Sebuah pesan masuk ke ponsel Evan dari sebuah nomor yang tak ia kenal. Evan membiarkannya. Tapi begitu membaca sebuah nama di pop up pesan itu, ia meraih ponselnya. ‘Evan, istrimu tadi menemui saya hendak berdiskusi tentang PTSD. She’s my best student. Jika saya harus merekomendasikan seorang psikolog untukmu, she’s the best one. Congratulation for your marriage. Hope it last forever.’ Evan menghela napas. Puspa memang beberapa kali mengiriminya pesan. Menanyakan kabar. Berusaha membuatnya kembali melanjutkan sesi konsultasi mereka. Hanya saja Evan telanjur tidak mempercayai dirinya sendiri. Menganggap bahwa dirinya memang tak layak memiliki keluarga. Evan menatap istrinya yang tengah duduk di sofa sambil membuka laptop. Sejak tadi Evan tak melihat gerakan jarinya mengerjakan sesuatu. I