DRTT ... DRTT! Ponsel yang sepanjang hari Liza abaikan, kini bergetar tanpa henti. Rupanya, nama sang asisten tang tertera di layarnya. Sejurus itu, Liza menghela napas panjang berusaha menetralkan suara agar tak terdengar seperti sedang menangis. "Halo, Lex." "Akhirnya kau mengangkat telepon juga, Liz." "Ada apa? Kau terdengar seperti tergesa-gesa." "Kumohon kau segera ke rumah sakit, Liz," pinta Alex dengan nada mendesak. "Kenapa? Apa terjadi sesuatu pada ibu?" Alex tak langsung merespon, hanya hela napas berat yang terdengar. "Jawab aku, Lex!? Kenapa aku harus ke rumah sakit?" "Aku mohon, Liz. Kau harus ke sini secepatnya, Ok. Dokter ... ingin menjelaskan sesuatu." "JAWAB AKU, BRENG*K! AKU TIDAK INGIN MENUNGGU!" Liza yang biasanya sabar kini berteriak marah. Seluruh emosinya

