Pagi itu, rasanya begitu berat bagi Amara untuk berangkat bekerja. “Ara, nanti kamu ketinggalan kereta,” tegur Evan. “Ayo aku antar. Nanti sore aku usahain pulang ke kost.” Amara bangkit dan menyambar kardigannya. Ia mengecek tas punggungnya sebelum menutupnya rapat dan memasang sepatunya. “Sudah semua ini?” Evan mengambil tas punggung istrinya yang hanya diangguki Amara. Menyadari mood istrinya yang tak begitu bagus, Evan menghela napas. “Baru seminggu lho, Ra, kamu memulai ini.” “Iya,” Amara bangkit meski enggan. “Nanti kalau Mas banyak kerjaan aku gak apa-apa kok Mas Evan gak ke kost. Tapi ngabari aku ya.” “Beneran gak akan mikir yang macem-macem?” “Hmm.” “Ayo aku antar,” Evan meraih pundak istrinya dan membawanya keluar. Beberapa pekerjaan Evan memang menjadi tertunda sepekan