10. Pikiran Buruk

1233 Kata
Sheila membawa berkas-berkas untuk dia fotokopi di lantai bawah. Tangannya lincah bermain di atas mesin fotokopi sambil sesekali memandangi pintu lift yang tertutup itu. Sebagian hatinya yakin pria tadi bukanlah Jaka, tapi dia juga tidak bisa memungkiri kalau pria itu sangat mirip dengan calon suaminya. Bicara tentang calon suami, dia belum mengajak Jaka mengunjungi mamanya. “Mungkin minggu depan setelah gajian aku akan mengajaknya ke sana,” pikirnya dalam hati. Sebuah tepukan di pundaknya membuat lamunannya buyar. Sheila langsung menoleh. “Cindy? Kamu turun juga?” Yang ditanya pun mengangguk. “Kebetulan dari toilet. Yang di atas sedang perbaikan, jadi aku turun. Eh, malah lihat kamu di sini. Ya udah, aku ke sini aja. Masih lama?” “Nggak, kurang beberapa lembar aja.” Sheila menunjuk setumpuk tipis berkas yang belum difoto kopi. Saat semua sudah difoto kopi, Sheila menyerahkannya pada Cindy. “Eh, kenapa ini?” tanya Cindy kebingungan. “Tolong kamu bawa ke atas ya. Aku mau ambil sesuatu di motor sebentar.” Tanpa menunggu jawaban Cindy, Sheila segera melesat pergi. Sheila lupa kalau tadi membawa beberapa roti untuk sarapan di jok motornya. Gara-gara bertemu Jaka, dia jadi melupakan keberadaannya. Pantas saja dia merasa lapar padahal sekarang masih pukul sembilan. “Mau ke mana, Mbak Sheila?” Pak Supri yang sedang patroli menyapa. “Ada yang ketinggalan di motor, Pak,” jawab Sheila. “Baru putus dari pacar kok makin cantik, Mbak,” goda Pak Supri. Memang hari ini Sheila tampak lebih cantik dengan rambut yang dikuncir atasnya, membiarkan beberapa anak rambut membingkai wajahnya. Rambutnya bergerak lembut sesuai dengan irama langkahnya. “Sudah move on, Pak. Ngapain inget-inget barang bekas?” sahut Sheila enteng. Pak Supri tidak bisa menahan tawanya. Tawanya begitu keras hingga Sheila jadi ikut tertawa. Saat dia kembali, sebuah kresek putih berisi dua kotak roti berada di tangannya. Dengan penuh percaya diri, dia berjalan mendekati pos satpam. Di dalam ada Pak Supri dan satu rekannya. “Lho, Mbak Sheila ngapain ke sini?” tanya Supri keheranan. Dengan wajah malu-malu, Sheila berkata, “Pak, mau tanya. Ruangannya Pak Jaka di mana ya?” “Pak Jaka?” Rekan Supri mengerutkan keningnya. “Di sini tidak ada yang bernama Jaka, Mbak Sheila.” Sheila jelas terkejut. Alisnya bertaut dan matanya menyipit. Supri yang awalnya kebingungan langsung teringat sesuatu. Dia segera mendekati Sheila, berdiri di depan rekannya agar rekan yang tidak tahu apa-apa itu tidak mengatakan sesuatu. “Oh, Pak Jaka? Kenapa dengan Pak Jaka, Mbak?” “Pri, kamu kenal Pak Jaka?” Rekan Supri masih saja bersuara. Supri jadi tidak sabar. Dia langsung mencubit lengan rekannya itu. “Pri!! Sakit nih! Sialan!” Sheila mendongakkan kepalanya. Dia berusaha mengintip yang terjadi di dalam pos. Namun tubuh Pak Supri menghalanginya. “Mbak Sheila mau bicara sama Pak Jaka?” Supri berusaha menarik perhatian Sheila. “Mm, tidak jadi, Pak. Saya masuk saja. mari, Pak.” Sheila pun berlalu. Entah kenapa hatinya menjadi gundah. Kenapa teman pak Supri tidak mengenal Jaka? Bukankah setiap pagi dia di sini? Apa selama ini ia berbohong? Supri yang sempat menahan nafas akhirnya bisa bernafas dengan lega. Untung saja beberapa saat yang lalu Jaka alias Arjuna sudah menceritakan kisahnya pada Supri. Jadi dia tahu apa yang harus dilakukan. Sebenarnya Supri cukup terkejut kenapa Arjuna tidak menceritakan yang sebenarnya pada Sheila. Namun tentu saja dia tidak berani menanyakannya. Lagi pula Supri yakin Arjuna punya alasan kuat kenapa dia melakukannya. Arjuna juga pria baik, tidak mungkin pria itu mencelakakan Sheila. Supri hanya bisa setuju saja. -- Sheila sudah duduk di mejanya. Dua kotak roti berada di atasnya. perutnya yang tadi lapar, kini tidak dirasakannya lagi. Ingin rasanya dia fokus dengan pekerjaannya, tapi matanya terus saja melirik kotak roti. Sheila mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Dia kembali mencoba fokus, tapi lagi-lagi gagal. “Aku akan begini terus kalau tidak segera meneleponnya.” Sheila pun mengeluarkan ponsel dari tasnya dan