakan hening yang mencekam. Ini adalah perkelahian Natasha dan Jillian yang keseribu kali mungkin jika bisa dihitung semenjak masuk SMA Alexandria ini. Sekarang mereka sudah berada di penghujung kelulusan tapi tidak sedikitpun mengindahkan setiap teguran. Gawatnya, dalam perkelahian terakhir di depan kepala sekolah dan guru BK juga orang tua—Jillian dan Natasha berjanji tidak akan berkelahi dan jika mereka berkelahi maka mereka bersedia untuk mengulang pendidikan kembali di kelas dua belas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN