“Oh, iya. Anaknya dua, bukan hanya satu.” Ratih tersedak liurnya sendiri. Sepasang mata wanita itu membesar. Aksa buru-buru beranjak kemudian berjalan cepat memutari setengah meja—menuju tempat sang mama duduk. Aksa mengusap-usap pelan punggung sang mama. Aksa menahan ringisan. Gara-gara dirinya. Butuh beberapa saat hingga akhirnya Ratih bisa kembali bernapas dengan baik. Wanita itu mengusap dadanya. Kulit wajahnya memerah. Sementara Aksa menarik punggung kursi di samping sang mama, kemudian mendudukinya. Aksa berdehem. “Maaf,” ujarnya dengan ekspresi wajah penuh penyesalan. Sepasang alis Aksa bergerak saat yang dilakukan oleh sang mama adalah memukul tangannya yang berada di atas meja. “Kamu bikin Mama kaget saja.” Ratih geleng-geleng kepala. “Jangan suka bercanda begitu.” Aksa suda