Bab 110: They'll be Fine

1073 Kata

Sepanjang perjalanan pulang, Ibu tak berhenti menitikkan air mata. Rasanya seperti melepas separuh jiwanya pergi. Tidak. Bukan ia tak rela Amara mengikuti suaminya. Putri kecilnya itu sudah milik suaminya kini. Bukan lagi miliknya seorangnya. “Mereka akan baik-baik saja,” kata Bapak. “Aku tahu.” “Lha ngopo kowe nangis njuran?” (Terus kenapa kamu menangis?) “Lha ngopo emang ra entuk?” (Lha memangnya gak boleh menangis?) Sigit yang menyupiri hanya tersenyum simpul. “Suaminya mbak Amara niku kuliah lagi biaya sendiri nopo dapat beasiswa nggih, Pak?” tanyanya mengalihkan pembicaraan kedua orang bosnya. “Beasiswa.” “Wah hebat suaminya mbak Amara. Pasti pintar sanget nggih?” “Dia memang pintar dan tekun. Kami beruntung dia yang jadi menantu kami. Anakmu sekarang kelas berapa?” “Yang pal

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN