“Beneran kan Sayang, itu semua tanpa paksaan?” Kane masih saja ragu. Mendapatkan saweran sebanyak itu … wah, tidak pernah terbayang sama sekali. “Mereka emang gitu kok, Mas. Tiap ada yang nikah saling sumbang. Kalau kata Mama kayak kebiasaan orang kampung,” jawab Lian. Keduanya menghentikan langkah tepat di depan instalansi farmasi. Kane menunggu Lian masuk ke area kerjanya lebih dulu sebelum kembali ke posnya pagi itu. “Emang Mama orang kampung?” “Wiiih! Bunga desa, Mas. Makanya Papa dulu ngebet nikahin Mama buru-buru!” “Pantas sekarang aku ngebet nikahin putrinya buru-buru!” “Mas ih,” gumam Lian, malu-malu. Kane malah tergelak. “Gih sana, udah mau jam delapan,” ujar Kane kemudian. Lian mengangguk, mulai melangkah mundur. “Kalau siang bisa makan bareng, kabarin ya Mas?” “Oke.” “