menekan nomor Jaka. Sementara itu, Jaka alias Arjuna masih berada di ruang pertemuan dengan Haris, Chika, Alvin, dan beberapa keluarga Alvin yang juga memiliki saham di PT. KL ini. Mereka tengah membahas pemindahan kepemilikan dan surat-suratnya. Seluruh keluarga Alvin telah setuju dengan pendanaan yang dilakukan Arjuna. Mereka semua berharap perusahaan ini akan semakin maju dan berkembang setelah mendapat suntikan dana ratusan miliar. “Sepertinya akan ada KL Grup sebentar lagi,” ucap Alvin. Matanya bersinar terang. Jiwanya bangkit untuk membuat perusahaan ini menjadi lebih maju. Ibu dan adik-adiknya mengangguk setuju. Jaka juga sangat setuju. Hatinya berdoa untuk kelancaran perusahaan ini di masa depan. “Baik, jadi semua sudah beres. Tinggal penandatanganan saja.” Haris mengeluarkan pena dari dalam jasnya. Chika juga bergerak cepat mengeluarkan pena untuk Alvin. Penandatanganan telah selesai namun orang-orang masih bekum bubar. Mereka membicarakan langkah-langkah ke depan yang akan diambil untuk mewujudkan ekspansi bisnis. Saat sedang mendengarkan pemaparan Alvin, Haris mendekati Jaka sambil membawa ponsel pria itu. Belum sempat Haris berkata, Jaka sudah mengangkat tangannya, memberi kode kalau dia tidak ingin diganggu. Haris pun mundur. Dia kembali menyimpan ponsel Jaka di tas meski benda pipih itu masih bergetar dengan nama Sheila tertulis di layar. Haris seketika merasa kalau temannya ini ada hubungan khusus dengan orang yang bernama Sheila ini. Selama ini, Haris tidak pernah melihat Arjuna dekat dengan seorang gadis mana pun. Dia bahkan pernah mengolok Arjuna pria kolot dan ketinggalan jaman. Jaka benar-benar fokus. Di matanya, rencana Alvin jauh lebih menarik daripada apa pun itu. Jaka terus fokus dengan Alvin hingga tidak terasa sudah pukul setengah dua belas siang. Alvin segera menjamu semua tamunya. Makan siang tersedia di samping pojok ruang rapat. “Kita makan siang dulu. Mari!” Alvin menjulurkan tangannya, memberi hormat pada Arjuna untuk berjalan terlebih dulu. Arjuna mengangguk. Bersama Haris dan Alvin mereka menuju meja prasmanan. “Tadi ada telepon,” bisik Haris sambil menuang sup di mangkok. Jaka tampak santai. Tangannya mengambil capjay. “Siapa?” “Sheila,” jawab Haris. Seketika itu juga Arjuna alias Jaka menyerahkan piringnya pada Haris dan berlalu. “Hei! Ini maksudnya apaan? Jun! Arjuna!” Haris berteriak memanggil teman sekaligus kliennya itu. Namun sekeras apa pun suara Haris, Arjuna tetap berlalu setelah menyambar tasnya. Sontak saja hal itu membuat seisi ruangan tampak kebingungan. Haris menyadari suasana canggung yang tercipta akibat ulah teman sialannya itu. “He he, maafkan Arjuna. Dia sedang ada urusan mendadak yang juga tidak kalah penting.” Haris bahkan sampai sedikit menunduk saat meminta maaf atas nama Arjuna ‘Sialan’ Jayantaka! Keluar dari ruang rapat, Jaka langsung memasuki lift dan turun ke basement. Di dalam mobil, dia langsung men-dial nomor Sheila, me-loud speaker, dan menaruh ponselnya di dashboard. Sedangkan tangannya sudah mulai melepaskan setelan jasnya. Dia merasa harus segera mengganti bajunya. Jaka merutuki dirinya yang mengabaikan panggilan Sheila. Dia sama sekali tidak menyangka jika gadisnya akan menelepon. “Apa ini karena tadi kita berpapasan di depan lift? Ya Tuhan, bagaimana ini? Bagaimana jika dia curiga?” hati Jaka benar-benar tidak tenang. Jaka memejamkan matanya, menghela nafas dalam-dalam, dan menghembuskannya perlahan. Jika memang Sheila tahu yang sebenarnya, maka Jaka akan mengakui segalanya. Sampai dering berakhir, Sheila tidak mengangkat panggilannya. Jaka tidak patah semangat. Dia kembali menghubungi Sheila yang lagi-lagi dibiarkan tanpa jawaban. Bahkan sampai istirahat siang berakhir, Sheila masih tidak mengangkat panggilannya. Jaka mulai terlihat frustrasi. Dia mengacak rambutnya. Berbagai pikiran buruk berkecamuk dalam d**a Jaka tanpa dia tahu kalau ponsel Sheila sebenarnya tertinggal di laci dan dia sedang bertugas ke kantor bea cukai untuk mengurus sesuatu. Jaka, oh Jaka, sungguh kasihan kamu!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN