“Kok beli itu, Yang? Memangnya sudah keluar ya?” tanyaku saat kita berdua baru saja memasuki kamar. Gerakan Sheila membuka ikatan rambut langsung berhenti. Tatapan kami bertemu di pantulan kaca rias. Aku melihat sepertinya istriku itu tengah mengingat-ingat sesuatu. “Pembalut?” tanyanya. Aku mengangguk. “Tadi waktu mandi, aku melihat bercaknya di celana dalam,” jawabnya sambil melanjutkan merapikan rambut. Aku hanya menatapnya dari sofa. Rasanya badanku lemas. Semangat yang tadi siang menyala hebat, kini langsung padam, tapi aku berusaha menutupinya. “Memang sudah waktunya ya?” Aku berpura-pura sibuk membuka kaos padahal aku sama sekali tidak gerah. Kaosku saja masih wangi. “Belum sih. Ini maju kayaknya, Mas. untung tadi kita udah ya, Mas?” Sheila terkekeh. Tawanya menular padaku.