Kane kembali sunyi. Ia hanya membalas pelukan Lian, menciumi, dan berdendang dengan gumaman. Lian sendiri masih belum mengusaikan pelukannya, rasanya terlampau nyaman. “Mas?” “Hmm?” “Mas tadi ngajak Lian ke mall karena udah pesan cincin sebelumnya?” “Ngga.” Lian mengendurkan tangannya yang melingkar di leher Kane, kedua telapak dan jemarinya kini mengusap lembut tengkuk Kane. “Terus?” “Habis antar kamu tadi, aku makan nasi Padang, terus ke mall,” jawab Kane polos. “Lian kira Mas ga mau dengarin penjelasan Lian.” “Aku kalau lapar suka ga nyambung, Li. Yang ada nanti kita makin perang.” “Kenapa Mas ga ngajak Lian makan?” “Tadinya mau ngajak, eh kamu duluan yang ngajak, ngajak ribut.” Lian sontak tergelak. “Ya kan Lian ga tau kalau Mas lapar.” Kane mendengkus pelan, lalu tersenyum

